24 July, 2021

Dicukur Istri

Karena harus dirumah aja, berhubung ada PPKM Darurat demi menghindari penularan Covid 1. Terlebih lagi ada pandangan bahwa kalau sudah berniat mau kurban tidak boleh potong rambut sampai kurbannya disembelih (selanjutnya dagingnya dibagikan), maka pilihannya adalah saya menahan diri untuk tidak potong rambut dalam waktu yang cukup lama. Jauh lebih lama dari periode potong rambut biasanya. Akibatnya rambut terasa sangat panjang, meskipun sebenarnya panjangnya belum sampai sebahu (sebagaimana panjang rambut sebagian pemain band rock heavy metal). Dampaknya, sudah terasa sangat gatal ingin potong rambut. Maka ketika sudah lewat Idul Adha, dan hewan kurban kita sudah disembelih, maka pemotongan rambut pun akan dilakukan. Sengaja beberapa hari sebelumnya, saya beli alat cukur dari online shop terkenal. Saya pilih alat cukur yang harganya agak menengah. Dipilih harga yang agak “sedengan” maksudnya supaya dapat alat cukur yang agak bagusan, biar mudah digunakan dan hasilnya tidak mengecewakan.

Beberapa hari juga diperlukan untuk merayu istri agar mau memotong rambut saya. Istri saya awalnya belum mau, karena alasan khawatir hasil potongannya jelek. Atau hasil potongannya tidak rapi dan banyak potongan rambutnya acak-acakan. Wajar, karena bagaimana pun memang seumur-umur, istri saya belum pernah memotong rambut saya. Saya terus meyakinkan istri saya, bahwa bagaimana pun hasil potongannya akan saya terima, asal sudah dilakukan dengan hati-hati. Singkat cerita setelah mendapatkan beberapa kali rayuan dan peyakinan dari saya, akhirnya istri saya luluh dan mau memotong rambut saya.

Tibalah waktunya rambut saya mulai dipotong istri saya. Istri saya memulainya dengan sangat hati-hati dan pelan-pelan. Sedikit demi sedikit rambut saya mulai berjatuhan tergerus mesin potong rambut. Semakin lama, istri saya semakin menikmati. Gerakan tangan istri saya menari-nari di antara, alat cukur, gunting dan sisir. Rambut saya pun semakin banyak yang terpotong. Beberapa kali istri saya berkata, “Stop sampai sini yah ?” Berhubung istri saya masih ketakutan rupanya, Tapi saya pun menjawab “sedikit lagi…”. Lalu pemotongan dilanjutkan lagi. Begitu beberapa kali. Sampai akhirnya memang pemotongan rambut saya berakhir. Dengan hasil akhir, sekitar separuh rambut saya telah terpangkas, dan…, terbentuk satu pitak agak besar di bagian samping kanan rambut saya.  Saya mengucapkan terima kasih kepada istri saya karena telah memotong rambut saya dengan berani dan sukses. Lalu istri saya menanggapi ucapan terima kasih saya dengan tertawa, mungkin akibat adanya pitak di rambut kepala saya itu… (hehehe)

 


 

22 June, 2021

Mengantar Korban Kecelakaan (In Memoriam Mas Yuli Pujihardi)

Ini kejadian sekitar tahun 1997. Saat saya dan Mas Yuli melaksanakan tugas di Dompet Dhuafa. Kejadiannya di daerah Gintung, Ciputat. Waktu itu saya dan Mas Yuli baru pulang mengambil zakat dari seorang donatur di sekitar Bintaro. Sebagaimana biasanya kami menggunakan mobil operasional Dompet Dhuafa. Isuzu Panther warna hijau. Mas Yuli yang menyetir mobil, karena Mas Yuli sangat mahir mengendarai mobil, sementara saya waktu itu belum lancar mengendarai mobil. Saya duduk di depan di sebelah Mas Yuli.

Di jalanan Gintung Ciputat, saat kami meluncur, ada anak muda menggunakan sepeda motor dengan kecepatan tinggi berada di belakang mobil kami. Sesaat kemudian, anak muda dengan motornya itu, menyalip mobil kami dengan kecepatan tinggi, saat posisi motor dan anak muda itu berada di sisi mobil kami, dari arah berlawanan datang mobil truk juga dengan kecepatan tinggi. Meski anak muda itu sudah berusaha untuk menghindar, namun kecelakaan tak bisa dihindari. Motor itu bersama penumpangnya terpental ke samping akibat ditabrak truk itu. Motor dan anak muda itu tergelatak di jalanan, sementara mobil truk itu kabur menyelamatkan diri.

Orang-orang segera berkerumun. Kami pun segera menghentikan perjalanan. Motor itu mengalami kerusakan, sementara anak muda itu bersimbah darah di sekujur tubuhnya. Melihat korban seperti itu, tiba-tiba ada seseorang yang berkata, “ini harus segera di bawa ke rumah sakit”. Mendengar ucapan orang tersebut, Mas Yuli berbicara kepada saya, “Mas Ahmad kita harus bawa korban ke rumah sakit”. Saya pun menjawab, “Iya Mas Yul”. Selanjutnya Mas Yuli berkata kepada orang yang ada disitu, “Pak, tolong bantu, mengangkat anak ini ke mobil itu.” Sambil Mas Yuli menunjuk ke arah mobil panther hijau Dompet Dhuafa. Selanjutnya kami berusaha mengangkat dan memasukkan anak muda itu ke bagian tengah mobil panther hijau. Korban kecelakaan itu kita baringkan di bagian tengah mobil Panther. Saya pun pindah posisi duduk ke bagian tengah untuk menemani korban kecelakaan itu, sementara Mas Yuli di depan menyetir mobil.

Tujuan rumah sakit yang kami tuju adalah Rumah Sakit Fatmawati. Sepanjang perjalanan korban kecelakaan itu merintih kesakitan. Awalnya suara rintihannya agak keras, tetapi semakin lama suaranya semakin pelan. Darah dari korban kecelakaan itu menetes dan mengalir di bagian tengah mobil panther itu. Saya pun semakin tidak kuat melihat pemandangan seperti itu sepanjang jalan. Sesekali saya memejamkan mata, sambil berzikir menyebut berbagai lafadz zikir untuk menguatkan hati ini. Mendekati RS Fatmawati, sudah tidak terdengar lagi rintihan dari korban kecelakaan tersebut.

Begitu sampai di UGD, kami segera melapor ke petugas yang ada di sana. Setelah laporan kami diterima, petugas segera mengeluarkan korban kecelakaan itu dari mobil panther dan membawanya ke ruang UGD. Selajutnya dilakukan pemeriksaan terhadap korban kecelakaan oleh para petugas di UGD RS Fatmawati itu. Setelah menunggu sekitar 30 menit, kami dapat informasi bahwa korban kecelaakan itu dinyatakan telah meninggal. “Inna lillaahi wa Inna Ilaihi Rojiuun”, serentak saya dan Mas Yuli mengucapkannya.

Setelah mengetahui ada tanda pengenal pada dompet dari korban kecelakaan tersebut, kami pun bergegas menuju alamat rumah korban kecelakaan itu, yang ternyata alamatnya masih di sekitar wilayah Gintung Ciputat. Setelah menyampaikan semua informasi kepada keluarganya, kami pun berpamitan dan kembali ke kantor Dompet Dhuafa.

 Baju kami yang terkena tetesan darah, dan bagian tengah mobil panther hijau yang teraliri banyak darah itu, semoga menjadi saksi amal kebaikan Mas Yuli Pujihardi. Allahumaghfirlahu Warhamu Wa’afihi Wa’fuanhu.

Ciputat, 220621

Ahmad Juwaini



31 July, 2020

Kembali Ke Kampung Halaman, Kembali Ke Kampung Abadi (In Memoriam Adib Zuhairi)

Kembali ke desa dan membangun desa adalah salah satu tugas mulia bagi para perantau. Kembali ke desa seringkali menjadi panggilan bagi insan yang sudah lama hidup di kota. Panggilan itu semakin terasa ketika menyadari betapa kampung halamannya banyak tertinggal atau punya permasalahan mendasar. Hal yang sama pernah terjadi pada Adib Zuhairi.

 

Adib Zuhairi adalah pemuda asal Desa Tumang, Cepogo, Boyolali Jawa Tengah yang sudah bekerja di Jakarta. Tahun 1997, Adib sudah bekerja di perusahaan yang cukup mapan dengan penghasilan yang memadai. Namun hatinya seringkali gelisah memikirkan kondisi di kampung halamannya.

Desa Tumang adalah sentra pengrajin tembaga. Kendati menjadi sentra pengrajin tembaga, Kondisi warga Desa Tumang stagnan selama beberapa dekade. Permodalan sebagai salah satu faktor penggerak, seringkali sulit mereka akses. Lembaga perbankan yang ada kala itu enggan percaya kepada pengrajin di desa Tumang. Mereka dianggap tak mampu menerima pembiayaan dari perbankan.

Minimnya kepercayaan bank kepada warga Tumang pada saat itu, membuat mereka akhirnya menggantungkan modal pada rentenir. Bukannya menjadi penolong, seringkali rentenir akhirnya menjerat para pengrajin. Jangankan untung, pendapatan usaha, ludes untuk menutup cicilan kepada rentenir. Keadaan ini membuat usaha para pengrajin menjadi semakin terpuruk.

Pada bulan Februari 1997, bertempat di rumah Soeryanto, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatang, berkumpul generasi muda Desa Tumang yang bekerja di Jakarta, antara lain Mukhlas, Aris Munandar, Yunas, Mulyadi  dan Adib. Setelah mendiskusikan permasalahan yang ada di kampung halaman mereka, mereka bersepakat membentuk BMT Tumang sebagai solusi.

Akan tetapi, saat harus mencari orang untuk mengelola BMT Tumang, mereka menemui persoalan. Ada orang yang bersedia, tapi tidak mempunyai kemampuan. Ada pihak yang mempunyai kemampuan, tapi tak bersedia menjadi pengelola. Menurut Adib, ini menjadi hambatan pokok. Kurang lebih satu tahun, rencana tersebut mandek, alias tak mengalami perkembangan.

Pertengahan Juni 1998, para perintis BMT Tumang pulang kampung dalam rangka Lebaran. Ada pertemuan lanjutan, sekaligus reuni para perantau di kampung. Dari pertemuan itu ada tambahan personil, seperti Munir Asrori, Edi Darmasto, serta Sismanto. Mereka membicarakan lagi rencana pendirian BMT Tumang yang digagas setahun sebelumnya.

Dalam pertemuan itu, setelah didaulat, akhirnya Adib pun menerima mandat mengelola BMT Tumang. Ia dipertemukan dengan Rifa’i Saleh Haryono, dari Kabupaten Klaten yang memiliki pengalaman mengelola sejumlah BMT. Rifa’i mendorong Adib untuk tidak kembali ke Jakarta dan diminta fokus mengelola lembaga ekonomi mikro tersebut.

Tekad Adib menggebu ingin membuktikan semua dorongan semangat memperbaiki keadaan. Ia bekerja keras bak ‘bakul jamu’, berkeliling dari rumah ke rumah, juga menyisir tokoh agama dan tokoh masyarakat. Ia tiada henti melakukan sosialisasi, seperti para sales menawarkan dagangan. Aktivitas ini dilakukan sekitar Juli 1998.

Pada waktu bersamaan, saat itu ada program P3T (Proyek Penanggulangan Pengangguran Tenaga Terampil) dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Boyolali. Direktur PINBUK Kabupaten Boyolali mendorong agar Adib, Agus Wiratmo, Haris Darmawan, Joko Sriyanto, Yuni Widiyati, mendaftarkan diri.

Alhamdulillah, kelima orang tersebut diterima untuk mengikuti pelatihan BMT se-Jawa Tengah di Asrama Haji Donohudan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Kelimanya, memperoleh “gaji” Rp 300 ribu selama tujuh bulan. Setelah tujuh bulan selesai, mereka tak menerima gaji lagi dari P3T melainkan langsung bekerja di BMT yang hanya mampu memberi honor Rp 40 ribu per bulan.

Tepat 1 Agustus 1998, diadakan pertemuan lanjutan di rumah Ali Sya’ni, bersama para tokoh setempat yang dianggap sukses secara ekonomi. Para “aghniya” ini diajak untuk mendukung pendirian BMT Tumang.  Mereka selanjutnya mendukung pendirian BMT dengan memberi iuran Rp 500 ribu. Hingga terkumpul simpanan pokok Rp 7.500.000. Uang Rp 7,5 juta inilah yang menjadi modal awal pendirian BMT Tumang.

Waktu terus berlalu. BMT Tumang telah berkembang. Dari merangkak, tertatih-tatih, berjalan dan berlari. Tidak sedikit terjatuh dan nyaris melemahkan semangat dan ingin berhenti. Namun dorongan untuk menolong masyarakat, serta keinginan mengembangkan ekonomi syariah, selalu memanggil Adib beserta rekan-reknnya untuk kembali dan bangkit guna bekerja dan mengembangkan BMT Tumang.

Kini, 22 tahun telah berlalu sejak awal pendirian. Pada bulan Maret 2020, Kantor cabang KSPPS BMT Tumang telah mencapai 24 kantor cabang yang tersebar di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Jumlah aset yang saat pendirian hanya sebesar 7,5 juta, saat ini sudah lebih dari 230 Miliar. Adapun nasabah yang pada waktu pendirian hanya beberapa orang, kini nasabah yang dilayani oleh BMT Tumang sudah lebih dari 20.000. Pada tahun 2017, KSPPS BMT Tumang telah mendapatkan penghargaan sebagai 100 Koperasi Besar Indonesia.

Hari Sabtu, 25 Juli 2020, pukul 20.45, Adib Zuhairi menghembuskan nafasnya yang terakhir di RS Moewardi Solo. Setelah kembali ke kampung halaman untuk berjuang mendirikan dan mengembangkan BMT, Adib Zuhairi akhirnya, harus kembali ke kampung abadi, yaitu ke akhirat. Semoga Allah memberikan tempat di surga atas segala dedikasi dan perjuangannya dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah.

 


 


