14 January, 2007

ESENSI SEDEKAH

Pada sebuah pelatihan penggalangan dana masyarakat, seorang peserta ada yang bertanya : “Berapakah jumlah potensi sedekah masyarakat Indonesia ? Saya menjawab : “Kalau secara sederhana, dapat saya katakan, bisa mencapai sepertiga dari jumlah total penghasilan masyarakat Indonesia.” Mengapa demikian ? Karena pada dasarnya jumlah potensi sedekah masyarakat bersifat lentur, sangat tergantung kepada tiga faktor, yaitu pandangan atau keyakinan masyarakat, situasi atau kondisi yang sedang terjadi dan besar dana yang berputar di masyarakat.

Sebagai contoh, seorang muslim punya kewajiban dasar atas penghasilan dan hartanya yaitu mengeluarkan zakat 2,5 persen, tapi apabila ternyata setelah membayar zakat ada tetangganya kelaparan yang bisa berakibat kematian, maka atas diri seorang muslim yang sudah mengeluarkan zakat tersebut, muncul kewajiban infak guna menolong tetangganya. Sehingga kalau terus muncul “kebutuhan” untuk menolong orang lain, maka besar dana yang didermakan orang tersebut juga terus meningkat.

Peningkatan besar sedekah masyarakat dapat kita lihat pada minggu-minggu awal terjadi bencana Tsunami di Aceh. Pada saat itu, sebagian besar masyarakat Indonesia telah berubah menjadi masyarakat sedekah. Di hampir semua perempatan jalan strategis kota-kota besar, masyarakat menghimpun sumbangan. Berbagai lembaga, perusahaan dan kelompok masyarakat mengumpulkan sedekah. Waktu itu, banyak keperluan masyarakat telah bergeser atau diubah untuk membantu masyarakat yang menjadi korban tsunami.

Sehingga secara individual, dapat kita sebut bahwa esensi dari bersedekah adalah mengubah sebagian kebutuhan hidup yang tidak penting menjadi sedekah. Esensi berderma adalah menukar keperluan kita (yang asesoris) untuk menolong orang lain. Substansi sedekah adalah mendahulukan kepentingan lain dari keperluan kita yang tidak penting guna meraih kemuliaan di hadapan Allah SWT.

Kalau setiap orang memiliki kesadaran untuk “mengerem” sedikit saja keperluan asesorisnya dan ditukar dengan bentuk lain yang lebih strategis dan bermanfaat bagi umat, maka hasilnya luar biasa. Sebagai contoh, kalau setiap orang yang hendak belanja permen bergetar tangannya, dan ingat bahwa uang untuk membeli permen itu bisa digunakan untuk sedekah. Maka dalam setahun, tidak kurang dana 200 Milyar belanja permen orang Indonesia bisa dialihkan untuk mendirikan dan membiayai operasional dua rumah sakit gratis untuk orang miskin. Atau setara dengan mendirikan dan membiayai operasional 20 sekolah unggulan cuma-cuma untuk mereka yang tidak mampu.

Dalam kaitan mendahulukan urusan lain atau orang lain ini, diceritakan bahwa pada suatu hari di Madinah Rasulullah kedatangan tamu. Setelah tamu tersebut mengeluhkan masalah dan kesulitan hidupnya, maka Rasulullah menanyakan kepada istri-istri beliau : “Adakah sesuatu untuk menjamu tamuku ?” Ternyata jawaban dari istri-istri Rasulullah adalah :”Tidak ada, kecuali air.” Akhirnya Rasulullah bertanya kepada para sahabat yang sedang berkumpul dalam suatu majelis : “Siapakah di antara kalian yang bersedia menjamu tamuku ?” Seorang sahabat dari golongan Anshor menjawab “Saya ya Rasulullah !” Akhirnya tamu itu dibawa ke rumah sahabat Anshor tersebut. Kepada istrinya sahabat Anshor itu berkata :”Muliakanlah tamu Rasulullah itu. Hidangkan apa saja yang engkau punya.” Istrinya menjawab :”Aku tidak mempunyai sesuatu apapun untuk menjamunya, kecuali jatah makan anak-anak kita malam ini.” Akhirnya mereka menghidangkan jatah makan anak-anaknya kepada tamu tersebut. Dan sebagai akibatnya mereka semalaman harus menenangkan anak-anaknya yang mengeluh lapar. Esok harinya saat mengantar tamu tersebut, Rasulullah berujar : “Sungguh Allah mengagumi perbuatanmu terhadap tamumu semalam”. Saat itu turunlah wahyu Surat Al-Hasyr : 9 yang artinya : “Dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Mereka adalah orang-orang yang beruntung.”

No comments: