20 November, 2009

Kewirausahaan Sosial Kurban


Ritual kurban pada masa lalu adalah peristiwa ibadah dan sosial yang monoton. Orang-orang membeli atau menitipkan hewan kurban kepada pengurus masjid untuk kemudian disembelih pada hari Raya Idul Adha. Dagingnya dibagikan kepada orang-orang miskin di sekitar masjid tersebut. Tidak sedikit warga sekitar masjid yang tidak miskin juga kebagian daging kurban. Setelah itu peristiwa kurban hanya menyisakan kotor, bau dan rencana mengulanginya lagi di tahun depan.
Tapi kemudian muncullah kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan kurban. Dompet Dhuafa (DD) mengawalinya dengan Tebar Hewan Kurban (THK). Kurban yang biasanya menumpuk di kota-kota besar dialihkan ke desa-desa pedalaman yang sering tak terjamah kurban. Juga ke daerah rawan pangan dimana masyarakatnya kekurangan protein hewani. Pun disampaikan ke para pengungsi di berbagai kawasan bencana di seluruh Indonesia. Daging kurban kini memiliki kesempatan untuk terbang kemana saja kita kehendaki guna menjumpai insan-insan tak berdaya.
Pengelolaan kurban seperti ini didukung oleh kerja keras dari para peternak kecil yang sejak jauh-jauh hari sudah dimodali untuk memelihara dan menggemukkan hewan ternak. Sebagian peternak itu juga berasal dari masyarakat tanpa mata pencaharian yang telah dibimbing usaha peternakan. Saat musim kurban tiba, hewan ternak itu akan dipanen atau dijual dalam rantai distribusi pengelolaan kurban. Setiap peternak pun akan memetik jasa menggemukkan atau meraih keuntungan penjualan hewan kurban. Hasil jasa atau keuntungan penjualan ini dapat digunakan untuk membeli ternak baru untuk melanjutkan usaha ternaknya.
Dukungan pengelolaan kurban seperti ini juga dilakukan oleh mitra pelaksana penyembelihan dan pendistribusian daging kurban. Uang kurban yang didapat dari pekurban di kota-kota besar melalui DD akan ditransfer ke mitra pelaksana penyembelihan dan pendistribusian daging di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dengan uang yang diterima dari DD, mitra pelaksana akan membeli hewan kurban untuk disembelih dan dagingnya akan didistribusikan kepada masyarakat yang kekurangan. Mitra pelaksana tentu saja mendapat jasa pengelolaan dari selisih dana kurban yang diterima dari DD dan harga hewan kurban yang mereka beli. Mitra pelaksana yang umumnya adalah yayasan, pesantren, sekolah dan lembaga dakwah Islam akan memanfaatkan selisih dana yang diperoleh untuk membantu karya sosial yang mereka lakukan.
Di DD sendiri, hasil jasa pengelolaan atau keuntungan dari kegiatan THK sebagiannya digunakan untuk mendukung operasional lembaga dalam rangka memberdayakan masyarakat termasuk para peternak kecil. Sebagian lagi dari hasil tersebut digunakan untuk membantu kaum fakir dan miskin baik dalam rangka memenuhi hajat hidup mereka, maupun dalam rangka memfasilitasi karya produktif berkelanjutan guna menopang kehidupan.
Seluruh rangkaian program THK ini adalah contoh nyata dari praktek kewirausahaan sosial yang telah dikembangkan DD selama ini. Yaitu sebuah upaya mengembangkan kegiatan ekonomi produktif dan penciptaan laba yang didedikasikan guna manfaat sosial seluas-luasnya. Sebuah proses dari hulu sampai hilir yang memberikan nilai tambah ekonomi dan sosial sekaligus. Inilah makna kewirausahaan sosial kurban.

24 October, 2009

Harapan untuk Menteri Agama Baru

Nahkoda urusan agama di Indonesia saat ini ada di tangan Pak Suryadharma Ali. Politisi dari PPP ini telah dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia yang baru. Ada banyak harapan masyarakat tertuju kepada beliau dalam pengembangan keagamaan di Indonesia. Sebagai Menteri Agama, Pak Surya akan melingkupi seluruh agama yang dianut bangsa Indonesia, termasuk agama Islam yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.

Khusus di bidang zakat, ada banyak agenda yang sudah menunggu Pak Surya. Agenda zakat tersebut antara lain adalah amandemen Undang-Undang No. 38 tahun 1999 yang saat ini masih terserak di DPR. Draft revisi UU No. 38/1999 yang sudah lebih dari setahun ini bergulir di DPR, masih menunggu beberapa proses untuk masuk di Baleg DPR sehingga bisa segera diagendakan sebagai materi RUU yang harus diprioritaskan untuk dibahas pada tahun 2010. Substansi dari revisi UU tersebut adalah penataan kelembagaan zakat, penempatan zakat sebagai pengurang pajak dan penguatan posisi hukum zakat untuk dapat ditunaikan dengan sebaik-baiknya oleh orang Islam yang mampu.
Dalam kerangka penataan kelembagaan zakat, maka sudah saatnya apabila saat ini dilakukan peningkatan kapasitas Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang terdiri dari BAZ dan LAZ. Penguatan OPZ menjadi mendesak, karena saat ini sudah sedemikian banyak masyarakat yang menaruh harapan besar dengan kehadiran OPZ tersebut, termasuk besarnya dana yang diamanahkan. Beberapa di antara OPZ tersebut belum memenuhi kapasitas dan kompetensi yang memadai untuk mengelola dana zakat dengan amanah dan profesional. OPZ tersebut perlu di-up grade sehingga memenuhi kelayakan sebagai OPZ yang berkualitas.

Dalam kerangka pengembangan kapasitas OPZ, setelah kualitasnya ditingkatkan, maka OPZ juga perlu diawasi dengan sebaik-baiknya. Dengan pengawasan yang baik, maka tidak akan muncul BAZ atau LAZ liar yang mengelola dana zakat secara tidak sah atau menyimpang dari aturan syariah. Pengawasan juga akana mengurangi adanya LAZ yang telah dikukuhkan pemerintah, tapi tidak beroperasi lagi atau sudah tidak memenuhi lagi standar kinerja sebagai LAZ, sehingga seharusnya sudah dicabut pengukuhannya. Tentu pencabutan pengukuhan hanya dilakukan bila telah dibina, tapi tidak ada perubahan yang signifikan.

Mendesak juga saat ini untuk mengarahkan pencapaian kordinasi dan sinergi di antara OPZ. Banyaknya OPZ yang sekarang ini melayani masyarakat harus ditata dan diarahkan agar mampu sinergis dan koordinatif sehingga menghasilkan manfaat yang lebih efektif dan efisien dalam rangka membantu serta memberdayakan masyarakat mustahik. Proses koordinasi dan sinergi juga akan menjauhkan OPZ dari tumpang tindih kegiatan dan lambatnya proses pemberdayaan zakat.

Sebagai bagian dari keperluan penataan zakat secara keseluruhan, maka adanya blue print zakat yang dijadikan rujukan berbagai pemangku kepentingan zakat di Indonesia juga sudah sangat mendesak. Blue print tersebut harus disusun dengan melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan dalam urusan zakat di Indonesia termasuk tentu saja pemerintah sebagai unsur yang sangat menentukan.

Akhirnya, kita patut menyampaikan selamat bertugas kepada Pak Surya dalam rangka mengemban tugas yang sangat berat sebagai Menteri Agama. Mari Kita dukung tugas beliau dengan melakukan kerjasama secara elegan, santun dan multi manfaat bagi kepentingan masyarakat seluas-luasnya.

14 October, 2009

Penjual Ginjal dan Harapan Bebas Derita

Bentangan derita yang dialami masyarakat Indonesia begitu meluas. Saat ribuan para pengungsi gempa di Jawa Barat masih menghuni tenda-tenda darurat, terjadi lagi gempa di Sumatera Barat dan Jambi. Gempa di Suma tera Barat yang begitu keras mengguncang dengan kekuatan 7,6 SR, membuat dampak yang lebih memprihatinkan. Diduga lebih dari seribu orang meninggal, ribuan orang mengalami luka dan ribuan bangunan serta rumah hancur. Rangkaian terjadinya gem pa ini terus memperpanjang daftar korban dan para pengungsi sebagai akibat bencana.

Pada saat yang sama, masyarakat In donesia juga belum sepenuhnya terbebas dari himpitan kemiskinan. Angka pengangguran yang masih tinggi, rendahnya pendapatan dan kenaikan harga yang terus terjadi atas berbagai barang konsumsi juga telah menim bulkan tekanan hidup yang sedemikian hebat bagi sebagian orang yang menghuni bumi Indonesia ini. Perilaku curang sebagian orang yang ingin segera memperkaya diri dengan mengeksploitasi kesulitan ekonomi orang lain, juga turut memperburuk kehidupan sebagian masyarakat kita. Pola hidup konsumtif dan gaya hidup materialis yang tidak diimbangi dengan pendapatan yang cukup telah menjatuhkan sebagian masyarakat menengah bawah ke dalam lembah kesengsaraan ekonomi.

Belenggu kemiskinan telah menjadi monster mengerikan yang menghantui kehidupan sebagian orang. Tidak sedikit masyarakat yang karena kemiskinan mengambil jalan pintas yang sangat meng khawatirkan, bahkan kadang ada yang akhirnya terjerumus melakukan tindakan kriminal. Bagi sebagian orang yang sudah lama merasakan betapa menderita hidup dalam kemiskinan, kadang dirasakan kehidupan ini telah menjadi jalan gelap yang seolah tak ada jalan keluar.

Perasaan seperti ini pernah terjadi pada Arman Herman, seorang Bapak yang melalui media televisi pernah menawarkan ginjalnya untuk dijual dalam rangka menghidupi keluarganya. Pak Arman (32 tahun) yang berasal dari Rangkas Bitung, Banten ini sebelumnya bekerja sebagai operator forklift di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang pembuatan gypsum. Pak Arman berpendidikan SLTA, sudah menikah dan mempunyai anak satu orang. Di Perusahaan ini Pak Arman gajinya dibayar harian yaitu sebesar Rp 22.500,- per hari. Jika ada pekerjaan lembur, maka ia dapat tambahan Rp 4.000,- per jam.

Pada akhir Juni 2009 pekerjaanya sebagai operator forklift di putus kontrak, guna memperbaiki kehidupannya, Pak Arman memutuskan untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Bekal yang dibawanya, sebuah tas ransel berisi beberapa berkas seperti foto copy ijazah, foto copy sertifikat dan beberapa lembar kertas folio bergaris untuk menulis lamaran. Oleh mertuanya, ia dibekali uang Rp 250.000,- . Adik iparnya juga meminjaminya satu unit handphone yang masih berfungsi.

Selama empat hari berkelana di Jakarta, ia tinggal sementara di masjid Istiqlal. Ketika ia shalat Maghrib di masjid itu, tas yang berisi bekal dan berbagai berkas lenyap dicuri orang saat diletakkan di pinggir tembok. Semua berkas, termasuk dompet berisi uang yang ditaruhnya di dalam tas, hilang tanpa bekas. Sejak itu, ia mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Untuk mendapatkan makanan setiap hari, ia menawarkan diri untuk menjadi pencuci piring di warung-warung di pinggir jalan. Harapannya, ia mendapatkan sepiring nasi dan sedikit lauk pauk untuk mengisi perutnya.

Memasuki awal Ramadhan 1430 H lalu, ia pindah pangkalan di masjid Bank Indonesia di kawasan Tanah Abang Jakarta Pusat. Ketika ia sedang berzikir usai shalat, seseorang berjubah putih memberinya uang Rp 50.000,- Uang itu digunakan untuk menelepon keluarganya, yang selama lebih dari 3 bulan tidak ada kabar beritanya.

Dari hubungan telepon itu, ia mengetahui bahwa anaknya sakit. Mendengar anaknya sakit, terpikir olehnya, bagaimana mendapatkan sejumlah uang secara cepat, tidak hanya untuk mengobati anaknya, tetapi juga untuk membantu kesejahteraan anak dan keluarganya. Ia pun rajin membaca-baca koran, majalah, dan beberapa buku, sampai akhirnya terpikir untuk menjual satu ginjalnya. Dari bacaannya, ia mengetahui bahwa harga satu ginjal mencapai ratusan juta Rupiah, dan banyak orang bisa hidup normal hanya dengan satu ginjal.