02 April, 2020

Masyarakat Post 4.0


Film-film hollywood sudah sering menuturkan tentang kehidupan masyarakat masa depan yang serba digital dan robotik. Semua orang tinggal memanfaatkan teknologi untuk melakukan kegiatan dan menyelesaikan masalah dalam hidupnya. Diam-diam, kita pun mulai memimpikannya. "Enak bener kehidupan seperti itu", gumam hati dan pikiran kita. Serba mudah, cepat, akurat dan aman. Kita pun membayangkan kehidupan itu akan datang 10 - 50 tahun lagi.
Tiba-tiba pandemik Covid-19 merajalela. Kebijakan Work From Home, School From Home, Pray From Home, Shopping from home, dan semua kegiatan from home. Masyarakat mengalami aksi pingitan massal berminggu-minggu. Semua pola hidup tiba-tiba mengalami perubahan cepat. Semua harus diubah dengan cara hidup jarak jauh (social distancing atau physical distancing). Teknologi membantu kita melakukan revolusi cara berkomunikasi dan berinteraksi kita. Sebuah evolusi yang normalnya berjalan dalam rentang waktu 5 - 50 tahun, tiba2 mendadak harus dilakukan hari ini (tidak perlu menunggu besok). Kita pun dikarbit untuk memasuki masyarakat pasca era teknologi. Karena terpaksa, kita pun mencoba bertahan dengan penuh kegagahan untuk menjalaninya. Tapi diam2, hati dan perasaan kita masih rindu pertemuan fisik. Kita pun melow untuk bercengkerama dalam tongkrongan manual. Jiwa kumpul berjamaah kita meronta-ronta di antara smarphone dan laptop. Sentuhan tangan, salaman, saling rangkul bahu, bergandengan dalam tawuran rasa, pikiran dan kata di suatu ruang fisik, seperti beban rindu Romeo kepada Juliet. Kitapun mulai merasakan bahwa meeting online tidak mampu menukar semua gelora emosi meeting ragawi. Kini kita terpuruk dalam kangen massal untuk kembali seperti keadaan semula, dengan berharap virus corona segera mengucap sayonara.



13 June, 2019

Meninjau Ulang Nazhir Perseorangan


Pengelolaan wakaf di Indonesia telah berkembang dengan sangat cepat. Pengaturan tentang wakaf di Indonesia telah dimuat pada Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Tentu saja, isi dari undang-Undang (UU) Wakaf tersebut telah merujuk kepada hukum-hukum fikih yang telah ditetapkan oleh para ulama, khususnya kepada empat Imam Mazhab (Hambali, Maliki, Hanafi dan Syafi’i).
Meskipun isi dari UU Wakaf tersebut telah merujuk kepada pendapat hukum dari para ulama, namun bukan suatu yang terlarang, apabila kita memikirkan ulang beberapa hal yang di atur di dalamnya.
Salah satu topik yang sudah waktunya untuk kita timbang kembali kedudukannya adalah tentang Nazhir Perseorangan. Apa yang dimaksud dengan Nazhir ? Berikut ini penjelasan tentang Nazhir sebagaimana tersebut di dalam UU No. 41 Tahun 2004;
Pasal 1 ayat (4) berbunyi  : Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Pada Pasal 9 disebutkan tentang jenis-jenis Nazhir. Ada yang berupa perseorangan, organisasi, dan badan hukum. 
Tentang persyaratan Nazhir perseorangan dijelaskan pada Pasal 10 ayat (1) : Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan sebagai warga negara Indonesia (WNI), beragama Islam, dewasa, amanah, mampu secara jasmani dan rohani, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Adapun mengenai tugas dan tanggung jawab Nazhir dijelaskan pada Pasal 11, yang berbunyi : Nazhir mempunyai tugas: 
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf. 
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Kalau kita memperhatikan tentang tugas dan tanggungjawab Nazhir wakaf tersebut di atas, maka diperlukan suatu pengelolaan sebagai nazhir yang sungguh-sungguh. Nazhir memerlukan kompetensi sekaligus komitmen mengelola wakaf. Nazhir dituntut untuk melakukan berbagai daya upaya untuk memanfaatkan atau memproduktifkan aset wakaf yang diamanahkan kepadanya. 
Dengan mempertimbangkan beratnya tanggung jawab mengelola wakaf, dan dengan mempertimbangkan perkembangan manajemen pada zaman sekarang ini, sudah selayaknya, apabila Nazhir tidak lagi berbentuk (dikelola) sebagai perseorangan. Meskipun keberadaan Nazhir perseorangan itu sah secara hukum syariah (fikih), akan tetapi pemerintah bersama para ulama saat ini dimungkinkan untuk merekomendasikan agar amanah wakaf tidak dititipkan kepada Nazhir perseorangan. Nazhir untuk saat ini sebaiknya tidak berbentuk perseorangan, akan tetapi berbentuk lembaga atau organisasi.  
Alasan
Berikut ini adalah beberapa alasan, mengapa Nazhir perseorangan saat ini sebaiknya tidak diamanahi wakaf oleh masyarakat. Pertama, hambatan dalam menjaga kelangsungan wakaf. Nazhir perseorangan artinya mengamanahkan pengelolaan wakaf pada masa hidup seseorang, sementara mengelola wakaf bisa dalam jangka panjang.
Akan menjadi masalah apabila Nazhir perorangan, karena apabila si Nazhir itu sudah tua renta, yang sudah tidak lagi memiliki kemampuan untuk melihat, mengingat, berpikir dan beraktivitas secara fisik, maka akan menghambat pekerjaannya sebagai Nazhir.
Apalagi kalau si nazhir itu meninggal, akan menimbulkan masalah alih kelola wakaf secara mendadak. Kalau kemudian kenazhirannya diwariskan kepada anaknya misalnya, anaknya belum tentu memiliki kelayakan sebagai Nazhir. Jadi, menyerahkan amanah wakaf saat ini ke perorangan berpotensi menimbulkan masalah dalam jangka panjang.
Kedua, lemahnya proses check and balance. Apabila Nazhir adalah perseorangan, maka tidak terjadi proses check and balance dalam proses kenazhirannya. Sebaik apapun manusia, berpotensi untuk menyimpang. Setiap manusia tidak luput dari godaan syetan yang bisa mendorongnya untuk melakukan penyelewengan.
Ketika seorang Nazhir dititipi amanah wakaf untuk dikelola, dan kemudian pada suatu titik dia tergelincir akibat godaan hawa nafsunya, maka pada kondisi ini tidak ada seorang pun yang akan mengingatkannya, karena dia satu-satunya orang yang secara langsung mengetahui amanah dan peruntukan dari harta wakaf tersebut. Dalam posisi Nazhir perorangan, tidak terjadi proses saling mengingatkan dan mengawasi di antara individu sebagai Nazhir.
Ketiga, keterbatasan sumber daya manusia. Dalam manajemen modern, kita diajari bahwa, kerjasama dua orang atau lebih manusia untuk suatu tujuan, berpotensi untuk mencapai hasil yang lebih baik. Kerjasama dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan ini disebut sebagai organisasi. Proses dan dinamika kumpulan orang di dalam organisasi ini disebut sebagai manajemen.

Apabila Nazhir hanya terdiri satu orang, tidak terjadi proses manajemen, dan tentu saja hasilnya diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan pengelolaan pada sebuah organisasi. Pengelolaan wakaf hari ini yang menuntut kemampuan manajemen aset wakaf dan manajemen investasi wakaf, semakin meniscayakan kehadiran kumpulan orang dalam organisasi. Pada masa sekarang ini, dalam pengelolaan wakaf, yang diperlukan bukan super man, akan tetapi yang diperlukan adalah super team.
Keempat, sulitnya pendataan wakaf. Salah satu masalah wakaf di Indonesia adalah lemahnya pendataan wakaf. Selain Kantor Urusan Agama (KUA) dan kementerian agama, faktor kunci untuk terwujudnya pendataan wakaf yang baik adalah Nazhir yang baik.
Karena Nazhir adalah pihak yang paling mengetahui keadaan dari aset wakaf yang dikelolanya, apakah masih terbengkalai (idle), belum berkembang, atau sudah berkembang produktif dan menghasilkan surplus beberapa kali lipat. Dengan nazhir perseorangan, maka semakin sulit untuk melakukan pendataan aset wakaf, karena pada umumnya, nazhir wakaf lemah dalam mencatat aset dan perkembangan wakafnya.  
Itulah beberapa kelemahan Nazhir wakaf perseorangan. Dengan memahami beberapa kelemahan nazhir perseorangan, sudah selayaknya apabila nanti dilakukan revisi Undang-undang Wakaf, atau apabila pemerintah mengeluarkan regulasi terkait pengelolaan wakaf, agar meninjau ulang keberadaan Nazhir wakaf perseorangan. Wallahu a’lam



31 May, 2019

Mewujudkan Indonesia Ramah Zakat (Bagian 2)