Mulai tanggal 20 Ramadhan 1430 H, ia pindah pangkalan lagi ke Masjid Cut Meutia di kawasan Menteng Jakarta. Di Masjid Cut Meutia ini, pada suatu pagi, ia melihat mobil-mobil dari beberapa stasiun televisi parkir di halaman mesjid. Rupanya ada liputan pers di masjid itu. Di tempat itu, ia juga menemukan selembar kertas dan sebuah pulpen. Ia pun menuliskan keinginannya untuk menjual ginjalnya di kertas itu. Ia juga menuliskan nama dan alamatnya di kertas itu. Bukan alamat rumah yang ia tuliskan, tetapi alamat masjid Cut Meutia. Dimasukkannya kertas itu pada sebuah amplop. Untuk selanjutnya amplop tersebut diserahkan kepada pengemudi mobil dari salah satu stasiun televisi.

Sang pengemudi akhirnya menyerahkan surat itu kepada produser acara dari stasiun televisi itu. Sang produser pun menemuinya, dan bertanya tentang banyak hal, seputar perjalanan hidupnya. Atas perintah sang produser, pengemudi mobil kemudian menjemputnya di masjid Cut Meutia untuk menjadi tamu pada sebuah acara di salah satu stasiun televisi. Melalui acara di televisi ini, Pak Arman mengungkapan keinginannnya untuk menjual ginjalnya.

Saat hadir di acara tersebut Pak Arman bertemu dengan Rektor Institut Kemandirian Dompet Dhuafa (DD), yaitu Bapak Zainal Abidin. Atas nasehat dan saran dari Pak Zainal, Pak Arman akhirnya bersedia untuk mengikuti pelatihan dan magang usaha mengelola toko handphone. Selama pelatihan, keperluan hidup Pak Arman dibantu dari sumbangan donatur yang masuk melalui acara televisi yang diikutinya. Selepas pelatihan dan magang ini, Pak Arman bertekad menjadi peng usaha handphone dibantu Institut Keman dirian DD.

Fakta kisah Pak Arman di atas menunjukkan bahwa meskipun beratnya hidup ini dijalani, tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan. Kemiskinan yang membelenggu kita, tidak boleh membuat kita berputus asa dan melakukan tindakan kriminal. Melalui pertemuannya dengan Pak Zainal, Pak Arman pun akhirnya disadarkan bahwa uang bukanlah segala-galanya dalam hidup ini. Uang bukanlah jaminan kebahagian satu-satunya bagi keluarga, akan tetapi bekerja keras, berusaha sendiri, tidak kenal menyerah dan bertawakal kepada Allah lah yang mampu menjaga kita dari keterpuruk -an kemiskinan. Rama Zirasa/ZA/ADV

08 October, 2009

SINERGY of ZAKAT MANAGEMENT on MABIMS COUNTRIES

SINERGY of ZAKAT MANAGEMENT
on MABIMS COUNTRIES
(Brunei, Indonesia, Malaysia and Singapore)


INTRODUCTION :
History Of Zakat Management on South East Asia
 Before 1990, zakat managed with traditional style
 Early 1990, Initiating management of zakat with professional‘s model or corporate approach
 Many zakat Institution in Southeast Asia success to collect zakat
 Interaction and relation between zakat institution in Southeast Asia at 2000, delivery need to exchange experiences and improve skills


South East Asia’s Zakat Conference
 South East Asia Zakat Conference, Kuala Lumpur, 13-15 March 2006 : initiating SEA Zakat Council
 SEA Zakat Council recognized by MABIMS as MABIMS Zakat Council (November 2006)
 South East Asia Zakat Conference II, Padang 30 October – 6 November 2007
 Forming and organizing MABIMS Zakat Council

Roles of MABIMS Zakat Council
1. Decide the case surrounding the issues of zakat at the regional level, both in terms of jurisprudence (Fikih) and management
2. Standardizing the zakat management competence, whether at the level of Amil, and organizational management
3. Conducting studies and research for zakat development in Southeast Asia
4. Conduct seminars, trainings and workshops in order to improve the quality of Zakat management
5. Conduct cooperation in the framework of the use or zakat distribution especially in the framework of realization of the pilot project in Southeast Asia
6. Initiate the formation of a regional zakat council in various regions other parts of the world.

Program Sinergy
1. Enabling Secretariat of MABIMS Zakat Council
2. Develop Jurisprudece of Zakat (Fikih Zakat) for southeast Asia
3. Develop Zakat Management Guide
4. Jointly conduct seminars and training about zakat
5. Conduct research zakat
6. Publishes Book, Magazine or Journal Zakat
7. Exchange or internship Amil zakat in other countries
8. Conduct joint program (pilot Project) of zakat


Note : This paper is pointer presentation on behalf Ahmad Juwaini as Chief of Indonesia Zakat Organization Association on MABIMS Zakat Council meeting, 5-7 October 2009

03 September, 2009

Zakat Emang Ajiib

Casidin, pemuda asal Indramayu, sudah diingatkan oleh Bapaknya agar tidak melanjutkan sekolah sejak lulus SD. “Wis le, ora usah sekolah, Bapak ora gaduh duit (sudahlah nak, tak usah sekolah, Bapak tidak punya uang – Red)”. Bapaknya Casidin adalah tukang kayu serabutan, sementara ibunya hanya menjual nasi goreng yang untungnya hanya cukup buat jajan adik-adik Casidin. Tapi Casidin tidak berputus asa, dia terus berusaha untuk sekolah dengan berbagai cara. Sampai akhirnya ketika Casidin lulus SMA dan bingung karena ingin kuliah, tapi tidak punya uang. Seorang pengurus masjid dekat tempatnya tinggal memberitahukannya untuk meminta bantuan ke Dompet Dhuafa (DD). Singkat cerita akhirnya Casidin bisa kuliah di IKIP Jakarta dan lulus dengan bantuan beasiswa dari DD. Kini Casidin telah bekerja sebagai guru di salah satu sekolah Islam ternama di bilangan kebayoran Jakarta Selatan dengan penghasilan lumayan.

Kisah Casidin adalah contoh bergunanya zakat untuk membantu mengubah kehidupan seorang yang berasal dari keluarga miskin dan mengalami kesulitan dalam pendidikan, akhirnya mampu hidup mandiri. Pengalaman seperti Casidin juga dirasakan oleh Mila mahasiswi yang mampu kuliah di UI berkat dukungan beasiswa dari DD. Setelah lulus kuliah, Mila bekerja di perusahaan kenamaan. Kini Mila pun bisa membantu kehidupan adik-adiknya dan menyisihkan sebagian penghasilannya lagi untuk kegiatan sosial melalui DD.

Dalam bentuk yang hampir sama, Muhammad Husein, remaja yang berlatar belakang keluarga tidak mampu asal Bojong Gede Bogor, selepas SD berkesempatan mengikuti pendidikan di SMART Ekselensia Indonesia yang dibiayai dari dana zakat yang dikelola DD. Selama mengikuti pendidikan di SMART EI pernah menjadi juara 3 Olimpiade Fisika tingkat Nasional. Saat ini Muhammad Husen diterima di UI jurusan Sistem Informasi. Masih banyak penerima manfaat zakat yang dikelola DD dalam bidang pendidikan yang akhirnya menjadi mandiri.

30 Tahun yang lalu, saat belum ada model pengelolaan zakat yang profesional, tidak pernah terbayangkan bahwa zakat akan mempengaruhi sendi kehidupan umat Islam di Indonesia secara signifikan. Saat itu tak pernah terpikirkan akan hadir kisah-kisah keajaiban di seputar zakat. Dari mulai pemuda penganggur yang tertolong hidupnya setelah diberikan pelatihan dan modal usaha sehingga punya usaha sendiri, pemuda dengan ekonomi pas-pasan yang akhirnya bisa bersekolah di luar negeri, seorang Ibu yang mampu dioperasi tumor ganasnya setelah lebih dari tujuh tahun tumor itu bersarang di kening Sang Ibu, atau kisah beberapa anak muda yang diberi modal hanya 1 – 2 juta akhirnya mampu mengembangkan usaha dengan asset 36 Milyar dan mempekerjakan lebih dari 50 orang karyawan.

Zakat adalah ajaran Islam yang pernah mewarnai sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw, sampai kepada generasi sahabat dan para khalifah sesudahnya. Zakat akan senantiasa hadir dengan keajaibaannya manakala disadari dan dikelola dengan tepat. Tetapi kaum muslimin pernah melalaikannya, salah paham dan tidak mengelolanya dengan baik. Maka zakatpun seperti tidak pernah menampilkan keindahannya di tengah-tengah umat.

Umat Islam lebih senang membayarkan zakat sendiri-sendiri, langsung dibagi-bagi kepada mustahik atau orang miskin, mereka tidak lagi menyalurkan zakat kepada pengelola zakat yang amanah untuk didayagunakan dalam rangka mengatasi kemiskinan. Umat Islam begitu bangga beribadah zakat sendiri-sendiri , tidak termobilisasi dan habis begitu saja setiap kali dibagikan, tanpa sisa, tanpa bekas, bagai ombak tinggi di tengah lautan yang terhempas habis menjadi buih di tepi pantai.

DD sebagai Organisasi Pengelola Zakat adalah salah satu contoh fenomena zakat di Indonesia. Lahir dari rahim kepedulian Harian Republika. Pada tanggal 2 Juli 1993 DD dirintis dengan kesederhanaan, hanya dikelola dua orang dengan ruang kantor sempit, komputer pinjaman dan tidak memiliki dana operasional. Saat itu urusan zakat masih dipandang sebelah mata, mengumpulkan zakat dari masyarakat bagai menemukan jarum di tumpukan jerami. Tak banyak uang zakat yang bisa dikumpulkan dari masyarakat

Meski dengan pedih perih serta penuh cobaan dan tantangan, Dompet Dhuafa terus memperjuangkan penyadaran dan pengelolaan zakat yang amanah dan profesional kepada masyarakat. Melalui kesungguhan dan ketabahan yang tiada terkira, perjalanan dari tahun ke tahun, akhirnya DD mulai mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, DD pun kini telah menjadi salah satu pengelola zakat terbesar di Indonesia.

Dari hanya mengumpulkan dana 87 juta setahun, menjadi hampir 80 Milyar pertahun, dari hanya dikelola dua orang, menjadi lebih dari 50 orang, dari hanya dikelola menggunakan komputer sederhana pinjaman, kini telah dilengkapi dengan sarana dan fasilitas kantor yang memadai dan modern. Dari hanya kantor kecil di pojok warung buncit Jakarta selatan, kini telah menyebar ke seluruh Indonesia dan membuka cabang dan perwakilan di berbagai negara.

DD juga telah membantu jutaan orang miskin di Indonesia, mendirikan rumah sakit dan klinik gratis di berbagai daerah, mendirikan dan mengelola sekolah unggulan gratis serta membantu ribuan anak-anak sekolah di Indonesia, memberikan beasiswa kepada lebih dari 1000 orang mahasiswa, melatih lebih dari 7.500 guru, mendirikan dan membina lebih dari 120 BMT dan berpartisipasi menolong lebih dari 50.000 nasabahnya, membangun dan mengembangkan peternakan dengan 12.000 ekor domba dan sapi untuk menolong peternak, serta mengembangkan program pertanian guna menolong lebih dari 2000 petani. Saat ini DD juga sedang dan akan mengembangkan kawasan pemberdayaan masyarakat terpadu dalam lingkup kecamatan di 20 wilayah di seluruh Indonesia, sebagai tonggak perubahan kemandirian masyarakat yang berasal dari dana zakat.

DD bercita-cita agar pada masa depan ketika mobilisasi zakat semakin besar, maka zakat betul-betul mampu didayagunakan untuk menolong orang miskin untuk keluar dari kemiskinannya. Dana zakat digunakan untuk mengelola rumah sakit yang digratiskan bagi orang miskin di seluruh propinsi, mendirikan sekolah dan perguruan tinggi yang digratiskan bagi orang miskin di seluruh Indonesia. Dana zakat pada masa depan juga akan digunakan untuk mendirikan atau membeli perusahaan-perusahaan besar yang kepemilikannya akan diserahkan kepada orang miskin, mempekerjakan orang miskin dan keuntungannya untuk menyejahterakan orang miskin. Sehingga pada suatu hari nanti di pusat-pusat bisnis akan hadir perusahaan-perusahaan raksasa yang kepemilikannya berasal dari dana zakat.

Bila cita-cita itu tercapai, maka sebagian besar orang miskin akan tertolong, umat Islam akan bangga dan terhormat, karena zakat telah menghadirkan keajaiban dan kedahsyatannya kembali di muka bumi. Pantaslah bila kita kemudian berucap : “Zakat Emang Ajiib…!”

22 July, 2009

The Meaning of Zakat

What is Zakât?
"Take from their wealth a portion for charity, in order to clean them thereby, and sanctify them."

Literal Meaning: Zakat means grow (in goodness) or 'increase', 'purifying' or 'making pure'. So the act of giving zakat means purifying one's wealth to gain Allah's blessing to make it grow in goodness.
--Source: Definition from the Zakat Collection Center in Kuala Lumpur.

One of the most important principles of Islam is that all things belong to God, and that wealth is therefore held by human beings in trust. The word zakat means both 'purification' and 'growth'. Our possessions are purified by setting aside a proportion for those in need, and, like the pruning of plants, this cutting back balances and encourages new growth.

Zakah not only purifies the property of the contributor but also purifies his heart from selfishness and greed. It also purifies the heart of the recipient from envy and jealousy, from hatred and uneasiness and it fosters instead good-will and warm wishes for the contributors.
--Source: Zakat (the Alms Tax)

ZAKAT: (Alms) The Zakat is a form of giving to those who are less fortunate. It is obligatory upon all Muslims to give 2.5 % of wealth and assets each year (in excess of what is required) to the poor. This is done before the beginning of the month of Muharram, the first of new year. Giving the Zakat is considered an act of worship because it is a form of offering thanks to God for the means of material well-being one has acquired. --An introduction to Islam

Zakât: A certain fixed proportion of the wealth and of the each and every kind of the property liable to Zakât of a Muslim to be paid yearly for the benefit of the poor in the Muslim community. The payment of Zakât is obligatory as it is one of the five pillars of Islam. Zakât is the major economic means for establishing social justice and leading the Muslim society to prosperity and security. [See Sahih Al-Bukhari, Vol. 2, Book of Zakât (24)]. --Glossary

Paying zakat is Fard (compulsory). The Qur'an says that only those who pay zakat are in the "brotherhood of faith". The Holy Qur'an also says that Zakat purifies assets and creates virtue ( SU:9 103 ). Zakat is a 2.5% levy on most valuables and savings held for a full year if their total value is more than a basic minimum known as nisab. At present nisab is $1,050 or an equivalent amount of any other currency. Cash money in your bank and building society accounts, and the release value of bonds, securities and shares in any form are zakatable if they are purchased as an investment. There is no Zakat on family home or household furniture, carpets, car, etc. But if a property ...
--Source: What is Zakat?

Zakat is distributed among 8 asnaf (categories) of people, namely:

1. Fakir - One who has neither material possessions nor means of livelihood.
2. Miskin - One with insufficient means of livelihood to meet basic needs.
3. Amil - One who is appointed to collect zakat.
4. Muallaf - One who converts to Islam.
5. Riqab - One who wants to free himself from bondage or the shackles of slavery. (In Singapore, zakat due to this category of recipients is spent on those who need help to pursue education or to improve their standard of living).
6. Gharmin - One who is in debt (money borrowed to meet basic, halal expenditure).
7. Fisabillillah - One who fights for the cause of Allah.
8. Ibnus Sabil - One who is stranded in journey.

(Source: MUIS in Singapore)

The Holy Qur'an (Sura Al-Tauba: 60) classifies the due recipients of zakat under the following eight categories.

"Zakat is for the poor, and the needy and those
who are employed to administer and collect it,
and the new converts, and for those who are in
bondage, and in debt and service of the cause
of Allah, and for the wayfarers, a duty ordained
by Allah, and Allah is the All-Knowing, the
Wise".

[Source: Guide to Zakat - By Dr. Abdul-Satar Abu Qhodda]

15 July, 2009

Surat Aneh


Surat  Aneh
Beberapa tahun yang silam, ada sebuah surat yang cukup  unik datang ke kantor Dompet Dhuafa (DD).  Biasanya setiap hari lebih dari 20 surat permohonan bantuan singgah ke kantor DD. Pada umumnya, surat permohonan bantuan itu isinya agak panjang, berhubung hendak menceritakan masalah dan mengajukan bantuan. Tidak sedikit dari surat-surat itu yang ditulis panjang lebar dengan narasi yang memilukan. 
Tapi hari itu, datang sebuah surat yang tidak biasanya. Setelah dibuka, isinya ternyata hanya satu kalimat saja. Kalimat itu berbunyi : “Jika diizinkan, saya akan datang ke kantor Dompet Dhuafa.”  Kita semua yang membacanya tentu merasa heran terhadap surat ini. Sepanjang sejarah DD, belum pernah ada surat yang isinya seperti itu. Karena itu kemudian, kita segera membalas surat itu dengan jawaban : “Silakan Bapak datang ke kantor Dompet Dhuafa, Pada hari ... (tertentu), jam ... (tertentu).”
Pada hari dan jam yang dijanjikan, kita telah menanti tamu yang akan datang. Beberapa saat kemudian masuklah seorang lelaki dengan perawakan pendek dan agak kurus. Kedua tangannya (maaf) putus dari pangkal lengan, dan kedua kakinya seperti pernah mengalami sakit polio (dengan bentuk sedikit agak melengkung). Menyaksikan kehadiran lelaki tersebut, segeralah  kita mengerti  mengapa Lelaki tersebut menulis surat seperti itu. Rupanya, dia ingin kita melihat saja secara langsung kondisi dirinya. Batinnya mungkin berkata, “tak perlulah saya menceritakan panjang lebar, cukuplah anda lihat sendiri, barulah anda mengerti apa yang saya maksudkan.”
Melihat kehadiran lelaki tersebut dan mengerti kondisi yang dialami oleh lelaki tersebut, kami pun bergegas menawarkan bantuan kepada beliau. Salah seorang karyawan DD kemudian berkata, “Pak, apa yang bisa DD lakukan, untuk bisa membantu Bapak ?” Lelaki tersebut kemudian menjawab, “Saya mohon DD membantu saya satu...saja, mohon DD membelikan saya satu buah mesin ketik.” Mendengar ungkapan bahwa lelaki itu ingin dibelikan mesin ketik, karyawan DD pun bertanya lagi, “Mohon maaf Bapak, apakah anak Bapak ada yang sedang ditugasi menulis paper atau makalah, seperti itu ?”  Lelaki itu pun menjawab lagi, “Oh..., bukan..., mesin ketik itu bukan untuk anak saya, tapi untuk saya, saya biasa mengetik kok...”  mendengar jawaban tersebut,  karyawan DD pun terperanjat, sehingga terucap, “Mengetik dengan....?” Spontan lelaki itu pun menjawab, “Saya biasa mengetik dengan kaki saya...” Seterusnya lelaki itu pun melanjutkan, “Kalau Bapak berjalan-jalan di kawasan Pasar Senen, di sana akan terlihat banyak kios-kios jasa mengetik, salah satunya adalah kios saya. Saya biasa melayani jasa mengetik. Cuma selama ini mesin ketiknya punya toke saya. Sehingga hasilnya dibagi dua. Saya bermimpi, jika saya punya mesin ketik sendiri, mungkin hasilnya jadi lebih besar...”   
Mendengar penuturan lelaki itu, tiba-tiba saja terasa ada pukulan keras menghantam ulu hati kita yang mendengarnya. Bagaimana tidak, ada seorang lelaki yang mengalami cacat fisik, yang sesungguhnya teramat pantas dikasihani dan disantuni setiap saat, akan tetapi ternyata yang diharapkannya justru adalah bantuan yang membuatnya bisa tetap berusaha dan produktif. Lelaki itu bukan ingin dibantu sehingga tergantung pada belas kasihan orang lain, tetapi justru ingin dibantu yang membuatnya mandiri dan tegak di atas kekuatannya sendiri.
Lelaki itu laksana malaikat yang dihadirkan kepada kita untuk menyampaikan pesan agar kita lebih menghargai diri kita dengan berusaha menjadi manusia yang produktif dan mandiri. Karena pada zaman sekarang ini, betapa banyak anak muda, fisiknya utuh, tubuhnya sehat dan kuat, tetapi jiwanya lemah dengan ingin dikasihani dan mengharap iba dari orang lain. Betapa banyak manusia di dunia ini, yang kondisi fisiknya jauh lebih baik dari Bapak tersebut, tetapi hidupnya ingin bergantung kepada belas kasihan dan santunan orang lain. 
Kepada Bapak tersebut, DD akhirnya membelikan satu buah mesin ketik baru, sambil dalam hati berucap, “Terima kasih Bapak, telah datang dan seolah menasehati kami, sungguh kehadiran Bapak telah membawa kesan mendalam untuk kami.”


26 June, 2009

Dikejar Sepeda

Beberapa hari yang lalu, saat sore hari sepulang dari beraktivitas di Jakarta Pusat, saya menyusuri jalan HR. Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan. Berbarengan dengan jam pulang kantor seperti itu, kawasan ini sudah langganan dipadati kendaraan yang menyebabkan jalanan menjadi macet. Saya bersama seorang teman mengendarai mobil kantor yang dibadannya tertulis nama Dompet Dhuafa Republika dan nomor telepon kantor kami. Dalam situasi macet seperti itu, tentu saja kendaraan kami hanya bisa berjalan perlahan diselingi berhenti sejenak.
Tanpa kami sadari, rupanya di belakang kami ada pengendara sepeda yang mengejar mobil yang kami kendarai. Entah berapa lama pengendara sepeda tersebut membuntuti mobil kami, sampai kemudian, tiba-tiba dia telah berada di samping pintu mobil, dimana saya duduk di dalamnya. Saya baru mengetahuinya, ketika kaca mobil samping kami diketok-ketok dengan keras oleh pengendara sepeda tersebut. Dengan rasa kaget, saya berusaha untuk membuka kaca mobil dengan hati-hati. Saya ingin mengetahui apa yang diinginkan orang tersebut. Begitu kaca mobil kami terbuka, orang tersebut berkata : “Ada brosur Dompet Dhuafa, Pak ? Saya mau tahu nomor rekening Dompet Dhuafa, karena saya ingin menyumbang melalui Dompet Dhuafa”.
Mendengar perkataan orang tersebut, saya segera berpikir keras, apakah di mobil kami ada brosur dan ada informasi nomor rekening lembaga kami. Saya segera mengingat kartu nama saya yang tersimpan di saku baju saya. Di balik kartu nama kami, selalu tercantum nomor rekening lembaga kami. Saya pun segera menyerahkan kartu nama saya kepada orang tersebut. Selang beberapa detik kemudian, teman saya sudah menemukan brosur lembaga kami yang tersimpan di belakang jok kursi mobil yang kami duduki. Brosur itu pun segera saya serahkan juga kepada orang tersebut. Begitu orang tersebut menerima brosur dari saya, dia berkata : “Terima kasih, Pak..!” sambil berlalu dengan sepedanya. Saya masih sempat membaca dibelakang sadel sepeda orang tersebut tertulis : Bike to Work. Sepeda dengan pengendaranya melesat dan hilang di antara kerumunan mobil yang merayap di jalan kawasan Kuningan.
Besok paginya, begitu saya sampai di kantor, saya menyempatkan diri membuka-buka email yang masuk di kotak surat saya. Di dalamnya saya menemukan sebuah email dengan judul Terima kasih. Rupanya pengendara sepeda itu telah berkirim email melalui alamat email yang tercantum pada kartu nama saya yang saya serahkan kepada beliau. Bunyi emailnya seperti ini :

Ass. Wr. Wb,
Pak, maaf kalau kejadian tadi saat aku mengetuk pintu mobil Bapak
di Jl. Rasuna said mengagetkan Bapak.
Ini terpaksa karena saat itu saya pengen berinfak ke DD tapi tak punya no. Rekening-nya.

Terima kasih. Dari kami, pengendara sepeda yg mengetuk pintu mobil Bapak.

Wassalaam.
Maman

Saya pun membalas email tersebut dengan menuliskan :

Waalaikum salaam..
Terima kasih atas perhatian Pak Maman,
Saya dapat memahami dan memaklumi kejadian itu Pak, jadi hal itu tidak
menjadi masalah buat kami. Kami justru senang dan bangga telah mendapatkan
perhatian dan kepercayaan dari Bapak. Kami senantiasa terinspirasi untuk
senantiasa menjaga amanah masyarakat, melalui perhatian orang-orang seperti
Bapak.

Terima kasih,
Wassalaam
Ahmad Juwaini

Selesai membalas surat tersebut, saya dengan haru bersyukur, karena ternyata masih begitu banyak masyarakat yang menaruh harapan dan kepercayaan kepada lembaga kami. Menjadi tugas kami untuk secara sungguh-sungguh menjaga kepercayaan itu dengan sebaik-baiknya.

Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia

Islam ditegakkan melalui lima tiang utama yang disebut sebagai Rukun Islam. Fondasi utama Islam ini terdiri dari Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji. Zakat adalah ajaran Islam yang pernah mewarnai sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw, sampai kepada generasi sahabat dan para khalifah sesudahnya. Khalifah Abu Bakar Siddiq pernah memaklumkan perang kepada kaum muslimin yang ingkar menunaikan zakat. Sementara Khalifah Umar Bin Khattab telah mengembangkan Baitul Mal sebagai sarana pengelolaan zakat dan keuangan umat Islam.

Zakat pernah membuktikan telah menjadi faktor penting dalam mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan. Saat itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat. Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak layak lagi menerima zakat.

Zakat sebagai sumber daya ekonomi umat yang besar akan senantiasa hadir dengan kekuatannya manakala disadari dan dikelola dengan tepat. Tetapi kaum muslimin pernah melalaikannya, karena salah paham dan tidak mengelolanya dengan baik. Kesalah pahaman zakat menjadikan zakat tidak ditunaikan dan didistribusikan dengan tepat. Sementara pengelolaan zakat yang bersifat individualis dan sesaat menyebabkan zakat tidak dapat dimobilisasi dan didayagunakan dalam rangka mendanai keperluan strategis umat. Jadilah zakatpun seperti tidak pernah menampilkan keindahannya di tengah-tengah umat. Zakat seperti raksasa besar yang masih tidur dalam lelapnya, meskipun sudah menggeliat tapi dampaknya belum banyak berarti.

Berdasarkan hasil perhitungan dan survey, sesungguhnya potensi zakat di Indonesia memiliki jumlah yang besar. Seperti hasil survey potensi zakat (termasuk sumbangan lainnya) yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN pada tahun 2005 menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai 19,3 Trilyun per tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa kekuatan zakat di Indonesia sangat besar. Banyak hal bisa dilakukan untuk menolong dan menyejahterakan umat dengan dana zakat sebesar itu. Belum lagi potensi kelembagaan zakat yang sangat besar, yang dapat dijadikan sebagai jaringan kepedulian dan pengentasan kemiskinan.

Dengan menyadari akan besarnya potensi kekuatan zakat di Indonesia, maka segenap komponen umat Islam di Indonesia harus melakukan berbagai langkah dalam rangka optimalisasi kekuatan zakat tersebut. Semua elemen kepentingan zakat di Indonesia harus bahu-membahu untuk mengambil langkah dalam rangka membangunkan kekuatan zakat Indonesia.

Peningkatan Mobilisasi Zakat
Selama ini umat Islam di Indonesia telah berupaya untuk melaksanakan kewajiban berzakat. Pada umumnya yang dipahami oleh umat Islam di Indonesia adalah pembayaran zakat itu sebatas pembayaran zakat fitrah yang ditunaikan pada bulan Ramadhan sampai menjelang sholat Idul Fitri. Masih banyak umat Islam yang lalai membayar zakat harta (Mal). Lingkup zakat harta yang dipahami umat Islam juga umumnya adalah harta-harta sebagaimana yang tersebut secara formal dalam kitab fikih klasik. Banyak umat Islam yang memiliki penghasilan dan kekayaan telah memenuhi syarat kewajiban zakat, akan tetapi enggan membayarkan zakatnya. Ada sebagian umat yang memang tidak mengetahui bahwa di dalam hartanya ada kewajiban zakat, ada juga yang memang lalai atau ingkar dalam melaksanakan zakat.

Bagi umat Islam yang telah memahami kewajiban berzakat, umunya lebih senang membayarkan zakat sendiri-sendiri, langsung dibagi-bagi kepada mustahik atau orang miskin, mereka tidak lagi menyalurkan zakat kepada pengelola zakat yang amanah untuk didayagunakan dalam rangka membantu mengatasi kemiskinan. Umat Islam begitu bangga beribadah zakat sendiri-sendiri , sehingga tidak termobilisasi dan habis begitu saja setiap kali dibagikan, tanpa sisa, bagai ombak tinggi di tengah lautan yang terhempas habis menjadi buih di pantai.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dalam rangka peningkatan mobilisasi zakat. Langkah yang bisa diambil antara lain adalah : Peningkatan Law Enforcement zakat, dengan cara misalnya melakukan revisi Undang-undang pengelolaan zakat (UU No. 38 tahun 1999) yang didalamnya dicantumkan sanksi bagi para muzakki (orang yang wajib berzakat) yang tidak menunaikan zakatnya. Dengan adanya sanksi ini, maka diharapkan semakin banyak orang kaya yang melaksanakan kewajiban membayar zakat. Peningkatan Law Enforcement zakat ini juga bisa dilakukan melalui pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) tentang zakat yang memuat klausul sanksi bagi muzakki yang ingkar.

Langkah lain yang juga bisa dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi tentang kewajiban dan harta-harta yang dikenai zakat. Terutama menyangkut objek zakat pada zaman modern ini. Perlu ada penjelasan yang rinci, mengapa itu diwajibkan, apa landasan atau dalilnya, bagaimana cara menghitungnya dan kapan waktu pembayarannya. Sosialisasi dan edukasi ini harus dilakukan secara meluas, sehingga bisa dipastikan bahwa sebagian besar potensi muzakki telah mengetahui informasi tentang kewajiban dan harta objek zakat.

Yang lebih penting lagi adalah diupayakan agar para muzakki (wajib zakat) senantiasa membayarkan zakatnya melalui organisasi pengelola zakat yang sah. Pembayaran zakat dari muzakki seharusnya melalui Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan termobilisasinya zakat melalui organisasi pengelola zakat yang sah, maka diharapkan optimalisasi zakat akan mampu dilakukan. Karena dengan terkonsentrasinya zakat pada organisasi zakat yang sah, maka sebaran zakat dapat diketahui, sekaligus dapat dipantau efektivitas penyalurannya.

Tentu saja, semua BAZ dan LAZ harus meningkatkan kinerja pengelolaan zakatnya, sehingga mencapai kualitas amanah dan profesional. Intinya semua pengelola zakat, baik BAZ atau LAZ harus dapat dipercaya oleh masyarakat, khususnya oleh para muzakki (pembayar zakat).

Penataan Kelembagaan
Untuk membangkitkan kekuatan zakat di Indonesia, yang perlu segera dilakukan juga adalah penataan kelembagaan zakat di Indonesia. Penataan kelembagaan yang sudah dimuat di dalam UU No. 38 tahun 1999 dan ditindaklanjuti oleh keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999 dan direvisi dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 tahun 2003 ternyata belum cukup optimal mengatur kelembagaan zakat di Indonesia.

Salah satu kelemahan mendasar yang belum cukup diatur dalam tata perundang-undangan zakat di Indonesia adalah menyangkut pengaturan tentang posisi regulator, operator dan pengawas. Meskipun pemerintah selama ini telah memposisikan dirinya sebagai regulator, akan tetapi pelaksanaan fungsi regulator ini belum berjalan dengan efektif. Pemerintah semestinya lebih aktif lagi membuat pengaturan-pengaturan sehingga mampu menciptakan harmoni dan optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia.

Dalam konteks pengaturan sebagai operator, berdasarkan undang-undang, fungsi operator telah dimandatkan kepada BAZ dan LAZ. Operator adalah organ yang melakukan kegiatan pengelolaan zakat secara langsung. Akan tetapi pengaturan yang ada di UU No. 38 tahun 1999, masih memiliki kelemahan, seperti ketidakjelasan hubungan dan pengaturan kewenangan antara BAZNAS, BAZ Provinsi dan BAZDA. Ketidakjelasan lain adalah mengenai hubungan BAZ dan LAZ. Muatan regulasi yang ada tidak cukup mengatur hubungan antara BAZ dan LAZ. Puncaknya adalah berdasarkan regulasi yang ada tidak diatur atau ditentukan siapakah yang berperan sebagai koordinator dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Seharusnya ada organisasi yang berfungsi mengkordinasikan para operator zakat di Indonesia ini.

Pada bidang pengawasan sangat jelas terlihat bahwa selama ini, fungsi pengawasan tidak berjalan sama sekali. Adanya pengelola zakat “liar” yang berpotensi melakukan penyelewengan atau penyimpangan dana zakat, tidak ada yang mengawasi. LAZ-LAZ yang telah dikukuhkan, akan tetapi kinerjanya tidak memenuhi kelayakan standar persyaratan masih bebas dan leluasa tanpa pengawasan. Perilaku pengelola zakat yang menyalahi ketentuan dan etika, juga dibiarkan tanpa pengawasan sama sekali. Sehingga kondisi pengawasan zakat saat ini sangat mendesak untuk segera diefektifkan.

Dari gambaran tersebut di atas, sangat jelas terlihat bahwa penataan kelembagaan zakat harus segera dilakukan. Penataan kelembagaan zakat adalah instrumen yang mengalirkan arus zakat dari muzakki, amil dan mustahik secara benar. Penataan kelembagaan zakat juga akan memperkuat fungsi mobilisasi dan penciptaan profesionalitas BAZ dan LAZ. Dengan penataan kelembagaan, maka semua operator zakat akan diarahkan untuk memenuhi suatu standar mutu sebagai pengelola zakat. Jika kita menginginkan untuk membangkitkan kekuatan zakat di Indonesia, maka salah satu langkah yang harus kita lakukan adalah melakukan penataan kelembagaan zakat di Indonesia.

Sinergi Program
Langkah ketiga yang juga harus diambil untuk membangunkan kekuatan zakat Indonesia adalah melakukan sinergi program di antara para pengelola zakat. Adanya beberapa operator zakat yang memiliki keunggulan dan kekhasannya masing-masing mengharuskan kita untuk saling memperkuat keunggulan di antara para pengelola zakat. Sinergi program juga ditujukan dalam rangka memanfaatkan keunggulan dari setiap pengelola zakat untuk dapat menutupi kekurangan atau kelemahan pengelola zakat yang lain.

Sinergi program bisa dilakukan dalam rangka pengumpulan dana zakat. Seperti dengan cara melakukan pengaturan tentang sebaran atau area muzakki dikaitkan dengan organisasi pengelola zakat yang tepat untuk menggalangnya. Sinergi program penghimpunan dana zakat juga bisa dilakukan dengan melakukan kegiatan promosi bersama untuk menghindari tumpang tindihnya kampanye zakat untuk komunitas muzakki yang sama. Atau dengan cara melakukan kerjasama pengaturan gerai dan agen-agen penerimaan zakat.

Dalam kaitan penyaluran atau pendayagunaan zakat, sinergi program bisa dilakukan dengan cara melakukan kerjasama pelaksanaan program. Seperti misalnya pada saat bencana, organisasi pengelola zakat membuat posko bersama penanggulangan bencana. Membuat program bersama pelatihan keterampilan kerja bagi para penganggur., dimana penerima manfaat program bisa ditentukan dari mustahik yang diutus dari masing-masing organisasi pengelola zakat. Atau sinergi program juga bisa dilakukan dengan cara satu atau dua lembaga mengelola manajemen operasional program, sementara organisasi lain turut serta dalam pendanaan program tersebut.

Sinergi program yang utama adalah melakukan kegiatan bersama dalam rangka melaksanakan program strategis umat. Dimana organisasi pengeloa zakat secara bersama-sama dengan dibimbing oleh para ulama dan tokoh-tokoh umat yang representatif menentukan secara periodik hal-hal apa saja yang harus dilakukan secara bersama-sama dalam rangka menolong umat yang kesulitan, memberdayakan, menyejahterakan dan membangunkan kekuatan umat. Program-program strategis umat yang bersifat kolosal ini hanya mungkin dijalankan dengan baik, apabila melibatkan segenap komponen umat, terutama organisasi-organisasi pengelola zakat.

Dengan keberhasilan sinergi program, maka pengelolaan zakat di Indonesia akan lebih efektif dan efisien. Dengan keberhasilan sinergi program, maka sasaran pencapaian peningkatan kualitas umat juga akan segera bisa dicapai. Dan akhirnya, dengan segala langkah yang diambil guna memperbaiki kondisi perzakat di Indonesia, maka kekuatan zakat Indonesia akan mampu hadir kembali. Insya Allah !