Untuk memaksimal penghimpunan zakat nasional, kita harus menjawab satu pertanyaan besar: Bagaimana caranya agar semua Muslim yang memiliki penghasilan atau kekayaan mencapai nishab dengan mudah membayar zakat secara otomatis, terus menerus, tanpa harus ada sosialisasi/kampanye zakat secara massif dan besar ? 
Kampanye dan sosialisasi zakat (yang massif dan besar) cukup dilakukan di awal, sebagai pemberitahuan dan penjelasan akan kesadaran kewajiban dan mekanisme pembayaran zakat. Selanjutnya setelah kampanye dan sosialisasi besar ini semua orang akan diminta untuk mengisi formulir kesediaan berzakat dan pilihan lembaga zakat yang akan menjadi tempat penyalurannya. 
Beberapa langkah yang harus dilakukan dalam mengupayakan agar semua orang Islam yang telah memiliki kekayaan/penghasilan mencapai nishab membayar zakat adalah sebagai berikut. Pertama, semua PNS dipotong gajinya dan langsung tersalur ke BAZNAS. Untuk mendukung kebijakan ini bisa dikeluarkan Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, keputusan Pimpinan Badan/lembaga Negara, Keputusan Gubernur atau Keputusan Bupati/Wali Kota.
Termasuk dalam kelompok pertama ini adalah karyawan BUMN dan BUMD. Sebagian penghasilan mereka juga dapat disisihkan untuk pembayaran zakat. Kemudian disalurkan melalui BAZNAS. 
Apabila ada pegawai negeri yang zakatnya tidak ingin disalurkan ke Baznas, maka dia dapat mengajukan surat pernyataan. Di dalamnya dapat mencantumkan lembaga amil zakat yang datanya terhubung secara nasional. Surat itu juga harus mencantumkan alasannya mengapa memilih LAZ tersebut.
Kedua, semua karyawan swasta dipotong gajinya dan langsung tersalur ke BAZNAS/LAZ/Tempat pembayaran zakat lain yang datanya terhubung secara nasional. Untuk mewujudkan kebijakan ini, bisa dikeluarkan keputusan pimpinan KADIN, keputusan pimpinan APINDO, keputusan pimpinan asosiasi industri, atau pimpinan perusahaan. 
Setelah dikeluarkannya keputusan untuk menguatkan kebijakan, semua karyawan swasta akan diminta mengisi formulir kesediaan berzakat dan pilihan LAZ untuk penyaluran dari yang bersangkutan.
Ketiga, tentu saja, selain PNS dan karyawan swasta, ada banyak pengusaha dan profesi lain di dalam masyarakat. Kepada kelompok ketiga ini, kita bisa menggunakan mekanisme pendekatan kepemilikan rekening bank.
Semua Muslim pemilik rekening tabungan akan ditawari kesediaan untuk dipotong zakatnya. Apabila jumlah dana di rekeningnya telah mencapai nishab, langsung dipotong dari rekeningnya dan langsung tersalur ke BAZNAS/LAZ/tempat pembayaran zakat lain yang datanya terhubung secara nasional.
Untuk mewujudkan kebijakan ini, perlu dilakukan kerja sama dengan asosiasi-asosiasi perbankan. Seperti Himbara, Asbisindo, Asbanda, dan kerja sama dengan bank-bank swasta.
Dengan tiga langkah tersebut di atas, diharapkan tidak ada lagi orang Islam yang hartanya atau penghasilannya sudah mencapai nishab, tetapi tidak membayar zakat melalui lembaga pengelola zakat, yang datanya terkoneksi secara nasional. 
Semua orang yang masuk kategori wajib zakat, tidak akan terlewat untuk membayar zakat secara mudah. Tidak perlu biaya besar. Berlangsung secara terus menerus. Kondisi ini yang dimaksud dengan kemudahan berzakat atau zakat yang ramah bagi para muzakki.
Mustahik
Lalu bagaimana  dengan perlakuan terhadap mustahik (penerima zakat) ? Dalam konteks ramah zakat ini, perlu dibuat sistem penyaluran zakat yang mudah, akurat dan tepat sasaran. Mustahik, semisal orang miskin tidak perlu lagi datang ke lembaga zakat untuk menerima bantuan.
Sistem database yang ada di lembaga zakat sudah mampu menyediakan data (by name by address) mustahik, bahkan pada data tersebut juga sudah diketahui tingkat pendapatan dan tingkat kemiskinan, apakah sudah pernah dibantu oleh lembaga zakat? 
Apakah sudah pernah dibantu dengan program pemerintah (misal Program Keluarga Harapan)? Juga data bagaimana perkembangan setelah dibantu oleh lembaga zakat atau dibantu dengan program pemerintah tersebut.
Apabila seorang mustahik memenuhi kelayakan mendapatkan bantuan zakat (berdasarkan data yang terverifikasi), untuk selanjutnya mustahik akan mendapatkan bantuan yang ditransfer ke rekening mustahik di bank syariah. Baik bantuan yang bersifat insidental, maupun bantuan yang bersifat berkelanjutan. 
Tentu saja terdapat pula mekanisme untuk melakukan pendampingan, pemantauan dan evaluasi atas perkembangan mustahik. Data perkembangan setiap mustahik ini juga terhubung dengan data dampak program zakat terhadap keseluruhan mustahik di suatu wilayah.
Pendeknya, dengan Indonesia ramah zakat artinya semua orang yang berurusan dengan zakat (muzakki dan mustahik) akan mendapatkan kemudahan (zakat friendly). Selain kemudahan bagi muzakki dan mustahik, pihak lainnya, seperti amil, pemerintah, pihak swasta dan masyarakat lainnya yang berkepentingan dengan zakat akan mendapatkan kemudahan.
Pengelolaan zakat juga terintegrasi dengan kegiatan pembangunan, penanganan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik yang dilakukan pemerintah, maupun yang dilakukan oleh pihak swasta dan masyarakat.



09 May, 2019

Mewujudkan Indonesia Ramah Zakat (Bagian 1)