07 March, 2009

Menimbang Sentralisasi Zakat

Jika menilik sejarah perkembangan zakat di Indonesia, kita dapat melihat masyarakat muslim Indonesia menunaikan zakatnya secara individu dan tradisional. Mereka menyalurkan secara langsung kepada mustahik, kyai, ajengan, masjid dan pesantren. Kemudian keluar SKB Menteri Agama dan Mendagri yang mengatur mengenai pengelolaan zakat di Indonesia. Maka berdasarkan SK Gubernur DKI pada 1968, untuk pertama kalinya berdiri BAZIS DKI. Setelah itu, menyusul pendirian BAZIS di berbagai provinsi lainnya. Mulailah, masyarakat melalui berbagai organisasi keagamaan ikut terlibat mengelola zakat secara terorganisasi.

Pada 1993, Harian Umum Republika membentuk yayasan Dompet Dhuafa Republika (DD). Kemudian terus mengalami perkembangan dan dukungan masyarakat secara luas. DD, lantas menjadi Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk pertama kalinya di Indonesia. Langkah ini pun mendorong tumbuhnya LAZ baru di Indonesia yang berusaha mengelola zakat secara amanah dan professional.

Pada 1999, lahir UU No. 38 tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat yang didalamnya menyebutkan, bahwa pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk masyarakat.

Setelah hampir sepuluh tahun, undang-undang itu berlaku, ada keinginan kuat dari sebagian kalangan untuk melakukan revisi atas UU tersebut. Beberapa landasan yang mendasari keinginan merevisi UU itu diantaranya adalah: (1) Penerapan sanksi atas muzakki yang ingkar membayar zakat, (2) Pelaksanaan zakat sebagai pengurang pajak dan (3) Melakukan sentralisasi pengelolaan zakat oleh BAZ yang memiliki cabang dari pusat sampai tingkat kelurahan/desa.

Dari tiga hal yang mendasari revisi UU No. 38/1999 itu, masalah sentralisasi zakat adalah yang paling banyak menimbulkan pro dan kontra, terutama di kalangan LAZ. Hal ini dapat dimaklumi, karena dalam gagasan sentralisasi zakat ini terkandung muatan untuk mengintegrasikan LAZ ke dalam BAZ dan mengubah LAZ menjadi UPZ (unit Pengumpul Zakat).

Aspek Syariah
Berdasarkan sumber-sumber ajaran Islam otentik, yakni Al-Qur’an dan Sunnah, serta praktek kehidupan para sahabat dan penerus risalah Islam di masa lalu, Zakat adalah kewajiban Fardhiah bagi setiap muslim yang telah memenuhi persyaratan tertentu. Zakat juga diperintahkan untuk “diambil” dari orang-orang kaya dan diancam sanksi, bila kaum kaya menolak untuk memenuhinya. Para Ulama salaf telah sepakat, bahwa zakat adalah Obligatory System dalam suatu masyarakat atau negara. Karena itu tidak diragukan lagi bahwa zakat adalah domain negara, yaitu bahwa zakat adalah diurus atau diatur oleh negara.

Namun, para ulama juga berpendapat bahwa dalam pelaksanaanya, negara dapat mengelola langsung sendiri atau menunjuk (memberikan mandat) kepada badan, organisasi atau sekelompok orang di dalam negara tersebut untuk melaksanakan tugas pengurusan zakat. Pengangkatan petugas pengurusan zakat ini, tentu saja ditata oleh suatu pengaturan dan sewaktu-waktu dapat dicabut apabila sudah tidak memenuhi persyaratan atau menyimpang dari amanah yang diembannya.

Dalam kerangka ini, tidak relevan lagi jika ada perdebatan apakah keberadaan LAZ itu sesuai syariah atau tidak. Karena LAZ di Indonesia dikukuhkan dan diakreditasi oleh pemerintah. Jadi sesungguhnya keberadaan LAZ saat ini adalah atas mandat atau penunjukkan oleh negara. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 38/1999 yang menyebutkan :

“Lembaga Amil Zakat dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.” (pasal 7 ayat 1)

“Dalam melaksanakan tugasnya, BAZ dan LAZ bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai tingkatannya” (pasal. 9)

Tentu saja, selain LAZ yang sudah legal (dikukuhkan) oleh pemerintah masih ada LAZ yang belum mendapatkan pengukuhan dari pemerintah, dalam konteks ini, maka LAZ yang belum dikukuhkan itu dapat dipandang sebagai LAZ yang “masih liar”. Di sinilah perlunya pembinaan dan pengawasan sehingga tidak muncul LAZ-LAZ yang tidak memenuhi persyaratan legal.

Aspek Manajemen
Di Indonesia, memang masih menghadapi serangkaian masalah dalam mencapai idealita penataan zakat di Indonesia. Pertumbuhan LAZ yang menjamur, jika tidak ditata dengan baik tentu saja memiliki potensi masalah. Ada sebagian LAZ yang saat ini melakukan pengelolaan zakat tanpa merasa bahwa pengelolaan zakat haruslah memenuhi berbagai persyaratan dan ketentuan, baik dari sisi syariah maupun legal. Mereka pun kadang kala melakukan pengelolaan dengan serampangan, tanpa didukung oleh basis manajemen zakat yang memadai. Hasilnya tentu saja pengelolaan yang tidak perform, yang berujung kekecewaan sebagian masyarakat pembayar zakat.

Adapula LAZ yang kadang sulit diatur. Mereka ini tidak mau dikoordinasikan dan disinergikan. Maunya mengelola zakat sendiri-sendiri. Mereka juga tidak mau melaporkan kegiatannya kepada otoritas pembinaan zakat di Indonesia, yaitu pemerintah. Padahal jelas-jelas ditegaskan bahwa LAZ itu bertanggung jawab kepada pemerintah sesuai tingkatannya. Untuk mendukung perwujudan pangkalan data (data base) zakat Indonesia saja, mereka ini tidak mau terlibat dan menghindar. Tentu saja LAZ dengan model seperti ini, perlu ditangani untuk perbaikan kondisi zakat di Indonesia.

Pun, BAZ juga punya masalah tersendiri. Misalnya, ada BAZ yang tidak mau melaporkan kegiatannya kepada masyarakat. Jangankan untuk diaudit oleh akuntan publik, untuk mempublikasikan laporan keuangan saja, mereka tidak mau. Ada juga BAZ yang inginnya ongkang-ongkang kaki, terus uang zakat mengalir sendiri ke pundi-pundinya. Menurut mereka, masyarakat harus dipaksa untuk membayar zakat, dengan alasan bahwa zakat adalah kewajiban setiap muslim. Untuk melakukan penggalangan dana aktif dan sedikit bersaing dengan lembaga zakat lain saja tidak siap. Sedikit-sedikit, menyalahkan LAZ sebagai pesaing dalam pengumpulan zakat.

Tentu saja, banyak BAZ yang kinerjanya sangat bagus. Mereka mampu menampilkan kinerja sebagai BAZ yang amanah dan professional. BAZ seperti ini sangat dipercaya oleh para muzakkinya. Sebagaimana juga BAZ, banyak juga LAZ yang telah menunjukkan kinerja amanah dan professional. Dan sebagian LAZ ini, senantiasa bersedia mempertanggung jawabkan kegiatannya kepada pemerintah. Mereka juga senantiasa terbuka dan bersedia untuk dikoordinasikan dan disinergikan dengan Organisasi Pengeloal Zakat (OPZ) lainnya dalam rangka mewujudkan kebersamaan zakat Indonesia.

Karena itu, sangat tidak tepat, jika adanya persoalan manajemen seperti di atas, dijadikan dasar untuk melakukan sentralisasi. Karena sesungguhnya yang terpenting adalah harus ada komitmen, kesungguhan dan keterbukaan yang terus menerus dalam rangka menata zakat Indonesia ini. Bila itu terus dilakukan, maka masalah-masalah manajemen seperti itu, bisa diatasi.

Masalah dan Solusi
Jika kita hendak mengurai, masalah utama apa saja sesungguhnya yang menggayuti perzakatan di Indonesia, maka kita dapat menyebutkan antara lain: (1) masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang jenis harta yang dikenai zakat (objek zakat) (2)masih sangat banyak masyarakat yang belum membayarkan zakat melalui lembaga (3) masih banyak masyarakat yang belum percaya kepada pengelola zakat (4) masih banyak potensi zakat yang belum termobilisasi atau teroptimalkan (5) masih banyak pengelola zakat yang belum menampilkan kinerja yang amanah dan profesional (6) belum efektifnya fungsi regulasi, koordinasi, sinergi dan pengawasan OPZ (7) belum ada standar manajemen OPZ, sebagai panduan pengelolaan sekaligus sebagai acuan pengawasan (8) zakat belum menjadi pengurang pajak, dan (9) zakat belum signifikan dalam membantu masyarakat miskin, sehingga memberi dampak dalam pengentasan kemiskinan.

Seharusnya kita semua, termasuk pemerintah lebih berkonsentrasi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan zakat dibandingkan terus menerus memunculkan polemik dan gagasan yang belum bisa dijamin juga akan menyelesaikan persoalan zakat di Indonesia. Pilihan gagasan sentralisasi tidaklah serta merta akan mampu menjawab semua persoalan zakat Indonesia, karena sentralisasi bukanlah obat satu-satunya dalam menyelesaikan persoalan zakat tersebut. Keterkaitan antara masalah perzakatan di Indonesia dengan sentralisasi sebagai solusi hanyalah sebagian kecil saja. Alih-alih menyelesaikan masalah, malah sebaliknya memunculkan masalah baru yang juga memerlukan energi dan konsentrasi yang sangat besar untuk menyelesaikannya.

Seluruh komponen pengelola zakat di Indonesia melalui organisasi asosiasinya, yaitu Forum Zakat (FOZ) telah dengan susah payah menyusun cetak biru zakat Indonesia. Di dalamnya disebutkan tahapan penataan zakat di Indonesia. Bahwa pada masa sekarang ini (periode sampai 2015) adalah tahapan menyiapkan kerangka landasan menuju integrasi zakat nasional. Dimana fokus kita semua saat ini adalah memperbaiki kualitas amil zakat (baik individu perorangan maupun organisasinya) dan membuat berbagai standar manajemen untuk panduan pengelolaan dan pengawasan kinerja OPZ. Sekaligus melakukan kerjasama, sinergi dan aliansi dalam rangka mencapai integrasi zakat nasional yang sebaik-baiknya. Semoga kita semua tetap berkomitmen dan bekerja sepenuh hati dalam memperbaiki perzakatan di Indonesia.wallahu’alam.

23 February, 2009

Inilah Zona Madina Itu !

Salah satu tugas besar Dompet Dhuafa Republika (DD) saat ini, adalah mewujudkan apa yang telah kami launching ke publik tentang Zona Madina. Sebuah kawasan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat secara terpadu. Zona Madina, dirancang sebagai wahana integrasi program secara menyeluruh pada suatu masyarakat di dalam suatu kawasan. Di dalamnya dikembangkan berbagai program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, baik yang bersifat sosial, ekonomi, bisnis, edukasi, dan rekreasi yang bersifat relijius.

Orientasi Zona Madina, adalah perbaikan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Meskipun masyarakat miskin atau mustahik adalah sasaran utama program, tetapi Zona Madina juga akan menjadi wahana pemberdayaan yang manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Zona Madina dipancangkan sebagai media untuk menjadi laboratorium peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, sekaligus menjadi fasilitas bagi masyarakat kelas menengah ke atas untuk menjalin silaturahim, berdonasi, dan menikmati aura sosial dan relijius.

Zona Madina diharapkan dapat menjadi miniatur kecil bagi sebuah wilayah yang perilaku dan budaya masyarakatnya terwarnai oleh nilai-nilai Islam, sebagai mana pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw di kota Madinah. Zona Madina diharapkan menjadi pusat penebar nilai-nilai kebajikan kepada masyarakat di sekitarnya. Bahkan dalam jangka panjang Zona Madina diharapkan menjadi program inspiratif bagi kegiatan pemanfaatan dana sosial, pemberdayaan, pengembangan bisnis dan sarana dakwah sekaligus, baik di Indonesia maupun di dunia.

Pada Zona Madina, terdapat program untuk melayani dan memberdayakan masyarakat miskin, seperti Rumah Sehat Terpadu (RST) sebuah rumah sakit gratis, Sekolah gratis (SMART Ekselensia Indonesia), pemberian dan pembinaan beasiswa (Beastudi Etos), kios-kios usaha kecil, pengembangan pertanian dan peternakan, termasuk pendampingan masayarakat dhuafa seperti Kampung Tahu di Desa Iwul. Untuk membiayai program ini menggunakan dana zakat, wakaf, infak sedekah, dan dana sosial yang secara khusus diperuntukkan untuk kepentingan tersebut.