Kalau kita lihat perilaku berzakat orang Indonesia saat ini, orang Islam di Indonesia melakukan pembayaran zakat melalui :
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yaitu organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah dari pusat atau Nasional sampai Kabupaten/Kota.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dari Nasional sampai Kabupaten/Kota.
3. UPZ (Unit Pengelola Zakat yang berada di instansi pemerintah, perusahaan, masjid) yang menginduk kepada BAZNAS.
4. MPZ (Mitra Pengelola Zakat yang berada di perusahaan, masjid, organisasi) yang menginduk kepada LAZ)
5.  Lembaga Zakat tidak terdaftar, termasuk juga ke Masjid, Panti Yatim dan Pesantren.
6.  Langsung dibayarkan ke Mustahik (Fakir, Miskin, Muallaf, Fii sabilillah dan lain-lain).
Merujuk kepada data penghimpunan zakat nasional dari BAZNAS, keseluruhan zakat yang terhimpun dari BAZNAS dan LAZNAS pada tahun 2018, angkanya baru mencapai 8,1 Trilyun atau berada di kisaran 4% dari potensi zakat di Indonesia (217 Triliun). Dengan merujuk pada data penghimpunan dan perhitungan potensi zakat di Indonesia tersebut, artinya ada sekitar 96% dana zakat yang dibayarkan melalui selain BAZNAS (termasuk UPZ) dan LAZNAS (termasuk MPZ). Masih sangat banyak pembayaran zakat yang melalui lembaga zakat tidak terdaftar dan langsung dibayarkan kepada mustahik (tempat membayar zakat No.5 dan No.6 di atas). Ini artinya, sangat besar jumlah pembayaran zakat yang tidak tercatat dalam data zakat nasional. Bagaimana caranya meningkatkan jumlah penghimpunan zakat nasional (dan tercatat) ?
Untuk meningkatkan angka penghimpunan zakat nasional, kita harus menjawab beberapa tantangan yang ada. Urutan prioritas tantangan yang harus ditangani agar permasalahan penghimpunan zakat di Indonesia bisa diatasi adalah :
1.       Tantangan Ketaatan Membayar Zakat
Sampai dengan saat ini, berapa persen umat Islam di Indonesia yang memiliki penghasilan/harta mencapai nishab dan secara rutin mengeluarkan zakatnya. Kita memperkirakan minimal 90% umat Islam di Indonesia sudah membayarkan zakatnya secara rutin. Sosialisasi dan edukasi  kesadaran wajib zakat masih diperlukan. Sosialisasi dan edukasi jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya juga masih diperlukan, meskipun proporsi orang Islam yang belum menunaikan kewajibannya berzakat sudah mengecil.
2.       Tantangan Membayar Zakat Formal
Setelah kewajiban membayarkan zakat dipenuhi, tantangan berikutnya yang harus ditangani adalah bagaimana membimbing dan mengarahkan umat agar membayarkan zakat melalui organisasi pengelola zakat yang resmi. Organisasi pengelola zakat yang resmi adalah organisasi pengelola zakat yang telah mendapat izin dari pemerintah karena telah memenuhi serangkaian persyaratan tertentu dan bersedia mengelola zakat dengan pedoman atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Organisasi pengelola zakat yang resmi artinya pengelolaan zakatnya telah sesuai dengan standar pengelolaan zakat yang baik, sebagaimana diatur oleh Undang-undang dan ketentuan lain yang ditetapkan pemerintah. Organisasi pengelola zakat yang resmi juga telah memiliki mekanisme pelaporan kinerja secara periodik, sehingga data laporannya dapat dikonsolidasikan sebagai data nasional.
3.       Tantangan Konsolidasi Data Semua Titik Pembayaran Zakat
Tantangan selanjutnya yang harus dijawab adalah bagaimana mengarahkan umat agar membayarkan zakat ke titik-titik pembayaran zakat yang datanya terkonsolidasi secara nasional. Pada saat yang sama, kita juga perlu menyiapkan dan melengkapi semua titik pembayaran zakat dengan alat, platform atau aplikasi yang memungkinkan semua pembayaran dan penyaluran zakat, datanya terkonsolidasi secara nasional. Untuk semua pengelola zakat yang belum resmi dan datanya terhubung secara nasional, secara bertahap juga diarahkan menjadi lembaga pengelola zakat resmi (baik sebagai BAZNAS dan UPZ, atau sebagai LAZ dan MPZ).
(Bersambung)

*) Ahmad Juwaini adalah Direktur Komite Nasional Keuangan Syariah


12 December, 2018

Wakaf Sumber Dana Alternatif Pengembangan Rumah Sakit

Seiring dengan tumbuhnya banyak rumah sakit yang dikelola oleh ormas Islam dan lembaga keumatan, sementara biaya operasional kesehatan yang dikelola rumah sakit yang semakin besar. Salah satu yang menyebabkan besarnya biaya investasi dalam pengelolaan rumah sakit adalah untuk keperluan pembelian tanah, pembangunan gedung, dan penyediaan perlengkapan berupa furnitur, mesin-mesin dan perlengkapan kantor lainnya.

Besarnya investasi itu, akan bisa dihemat, jika ada sumber dana lain yang bisa digunakan. Salah satu sumber pendanaan atau resources untuk mendanai keperluan sebagian investasi itu adalah wakaf. Sebagai contoh untuk keperluan lahan, bisa digunakan tanah-tanah wakaf yang sangat banyak di Indonesia. Menurut catatan Kementerian Agama Republik Indonesia pada tahun 2017, luas tanah wakaf di Indonesia adalah 4,4 Milyar meter persegi.  Adapun untuk keperluan pembangunan gedung dan penyediaan perlengkapan bisa dimobilisasi wakaf uang (wakaf melalui uang), dimana potensi wakaf uang di Indonesia adalah tidak kurang dari 53 Trilyun per tahun.

Besarnya potensi wakaf yang dapat digunakan untuk pengembangan bisnis rumah sakit ini, masih belum banyak dilirik oleh pengelola rumah sakit di Indonesia. Menyadari hal ini Pusat Studi Wakaf Sekolah Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor bekerjasama dengan prodi Magister Manajemen UIKA, Prodi Magister Ekonomi Islam UIKA dan Prodi Ekonomi Sayriah S1 UIKA, berinisiatif menyelenggarakan “Seminar Nasional : Optimalisasi Pemanfaatan Wakaf Untuk Pengembangan Bisnis Rumah Sakit”. Seminar ini diselenggarakan hari Selasa, 27 November 2018, dengan mengambil tempat di Ruang Seminar Gedung Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor.