Di Zona Madina juga terdapat sarana pelayanan masyarakat secara umum, seperti masjid dan ruang serba guna. Masjid dapat digunakan untuk sarana ibadah, dakwah, dan syiar islam lainnya. Adapun ruang serba guna dapat digunakan untuk penyelenggaraan seminar, pernikahan, pengajian, dan acara massal di dalam ruangan. Masyarakat dapat memanfaatkan tempat tersebut baik secara gratis atau dengan menyewa. Pembiayaan masjid dan ruang serba guna ini akan menggunakan dana infak/sedekah, wakaf atau dana sosial lain yang diperuntukkan untuk pembangunan masjid dan ruang serba guna.

Selain yang bersifat pemberdayaan masyarakat miskin dan pelayanan umum, di Zona Madina juga akan dikembangkan kegiatan bisnis. Beberapa aktivitas kegiatan bisnis yang akan dikembangkan adalah pendirian toko, restoran, pom bensin (SPBU), ATM center dan Kantor Kas Bank. Sarana bisnis ini dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha atau pemilik modal yang berniat menginvestasikan dananya di kawasan Zona Madina. Jangan dilupakan juga, bahwa seluruh kawasan Zona Madina akan menjadi wahana wisata sosial relijius yang memiliki potensi mendatangkan penghasilan.

Zona Madina dengan Rumah Sehat Terpadu (RST) berlokasi di Parung Bogor, Jawa Barat, didesain sebagai bagian dari pelengkap dari dua Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) DD yang sebelumnya berlokasi di Banten dan DKI Jakarta. RST ini pun akan menjadi pelengkap dari kehadiran Rumah Bersalin Cuma-cuma (RBC) DD di Bandung, LKC di Palembang (melalui DSIM), LKC di Bali (melalui DSM), LKC di Makassar dan akan segera menyusul LKC di beberapa daerah lainnya. Sehingga dalam jangka panjang, DD berencana untuk terus memperluas layanan kesehatan bagi masyarakat miskin di Indonesia.

Kami menyadari bahwa pengembangan program Zona Madina yang strategis dan bersifat jangka panjang ini, tidak akan berhasil tanpa dukungan masyarakat. Oleh karena itu, kami senantiasa terbuka terhadap setiap kritik dan saran dalam rangka memperbaiki pelaksanaan Zona Madina. Karena sejak awal kami meniatkan bahwa pengembangan program Zona Madina sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT, maka setiap bentuk dukungan dalam bentuk apapun dari masyarakat, akan kami iringi dengan doa agar ia menjadi amal shaleh dengan balasan lipatan pahala dari-Nya. Amin...!

16 January, 2009

Tragedi Kemanusiaan di Gaza

“Yah, bolehkah Alisa puasa sunnah Senin-Kamis, tetapi setiap Alisa puasa, Ayah menghadiahi Alisa uang yang akan Alisa sumbangkan untuk Palestina ?”
(Ucapan Alisa 10 tahun kepada ayahnya setelah mengetahui kondisi Gaza)

Memasuki hari ke-20 penyerangan Israel di Gaza, telah menjadikan Palestina, sebagai “holocaust” baru di dunia. Masyarakat Gaza seperti dihantam “tsunami” kebengisan sekelompok manusia dengan segala kepongahannya. Korban telah mencapai lebih dari 1000 orang tewas, dan 4750 orang mengalami luka-luka. Perlu dicatat pula bahwa dari data korban yang tewas, 330 diantaranya adalah anak-anak.
Dampak dari kondisi ini adalah rumah sakit di Gaza dibanjiri para korban keganasan Israel. Rumah sakit pun tidak mampu lagi menyediakan tempat tidur dan ruangan untuk menampung para korban. Obat-obatan dan peralatan medis juga mengalami kekurangan. Minimnya tingkat pelayanan medis sebagai akibat begitu banyaknya korban yang luka-luka, menjadi potensi setiap saat untuk terus terjadinya penambahan korban yang tewas.
Kelangkaan makanan juga terjadi dimana-mana. Pasar dan toko makanan sebagian besar tutup. Sementara yang buka, hanya melakukannya sebentar saja, sambil diliputi kecemasan dan ketakutan kalau-kalau serangan Israel datang mendadak. Pasokan bahan makanan yang diperdagangkan dari luar Gaza, nyaris tidak ada. Kesulitan ini semakin diperparah dengan tidak tersedianya lagi listrik dan air.
Menurut badan-badan kemanusian internasional, sekurang-kurangnya diperlukan 500 truk pengangkut bantuan setiap hari untuk menolong warga Gaza saat ini. Tetapi yang masuk hanya puluhan truk saja. Minimnya bantuan yang masuk ini disebakan oleh masih terbatasnya bantuan yang mengalir dan ketatnya izin masuk bagi pengiriman bantuan.
Tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza ini laksana tes kemanusiaan yang dihadirkan kepada seluruh manusia di dunia. Apakah dengan kondisi yang terjadi di Gaza, masih ada manusia yang peduli dan terpanggil untuk menyelamatkan martabat kehidupan sekelompok manusia yang menderita ? Ataukah pada akhirnya seluruh manusia di dunia ini akan membiarkan keadaan itu sampai Israel sendiri kelelahan atau puas terhadap segala kekejamannya ? Tragedi kemanusiaan ini telah melewati batas-batas tanah air, bangsa, ras, agama dan ideologi.
Kita di Indonesia tentu memiliki juga masalah sendiri yang perlu perhatian kita. Seperti masalah dampak krisis keuangan global, bencana gempa, banjir, kecelakaan kapal laut, pengangguran, kemiskinan dan masalah lainnya. Tetapi pada saat ini, dengan tetap memberi perhatian terhadap persoalan di dalam negeri, maka menjadi penting untuk kita mengerahkan kepedulian guna menolong saudara-saudara kita yang ada di Gaza Palestina,
Kita bisa menunjukkan kepedulian kemanusiaan kepada masyarakat Gaza dengan doa, simpati, bantuan dana, harta, tenaga, keahlian, atau apapun yang dapat mengurangi atau menghentikan penderitaan mereka. Momentum kita untuk membantu masyarakat Gaza kini telah datang dan mungkin momentum seperti ini tidak datang setiap saat. Jadi marilah kesempatan beramal dengan menunjukkan kepedulian bagi masyarakat Gaza ini kita manfaatkan sebaik-baiknya.

07 January, 2009

Zakat Management in Indonesia and Zakat Global Synergy

ZAKAT MANAGEMENT IN INDONESIAN AND GLOBAL ZAKAT SYNERGY
By : Ahmad Juwaini


STORY ON DEVELOPMENT OF ZAKAT IN INDONESIA

13th centuries ago, Islam entered the land of Indonesia and since then the light of Islam shines the fatherland that extend from Aceh to Papua. Gradually, step by step, the people from many parts of Indonesia know, understand and ultimately practicing Islam.

As the basic foundation of a Moslem, the five pillars of Islam is the first and main teaching taught and practiced in daily lives of Indonesian Moslem people. As well as the declaration of faith (syahadat), the five daily prayers (shalat), fasting during the month of Ramadhan (puasa), hajj- the pilgrimage to Mecca (haji), zakat (the obligation to give alms) is the third articles of the five pillars of Islam has become part of Indonesian Moslems since its early entrance in Indonesia.

Eventhough the journey of Islam in Indonesia has been passed centuries, the zakat management is done in a very simple and natural approach. The first type of zakat that became popular among Moslems community is Zakat Fitrah. Most Moslem gives out zakat fitrah in form of uncooked rice, money or other staple foods to Ustad, Kyai or Ajengan (spiritual leader) around their place of living. Others distribute their zakat through pesantren and mosques or other Islamic social organization such as orphanage. Many of them also distribute their zakat directly to the poor and miserable or to the rightful recipients.

At that time, a formal institution on zakat management has not yet been introduced. Generally, all the zakat committees has temporary characteristic such as it is establised during the month of Ramadhan or on the night of Ied. The people who manage sometimes are those individuals who are entrusted by the community or mosques and pesantren in traditional way. Therefore, it can be said that the Moslems then still has little concern on zakat.

Moslems low concentration on zakat could be seen by comparing Moslems awareness on zakat and the other articles of faith on the five pillars of Islam such as shalat, hajj and so forth. Indonesian Moslems attention on matters concerning shalat is shown by the spreading out of mosques and mushola (small prayer house in residential and office area) in Indonesia. Moreover the biggest mosque in South East Asia is found in Indonesia. Indonesian Moslems concerns on the fifth pillars of Islam- Hajj, is revealed by legendly known the term of address “Pak Haji” and “Bu Haji”. Also almost in all Indonesian provinces we can find the hajj boarding house. Even in Jakarta, Batam and Samarinda there are Hajj Hospital.

However if we would like to know: “What fact can be shown that Moslem in Indonesian is concern about zakat?” the answer would be very low or almost none. It seems that for hundreds of year the zakat of Indonesian Moslem is like a rolling wave in the middle of the ocean, but then disappear without a trace when it reaches the beach.

Why zakat has not yet had its benefit “monument” in the past? The main reason would be that the Moslem community at that time paid their zakat traditionally- direct and personal. They were not yet understand and instill the values why zakat need to be distributed through an institution.

On that traditional period, the world of zakat in Indonesia had few characteristics, such as:

1) In general it is given by the muzakki to mustahiq without the help of amil zakat.

2) If it is entrusted through amil zakat, then it is limited only on zakat fitrah.

3) Zakat generally is distributed for temporary consumption.

4) Assets that become the object of zakat only limited to those explicit assets that are explained in detailed in Qur’an and Hadits, which are gold and silver, agricultural farming (limited to plantation that produces staple foods), ranch (limited to cow, sheep), trading (limited to commodities), and rikaz (discovery treasure).

One of the reasons why zakat in Indonesia has not yet been carried out and managed optimally is because there are still many incorrect perceptions on zakat. The false perception is inherited from traditional understanding that does not based on the full understanding of zakat. Some of Moslems’ incorrect perceptions on zakat are:

a. Zakat is special religious observance (Mahdhoh/Ta’abbudi), an opinion that zakat is only a religious ritual, connected to all religious observance regulation. Zakat is the fifth pillars of Islam, thus has to be approached with transedental perspective. This viewpoint would narrow the space for Moslems to do exploration, discovering new ideas and developing the zakat practice in in Moslems.

b. Zakat is individual religious observance, a view that like any other pillars of Islam, zakat is tend to be understood as personal behavioural teaching in fulfilling his duties to his Rabb. This perspective rejects the zakat’s role as social concern and social wealth instrument. The consequences would be that every people who do their zakat feel that the problem has ended, when they meet their duties in paying the zakat. It is not important to see whether their zakat has made a change in public prosperity.

c. Zakat is the same as Zakat Fitrah, an opinion that zakat means zakat fitrah. All this time Indonesian Moslem lives in colonialism, thus not many Moslem people have a good life. This also affects their ability to pay Zakat Mal (Zakat on assets). It is not surprising that Indonesian Moslem have more understanding on zakat as zakat fitrah.

d. The time for Zakat is on the month of Ramadhan, a view that the momentum in paying zakat is on the month of Ramadhan. It also means that zakat only progress in Ramadhan. The consequences would be that the portion of Moslems attention in developing thoughts and implementation on zakat is limited to the month of Ramadhan. Eventhough zakat that is linked to the month of Ramadhan is only zakat fitrah. Whilst for zakat on assets, the zakat payment term is much depends on Nishab (the zakat outstanding time; it could be payable yearly, every harvest time or by time that assets being gained).

Since there are still lots of incorrect perceptions on zakat among Moslems, the zakat management situation has not yet shown its quality. The situation on zakat management in Indonesia in common can be described as follow:

a. Only occur in the month of Ramadhan. Usually the zakat management institution is established in form of committee and operates effectively for the last three days of Ramadhan. Such institution is not categorized as a permanent institution but temporary.

b. Managed by unpotential senior people. The managers of zakat institution are usually the eldest who also have limited potential on growth.

c. Managed part-time. The institution of zakat management is administered unprofessional. It describes that zakat is not something that important in the lifes’ of Moslems people.

d. Lots of “negative thinking” towards the assigned institution. Due to many fraudulent use of zakat fund by several zakat institution, thus forming people’ perceptions that zakat institution can not be trusted in which it is used much for their own interest.

e. Having traditional, dirty, and marginal images. Zakat institution is an institution that is managed with traditional insight and insufficient knowledge




CONSCIOUSNESS STAGE

After going through the phase of individual and impermanent zakat management, it is then realised by the Moslems in Indonesia that they have to start improving the quality of zakat management. Indonesian Moslems begin to feel the need of an institution that specializing in managing Zakat and Donation (Infak and Shodaqah). The urge to institutialise the zakat management becomes more and more strong.

This strong desire is finally crystalised when eleven Islamic scholars on national level convey their proposal to President Soharto on September 24th 1968 which then exercised with President Soeharto exclamation on Isra Mi’raj commemoration at Istana Merdeka on 26 October 1968.

To extend the existence of zakat management institution, Religion Minister then release an Instruction No. 16 year 1989 regarding Development of Zakat and Infak/Shadaqah. It then strengthened by the Religion Minister and Minister of Internal Affairs Directive No. 29 year 1991 and No. 47 year 1991 regarding the establishment of Zakat and Infak/Shadaqah Institute. It is, moreover, supported by the Governor of Greater Jakarta Special Capital Region decree No. 280 year 1991 about the management of Zakat and Infak/Shadaqah in DKI Jakarta territory.

In harmony with the publication of many directives and ministerial decree, as well as the establishment of BAZIS DKI, lots of BAZIS is set up in many provinces in Indonesia and its networking structure from subdistrict to villages. Furthermore this type of BAZIS is then being followed by the public through Islamic organisation, especially mosques by forming a zakat management institution. One of such institution that prominent is Al-Falah Social Fund Foundation (YDSF) Surabaya that was found in 1989. YDSF tend to collect donation (infak) fund, even though at the end the activity of managing zakat is done.

After the establishment of many BAZIS and ZIS Management organisation that are being set up in mosques and pesantren (Islamic schoold), thus the public starts to socialise the importance of paying the zakat through institutions. At this stage the image of zakat management through institution is very low.

Entering the year of 1993, an institutionalised zakat administrator marking its history with the establishment of Dompet Dhuafa Republika, an institution that manage zakat set up by the Moslem society and maintain by the power of an Islamic newspaper- Republika, which then known by the public as a zakat institution that pioneering a model of professional management of zakat. Dompet Dhuafa Republika therefore slants the dynamic of zakat history in Indonesia.

One of the big roles performed by Dompet Dhuafa Republika is to nursing the birth of Association of Zakat Administrator “Forum Zakat” (abbreviated: FOZ). Through Zakat for Corporation Seminar that held on July 7th 1997, Forum Zakat was declared, where at the beginning it was consortium by 11 institutions, such as : Dompet Dhuafa Republika, Bank Bumi Daya, Pertamina, Telkom Jakarta, Baitul Mal Pupuk Kujang, Bazis DKI, Hotel Indonesia and Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia (STEI).

Concurrent with the participation of zakat administrator institutions, especially through Forum Zakat, the government has also realized that it is time to make the zakat regulation instruments in Indonesia. With the joint commitment of many groups/parties/people in Indonesia including the legislative body, finally at the end of President BJ Habibie governance an Act concerning Zakat Management No. 38 year 1999 is legalised on September 23rd 1999.

Subsequently the Act was taken to next step with the Minister of Religion Directive No. 581 year 1999 regarding the exercise of Act No. 38 year 1999 which then being revised with the Minister of Religion Directive No. 373 year 2003 and the General of Moslem Society Guidance and Hajj Affairs No. D/291 year 2000 in regards to technical guidelines on Zakat Management.

As the follow up on zakat regulation in Indonesia, thus in many areas in Indonesia, Regional Regulation (Perda) on Zakat is also legalized- from province (propinsi) to administrative city (Kabupaten/Kota) level. This Regional Regulation is the explanation and technical arrangement on the execution of Zakat Management Act on Regional stage. Zakat Regional Regulation is the means for organizing the variety of zakat management policies in many regions.


INSTITUSIONALISED STAGE

With the legalization of Zakat Management Act in 1999, thus Indonesia is entering a new era, where zakat becomes an important element in the life of Indonesia people. The legalized Zakat Management Act noted that zakat has come into the formal state territory. Although half of the content still arouse pro and contra, but in general Zakat Management Act is believed to bring a fresh breeze for the development of zakat in Indonesia.

One of the consequences of Zakat Management Act legalisation was the setting up of National Zakat Institution (BAZNAS) as an institution that administered zakat at national level in which it could play a role of coordinator for all the zakat management institutions. Nevertheless in the progress, this role still needs many other supporting prerequisites in order to reach the optimum condition.

Besides BAZNAS, Zakat Management Act recommends the set up of zakat administrator organization arrange by the government which is called Badan Amil Zakat (BAZ) and the one that arranged by the society is called Lembaga Amil Zakat (LAZ). With the legalization of Zakat Management Act, thus almost all the provinces and more than half of the administrative city establish BAZ. The presence of BAZ is also being completed with the increasing birth of LAZ, in national and regional stages.

The Zakat Management Act also clarifies that zakat payment can become a tax deduction on taxable income. Even though it is not yet fulfilled the main wish of the Moslems, where zakat is tax deductable, but however the accommodation on zakat payment as tax deduction on taxable income is a form of motivation and recognition that the Moslems is expected to have the urge to pay their zakat through a formal zakat institution. It seems that the need for socialization and intensive trouble-free facilities are still high and therefore the execution of zakat payment as tax deduction on taxable income could be realized as broad as possible.

As part of the support given to strengthen the zakat institutions in Indonesia in which it also helps to grow the society’ consciousness in paying zakat, on October 26th 2005 which seemingly occur on the month of Ramadhan 1426, The President Susilo Bambang Yudhoyono at Istana Negara announce the Zakat, Infak and Shadaqah Movement. The movement of zakat awareness is wished to broaden the zakat collection which was gathered from various zakat organizations.



SYNERGY STAGE

After the birth of so many zakat institutions, whether the one establish by government (BAZ) or society (LAZ), on this stage and hereinafter are the most important part where we have to develop a synergy between zakat institutions in Indonesia. These numerous zakat institutions have to become means of facilitation to strengthen zakat function in helping and empowering the poor and needy (mustahik). Not the other hand, where it becomes the reason of the emergence of competetition, contradiction and conflict between zakat institutions.

Zakat synergy is also part of the steps to mobilize collected resources from different zakat institutions. Such synergy would unite the potential to do something more big and strategic. If one or several zakat institutions could not actualized their programs in empowering the mustahik, thus the synergy would make the possibility to do more be greater and therefore and so does its impact.

In order to achieve the synergy stage between zakat institutions, several prerequirement or steps have to be enforced such as:

1. Every zakat institutions have to realize that their task in managing zakat is the task given by Allat SWT in the context of fulfilling the religious duties and always favoring the public interest above all.

2. Every zakat institutions have to realize that the zakat they administered is entrusted by Allah SWT, muzakki and thus has to be used for the sake of mustahik.

3. Every zakat institutions have to joint-in-hand and have the ties of fraternity between fellow Moslems and between zakat institutions themselves.

4. There should be a mutual resolution to decide on which strategic programs have to be done and prioritized on certain period. Such resolution would become the benchmark of every zakat institutions.

5. Every zakat institutions have to be realible to share potency, whether it is in the form of fund nor human resources and facilitation so as to materialize the community strategic program.

6. There should be intensive mutual communication to understand and respon all the developments, so that the synergy process would improve.

Every zakat institutions could implement a synergy with other zakat institutions. In hope that all of them could perform a realible, professional and beneficial activities, therefore the community would be encouraged to distribute their zakat through their institutions.

Many efforts in synergizing the management of zakat in Indonesia have been done. Several examples of synergy form between zakat administrator that have been carried out by zakat institutions in Indonesia, are:

1. Collaborating program of development of tithe collector (amil zakat) resources. For instance the program is being done by two or more zakat institutions working their activities together in order to improve the amil zakat capacity and capability through zakat management trainings or workshops. This for example is shown in the Amil Development Program organized by Zakat Management Institute (IMZ) where some zakat institutions were involved as the program supporter.

2. Collaborating program of distribution or empowerment of zakat, such as: the arrangement of working skill training on this matter would be how to make use computers for the mustakhik or by way of financing and managing the unfortunate farmers to be able to improve their harvest or by managing hospitals and medical unit for the poor. This is done for example on agricultural farming program in Lamongan East Java where many zakat institutions are involved and also in program Free Health Care (RS LKC) at Sunda Kelapa Menteng Jakarta.

3. Collaborating program between management of zakat institutions, for example to team up to make their institutions more solid by making use of their advantages to achieve a better organisation performance. Such corporation is done by two or more zakat institutions, which once done by Baznas and Dompet Dhuafa Republika and thus Baznas Dompet Dhuafa was formed on September 20th 2006 up until September 20th 2007.




INDONESIAN AMIL ZAKAT CODE OF ETHICS

One of important aspects in organizing zakat in Indonesia is systemizing the Amil Zakat code of ethics. Amil Zakat is a profession that should be considered among Moslems community. The necessity of the profession is determined by Allah Rabbul Alamin through His divine in the Qur’an. Amil Zakat duty is to be a mediator of zakat circulation from muzakki to mustahik. If there is no Amil Zakat, then the supporting pillar of zakat fund management would collapse.

Relatedness to Amil Zakat, once upon a time there was a story about zakat institutions in one of the city in Indonesia that showed their enthusiacism in collecting zakat funds in Ramadhan by socializing the fundraising attractively so thus we could find lots of promotional media of several zakat institutions in every corner of the city. Unfortunately an excessive unhealthy competition appeared. A promotional media of an institution is “covered” with other zakat institution promotional media. Or else like what happen in another city, a zakat institution, obstruct another zakat institution that wants to do its socialisation in a company that has become its “regular donator”.

Such fenomena shows that amil zakat code of ethics needs to be understood. It is a code of conduct that has to be done by every people who involved in the area of zakat management service. With the amil zakat code of ethics thus every people and every institution would be guided to act positively in supporting every program that would improve the development of zakat. Not otherwise become shallow and thinking that zakat management is only a task intended for a few people or one particular institution.

Amil zakat code of ethics will shape amil zakat perception that managing zakat is a huge mandate from Allah SWT and has to be carried out with seriousness and truthfulness. This noble task in managing zakat is basically done with the consciousness of fulfilling the duties and devotion to Allah Rabbul Alamin. With the profound sincerity, thus amil zakat will present a proper conduct in managing zakat in accordance to what Allah SWT and His Prophet have destined. The result would be the appearance of dignified character in managing zakat.

Some behaviour that could be considered in the amil zakat code of ethics is:

1. Working sincerely in the name of Allah
2. Using the Zakat Syariah to be the guidelines in managing
3. Serving the muzakki and mustahik wholeheartedly
4. Having a proper conduct and humanitarianism, especially by helping the poor.
5. Seeing competition with other zakat institutions as a race in goodness, so that we could appreciate and respect others more.
6. Being transparent and accountable
7. Always doing self-improvement so that working performance would advance from time to time
8. Always pray for the muzakki as a form of appreciation to the people that have given some of their wealth to help others in need.

Amil zakat code of ethics will continue to be socialised so that it can be the guide for every ectivities in zakat institutions in Indonesia. This code of ethics will undergo perfection so it can guard the amil zakat conduct in Indonesia. To strengthen the code of ethics position when facing the zakat institutions, thus it needs to be made official or being supported by zakat institutions and other related parties in the journey of organizing amil in Indonesia.


THE FUTURE OF FORUM ZAKAT (FOZ)

Forum Zakat (FOZ) is the association of zakat institutions in Indonesia. It is a means for uniting and interacting all zakat administrator in Indonesia. Since it was found in 1997, FOZ has now been operating for eleven years. The member consists of Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). The numbers of registered members are 253 organisations.

Nowadays emerge questions marks about FOZ performance in the future that are based on quite important thoughts. The first assessment come into view is the opinion that FOZ performance is decreasing in the battle of zakat in Indonesia. Even though FOZ if viewed from its activities sides, is still running lots of activities, however the program that are chosen still has artificial characteristic. Thus FOZ is valued to be incompetence to choose strategic activities/programs for the sake of society.

The second assessment revealed is that FOZ is not yet able to become the connector as well as the augmentation of zakat organisation (OPZ) strength. Some actions taken by FOZ to synergize OPZ is like challenging a steep wall. The activities processing and each members interests usually become the obstacles. The commitment and implementation to form a joint project sometime undergo endless discussion.