Menurut Ahmad Juwaini selaku Katua Panitia, tujuan diselenggarakannya seminar ini adalah melahirkan berbagai pemikiran tentang pemanfaatan wakaf untuk Bisnis, melakukan diseminasi pemikiran tentang wakaf sebagai alternatif pendanaan untuk bisnis, memberikan panduan dalam penataan dan pengelolaan wakaf untuk pengelolaan bisnis Rumah Sakit di Indonesia, dan memberikan panduan dalam mobilisasi dan pemanfaatan wakaf dalam pengelolaan bisnis Rumah Sakit.

Dalam seminar ini, hadir sebagai pembicara Dr. Hendri Tanjung (Badan Wakaf Indonesia), Prof. Dr. Rifki Muslim (Direktur Rumah Sakit Roemani Semarang), dr. Burhanuddin Hamid, MARS (Sekretaris Umum MUKISI – perhimpunan rumah sakit syariah) dan drg. Imam Rulyawan, MARS (Dirut Dompet Dhuafa Filantropi). Adapun bertindak sebagai moderator adalah Dr. Amir Tengku Ramly (Kepala Pusat Studi SDM SPS UIKA).

Dalam paparannya Dr. Hendri Tanjung menjelaskan bahwa rumah sakit muslim pertama dibangun pada awal abad ke-8 Masehi, yang memberikan layanan pusat perawatan medis, rumah untuk pasien yang baru sembuh dari penyakit atau kecelakaan, juga sebagai rumah sakit jiwa, dan rumah jompo dengan kebutuhan perawatan dasar untuk yang lanjut usia dan yang lemah. Rumah sakit muslim ini memberikan layanan tanpa memungut biaya kepada pasiennya. Untuk selanjutnya dalam pengelolaan rumah sakit muslim dibentuk yayasan wakaf untuk menguatkan kualitas manajemen dan layanan rumah sakit.

Sementara Prof Rifki Muslim menjelaskan dengan jumlah Penduduk  Indonesia  sebanyak 262.000.000 jiwa, sesuai standar dari WHO, diperlukan 262.000 Tempat Tidur Rumah Sakit. Saat ini jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia adalah sebanyak 230.000 tempat tidur. Jadi masih kekurangan 32.000 tempat tidur rumah sakit. Untuk menyediakan rumah sakit dengan fasilitas tempat tidur rumah sakit tersebut, memerlukan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu menurut Prof. Rifki Muslim, ini adalah peluang untuk memanfaatkan wakaf sebagai sarana pendukung untuk mendirikan dan mengelola rumah sakit. Terbuka peluang untuk mendirikan rumah sakit wakaf di Indonesia.

dr. Burhanuddin Hamid, MARS menjelaskan bahwa saat ini sudah banyak rumah sakit yang berorientasi untuk menjadi rumah sakit syariah. Bukan hanya dari rumah sakit-rumah sakit Islam, tetapi juga dari rumah sakit umum ingin disertifikasi untuk memenuhi standar rumah sakit syariah. Sertifikasi standar rumah sakit syariah ini dilakukan oleh MUKISI (Majelis Upaya Kesehatan Seluruh Indonesia) sesuai standar dari DSN-MUI. Sampai dengan tahun 2018 ini sudah ada 50 rumah sakit syariah. Lebih lanjut dr. Burhanuddin Hamid, MARS menyatakan bahwa saat ini diperlukan kolaborasi berbagai stakeholder umat untuk mengembangkan rumah sakit syariah berbasis wakaf. Dengan kolaborasi ini diharapkan akan terwujud implementasi rumah sakit wakaf yang sehat dan banyak manfaat.

Adapun dr. Imam Rulyawan, MARS memaparkan bahwa saat ini Dompet Dhuafa telah mengelola lima rumah sakit wakaf, dan akan terus ditingkatkan jumlahnya. Dalam melakukan mobilisasi wakaf, Dompet Dhuafa menggunakan skema Wakaf Mubashir (Wakaf yang manfaatnya langsung bisa dinikmati oleh Maukuf Alaih) dan Wakaf Istismari (Wakaf melalui pengelolaan dan hasilnya untuk Maukuf Alaih). Dalam melakukan mobilisasi wakaf dompet dhuafa menggunakan berbagai sarana kampanye dan promosi yang bisa menjangkau calon wakif. Dengan pengelolaan rumah sakit berbasis wakaf yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa, diharapkan sebagian permasalahan kesehatan umat akan tertanggulangi dan akidah umat bisa dijaga dan ditingkatkan.


Pada kesempatan seminar ini juga diluncurkan Pusat Studi Wakaf Sekolah Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor. Pusat Studi Wakaf ini didirikan sebagai pusat kajian, pelatihan dan konsultasi wakaf yang dikelola oleh Universitas Ibn Khaldun. Pusat Studi Wakaf diharapkan akan ikut serta dalam mendukung pengembangan kajian dan penyebarluasan pengalaman praktik, sekaligus memberikan kontribusi dalam pengembangan wakaf di Indonesia.