The third assessment emerged is that members of FOZ do not felt the real benefits of FOZ. They think that the existence and the discontinuance of FOZ have no difference. At the end theywould assume that FOZ is not too important. FOZ has made lots of efforts to extend its wing to district area, but always stumbled by the lack of support and enthusiasm from OPZ. For them the presence of FOZ is unsignificant for the development of their institutions.

The fourth assessment would be that FOZ is now has become part of Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) or at least the role of FOZ and BAZNAS is overlapping and thus unclear. FOZ is expected to be independent and elegant to voice the many interests and opinions of zakat institutions.

To make the role of FOZ more clear in the future, thus every zakat stakeholder in Indonesia need to formulate the strategic role of FOZ. One way to explain FOZ position in the upcoming is by setting up the “Blue Print of Zakat Indonesia” in which the necessity at the moment is urgent in order to direct and picturised the face of zakat Indonesia in the future.



INDONESIAN ROLE IN SYNERGIZING ZAKAT INTERNATIONALLY

On 13-15 March 2006 in Kuala Lumpur Malaysia was held an international conference on zakat. That regional activity is called South East Asia Zakat Conference. The Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi had the pleasure to give welcoming speech to open this international meeting. Around 200 delegations from many countries in South East Asia attended the great event which was held for the first time.

The accomplishment of South East Asia Zakat Conference is the result of zakat development growth in south eastasia all this long. Many zakat organisations have grown in ASEAN countries for the last 10 years. Through friendships and conventions between zakat administrators throughout South East Asia which was dreamt up by zakat administrators in Indonesia, and then crystalised in a desire to strengthen the function of information transfer and synergy.

This conference is improvised to formulate the South East Asia Board of Zakat (DZAT), a means for gathering of the leaders and all the zakat practitioners in South East Asia. The Board consists of people that have the full understanding of zakat in each country. The roles and responsibilities expected from the Board are:

1. To be the reference in deciding a solution for every zakat problems accour in regional level, whether it is fiqh matter or management
2. To standardise the zakat administrator competence, on the level of Amil, nor the management of the organisation
3. To do studies and research in the development of zakat in South East Asia
4. To held seminars, trainings, workshops in improving the quality of zakat management
5. To collaborate in making use and distributing zakat, especially in constructing zakat pilot project in South East Asia
6. To initiate the formation of Regional Zakat Board in other parts of the world.

The establishment of DZAT is a reflection of Moslem’ awareness to improve and optimalize the use of zakat so that it could give a wider beneficial and and uplifting the social status of the poor. Through DZAT, the zakat society in South East Asia will try to overcome the poverty problems in South East Asia.

The establishment of DZAT is strategic step to follow in the restoration of International Baitul Mal as practice by Rasullullah SAW and his disciples. With the set up of DZAT, the next step taken in the next five year is to establish Board of Zakat in other parts of the world. Furthermore in 10 to 15 years ahead it is expected that International Board of Zakat has been formed. The international Board of Zakat would afterward initiate the establishment of International Baitul Mal.

Thus the South East Asia Conference on Zakat in Kuala Lumpur becomes the momentum and has an important role in the arena of zakat internationally. The conferences proceeded successfully and obtained the target goal.

In the South East Asia Zakat Conference, Datuk Abdul Rahim, the Board of Directors of Pusat Pungutan Zakat (PPZ) Malaysia at the end of the conference session said: “We are from Malaysia will allocate 10 percent of the zakat fund raised in all Malaysian areas to finance zakat activities in South East Asia”. This statement is a form of support and commitment to stimulate the movement of South East Asia Board of Zakat (DZAT) that had been declared to all participants of South East Asia Zakat Conference in Kuala Lumpur on March 15th 2006.

The forming of DZAT was also supported by Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi in which in his opening speech he said: “Through DZAT, an agreement could be made to handle contemporary issues on zakat in overall by considering the sensitivity of the members”

Besides the commitment to establish DZAT, South East Asia Conference on Zakat is also confirming the consciousness to make use the power of people’s economy. The Malaysia ambassador in Saudi Arabia Datuk Ismail Ibrahim in his speech convey: “The economic power that should be on the hand of Moslem people, is not well managed and productive, and at the same time, the Moslems people prosperity can not be used to help other Moslems in need.” He invites all the participants to make an effort to gain the power of people’s economy so Moslems can stand up straight in global interaction.

Currently, after DZAT is being agreed, it is then depends on the zakat administrator in South East Asia, especially the entrusted repository of DZAT, to make use of the momentum to optimalize and synergize zakat in South East Asia. The poor and the miserable in South East Asia and all the components of Moslem society who have aspirations to go back to nobility of Moslem people are waiting for the real actions.

For the Indonesian Zakat community, the establishment of DZAT is a symbol of the appearance of the third rolling waves of zakat. The first wave is the phase where every zakat institution in Indonesia is taken up in various activities to improve the quality of the management of zakat. This phase is directed to achieve trustworthy and professional management performance.

The second wave came when zakat institutions in Indonesia is motivated to coordinate with other institutions and to manage zakat on the national level. This phase is marked by the establishment of Forum Zakat (FOZ), an association for the organisations of zakat administrator all over Indonesia. This phase is also marked by the legalisation of Zakat Management Act No. 38 year 1999.

And the third wave arrive when zakat institutions in Indonesia pioneering and directly involved in the management of zakat in South East Asia. The phase is marked by the establishment of DZAT and zakat synergy in South East Asia. This third wave has just being started, no trace of it can be seen yet since the ripples have just appear on the surface and thus still gathering its height of success.

After the thir wave has been passed, thus the fourth wave would come, that is when all zakat institutions in Indonesia initiating the international zakat synergy. On this phase International Baitul Mal is being developed and efforts to reintroduce the glittering period of zakat as what already occurs in the past.

The birth of South East Asia Board of Zakat (DZAT) is a pilot project for the establishment of zakat management solidity in between countries. DZAT is expected to be the leader as well as the pioneer of the birth of Regional Board of Zakat in other parts of the world. DZAT is a mover and an initiator for the set up of other Regional Board of Zakat. The DZAT activists have to socialize the existence of DZAT as well as promoting it for the establishment of other Regional Board of Zakat.

The positive results that have been achieved by DZAT should be use as reference for the existence of other Regional Board of Zakat. The outcomes of the directive made by DZAT can become an inspiration for the other Regional Board of Zakat. Therefore DZAT status becomes important including its activities and achievement.

In the long run, an effort has to be done for the establishment of other Regional Board of Zakat, such as East Asia Board of Zakat, West Asia Board of Zakat, African Board of Zakat, European Board of Zakat, American Board of Zakat or Australian Board of Zakat. Such efforts are:

1. Organizing seminars on the importance of Regional Board of Zakat
2. Visits various areas of the world to socialize the Regional Board of Zakat
3. Making use of international Islamic to socialize the necessity of Regional Board of Zakat
4. Writing a literacy to enlighten the importance of Regional Board of Zakat in the form of books, magazines or brochures.





INTERNATIONAL ZAKAT ORGANISATION

After the establishment of Regional Board of Zakat, so then the next step that has to be taken is to set up the International Zakat Organisation as the miniature of International Baitul Mal accordingly to the examples showed by the disciples and successor of Prophet Muhammad SAW. The presence of Baitul Mal is playing a very important role in managing zakat fund in global scope.

The aims and benefits of the International Zakat Organisation establishment are:

1. As a mean of synergizing and coordinationg International Zakat
Even though the Moslem society has a large potential on zakat fund, but if the fund could not be synergized and coordinated, then it cannot be the source for bigger benefits.
2. Decide on Syariah Guidelines and Contemporer Practical Zakat Management
At every period of time a guideline is needed to solve new problems in the context of managing zakat internationally. The result would be used as a parameter in the management of zakat all over the world.
3. Becoming an international zakat fundraiser
The strength of zakat fund potency must be mobilized to become the source that can be use for the strategic interests for the Moslems, internationally.

As the resume of International Zakat Conference and the establishment of South East Asian Board of Zakat, without fanfare, a great international event was held. The conference aims to declare the set up of international zakat organisation and was taken place in Kuala Lumpur Malaysia on November 28th 2006. On the initiative of Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi and supported by Islamic Development Bank (IDB) and also Islamic Chamber of Commerce and industry (ICCI), the idea of forming an international zakat organisation is moving quite fast.

The conference that took a theme : “Towards The Establishment of an International Zakat Organization” attended by 14 countries, such as Saudi Arabia, Jordania, Turkey, Syria, Uni Emirat Arab, Qatar, Pakistan, Yaman, Bahrain, Egypt, Iran, Brunei, Malaysia and Indonesia. Every country is being delegated by the Minister of Religion or Ministery that takes care of zakat affairs. Indonesia representative were Minister of Religion Moh. Maftuh Basyuni associated with Director General of Bimas Islam Department of Religion Prof. Nasaruddin Umar.

Some consideration were made in forming international zakat organisation as conveyed by Syaikh Saleh Abdullah Kamil, President ICCI: (1) To make zakat as the source of fund to eliminate poverty and unemployment; (2) To make zakat as the source of fund to do investment activities in order to enhance the economic growth; (3) To develop the management capacity of zakat institution in various Islamic countries.

In a discussion about responses on the proposal of setting up an international zakat organisation, every country declares their approval. Even though some of them wish that the idea is put into more detail, but nevertheless every country agrees to establish the international zakat organisation. The Indonesian Minister of Religion Maftuh Basyuni expresses his support on the idea since it would be very useful for the Moslem people all over the world, depends on the situation and condition of each countries.

In his opening speech, the Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi confirming that later on this international zakat organisation will play a role in helping to optimize zakat through zakat fund subsidy of rich Moslems countries to the poor Moslems countries. Thus it is expected that this organisation will help the hardship or suffering of a Moslem country when struck by a disaster. In addition, Badawi uttered that international zakat organisation will try to give a professional, transparent and accountable zakat management.

At the end all the countries representatives in the conference accepting the idea that it is necessary to establish an international zakat organisation. As a follow up on the above agreement thus some steps will be done to do continous perfection such as preparing organisation structure including its detail of responsibilities. To prepare the International Syariah Act on zakat especially in regards to its utilization and empowerment. To organise the affiliation pattern between zakat institutions in Moslems countries and their government role particularly concerning the collection and utilization of zakat fund. This continuance is also going to be determined by creating working group to mastering and following up the agreement.

In relation to forming an international zakat organisation it is suggested that Kuala Lumpur Malaysia will be the center of international zakat organisation secretariat with the full support from the government and Malaysian Prime Minister Abdullah Ahmad Badawi who is also the Chief of Islamic Conference Organisation (OKI). Even though the formal agreement has not yet being done, but it seems that all the conference participants has accepted informally.

With the agreement of establishing the international zakat organisation, it means that another big step is done in the world of zakat management. If in February 2006 when the South East Asia Zakat Conference is taken place to set up a South East Asia Board of Zakat (DZAT), all the participants predict that it will be done in three to five years ahead, nevertheless through the international zakat conference, the agreement to form an international zakat organisation could be finished in a few months period. Hopefully this would be a good sign to go back to zakat glittering era, in which it is a dream of many Moslems society all over the world.


THE RETURN OF MAGNIFICENT ZAKAT

With the formed of international organization in zakat and with the starting of the zakat era, hence the realization of magnificent zakat become nearer.

This magnificent zakat era is a wonderful hope of the best achievement in managing zakat which starting to grow in this world, an ideal picture of “Khairu Ummah” in administering zakat.

There are several factors that can become basis for us to see that the magnificent of zakat is starting to grow. There are:

a) Establishment of the world network coordination in zakat.
b) Minimum of 80% Moslem all of the world pay zakat to the right institution.
c) The poverty number of Moslem people in the world has decreased minimum 50% from 10 years before.
d) There are some countries that zakat is no longer accepted because of its free from mustahik.
e) Emerging international institution in health and education for poor people.
f) Many of business centers or economic center which belongs to mustahik or the profit is used for the sakeness of mustahik.

In conjunction with the establishment of the world international organization in zakat, many zakat organizations or people who concern about zakat will continue to support and take part if necessary to achieve the mission.

But furthermore, the support and involvement of other Moslem countries will become one of the main key in achieving that mission.

In conclusion, all Moslem countries and all zakat organizations have to work together, creating strong synergy so that the achievement of magnificent zakat will soon become establish.


*) Ahmad Juwaini is an Executive Director of Dompet Dhuafa Republika and member Board of Advisor Indonesian Zakah Organization Association Forum Zakat (FOZ)

**) This is a Paper for International Zakat Executive Development Programme, in Malaysia, 15 – 26 December 2008