03 October, 2023

Peran Dana Sosial Islam Mengawal Indonesia

Kalau kita coba lihat perkembangan garis kemiskinan Indonesia, perkembangan angka kemiskinan kita mengalami penurunan. Meskipun tidak sangat cepat, atau tidak sangat fundamental. Kalau kita lihat dari bulan Maret 2012 sampai bulan September 2022 (berdasarkan rilis dari Berita Resmi Statistik BPS, Januari 2023). Persentase Penduduk miskin kita turun dari 11,96% ke 9,57%. Secara umum dari 11,96% menjadi 9,57% menunjukkan penurunan sekitar 2%, selama 10 tahun. Itu dari segi persentasenya. Kalau dilihat dari segi angkanya, pada tahun 2012 itu jumlah orang miskin kita berjumlah 29,25 juta orang, tetapi di bulan September 2022 jumlah orang miskin kita ada sejumlah 26,36 juta orang, artinya turun sekitar 3 juta orang. Penurunan 3 juta ini juga sebenarnya berasal dari pertumbuhan jumlah penduduk. Maksudnya jumlah penduduk pada tahun 2012 dibandingkan jumlah penduduk pada 2022 itu angkanya berbeda, di mana ada kenaikan sekitar 20 juta orang. Jadi selama 10 tahun artinya saat kenaikan jumlah penduduk 20 juta orang, itu angka kemiskinan bisa direm, bahkan bisa diturunkan dengan angka sampai 3 juta orang. Tentu ada juga pernah naik, yaitu pada saat pandemi. Saat pandemi itu penduduk miskin mengalami kenaikan. Jika pada tahun 2020 mulai bulan Maret itu kalau kita lihat jumlah orang miskin kita mengalami kenaikan (dari 9,22% menjadi 9,78%). Kemudian pada bulan September 2020 mengalami kenaikan lagi dari 9,78% menjadi 10,19%). Sebagaimana kita ketahui perkembangan angka kemiskinan tersebut di atas, sesungguhnya belum sepenuhnya menggunakan standar kemiskinan Bank Dunia. Kita baru menggunakan dasar perhitungan garis kemiskinnan yang baru mendekati garis kemiskinan Bank Dunia. Dengan standar kemiskinan itu, jumlah orang miskin kita masih sejumlah 26,36 juta orang. Ini artinya masih sangat banyak orang di Indonesia ini yang miskin atau hidup di bawah garis kemiskinan. ini adalah tantangan buat kita untuk memperhatikan dan menolong mereka. Sekarang kita lihat gini rasionya. Gini rasio adalah rasio ketimpangan. Rasio ketimpangan kita juga masih cukup tinggi, karena rasio ketimpangan kita saat ini ada di angka 0,381. Angka ini masih termasuk kurang baik, maksudnya masih cukup timpang. Kalau untuk perkotaan itu 0,402 ketimpangannya, kalau di pedesaan angkanya 0,313. Jadi kalau di desa itu lebih merata sedikit, sementara kalau di kota, gaps-nya lebih tinggi. Artinya di kota timpangnya lebih banyak. Secara keseluruhan, sekali lagi ini suatu tantangan buat kita semua. Dilihat dari sisi ketimpangan, Indonesia masih punya tantangan besar. Meskipun pertumbuhan ekonomi kita tergolong negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik tetapi melihat angka kemiskinan dan gaps ketimpangannya masih cukup lebar. Ini tantangan buat kita untuk sama-sama mengatasinya. Di sinilah kita melihat peran dana sosial untuk mengatasi berbagai tantangan kemiskinan dan permasalahan sosial serta ekonomi di Indonesia. Kalau kita lihat di Indonesia, dana sosial Islam itu memiliki peran yang sangat banyak. Beberapa peran dana sosial Islam adalah : 1. Mengatasi Kemiskinan. Dana sosial Islam berperan untuk membantu mengatasi kemiskinan, misalnya untuk membantu memberikan makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Dana sosial Islam disalurkan kepada orang miskin untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, karena adanya kemiskinan, akan dipenuhi dari dana sosial Islam yang dibagikan kepada orang-orang miskin. 2. Mengatasi pengangguran. Beberapa lembaga pengelola dana sosial Islam juga menggunakan dana sosial Islam untuk memberikan modal untuk usaha. Dana sosial Islam digunakan untuk melahirkan wirausahawan baru. Kadang dana sosial Islam juga digunakan untuk memberikan pelatihan kerja guna mengatasi pengangguran. Pelatihan kerja ini diberikan untuk memberikan kesempatan bagi para penganggur untuk memiliki keterampilan yang memungkinkannya bisa langsung bekerja. 3. Meningkatkan kualitas SDM. Banyak lembaga-lembaga pengelola dana sosial Islam itu memberikan beasiswa untuk anak-anak sekolah di level Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai perguruan tinggi. Pemberian beasiswa ini sebagai bagian dari peningkatan kualitas SDM. Kadang para penerima beasiswa ini juga dilatih keterampilan-keterampilan profesional tertentu, sehingga memungkinkan para penerima beasiswa untuk bekerja. 4. Mewujudkan keseimbangan dan keadilan. Dengan sendirinya, secara tidak langsung, kegiatan-kegiatan pengelolaan dana sosial Islam untuk membantu agar orang-orang yang hidupnya sangat miskin itu, bisa ditolong sehingga mereka kemudian tidak merasa sangat jauh tertinggal dengan orang-orang yang punya penghasilan menengah ke atas. Jadi dalam kondisi ini ada upaya kita untuk meng-upgrade posisi sosial ekonomi masyarakat kelas bawah ini, agar mereka ini tidak sangat tertinggal jauh dengan rekan-rekannya sesama bangsa Indonesia yang berada di level pendapatan menengah ke atas. Dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan lembaga pengelola dana sosial Islam ini, menegaskan bahwa dana sosial Islam menciptakan keseimbangan sekaligus juga keadilan. 5. Mengatasi Kesenjangan dan Mencegah Konflik Sosial. Lembaga-lembaga pengelola dana sosial Islam berperan mencegah terjadinya konflik sosial. Konflik sosial bisa terjadi karena perbedaan pendapatan dan perbedaan kesejahteraan. Banyak terjadi di negara-negara yang terlalu jauh perbedaan pendapatan antara kelompok masyarakat atas dengan kelompok masyarakat bawah, ini keadaan yang rentan sekali terjadi konflik-konflik sosial. Dalam kondisi seperti ini kelompok masyarakat berpenghasilan rendah begitu mudah untuk marah. Begitu ada pemicunya, kelompok masyarakat bawah ini akan menampilkan kemarahannya dalam bentuk-bentuk yang merusak, ataupun menghambat, atau menghilangkan kepemilikan dari orang-orang kaya dengan cara merusak barang-barang dan aset yang dimiliki orang kaya. Pada kondisi ini, orang-orang berpenghasilan rendah akan mencegah orang-orang kaya menikmati asset dan fasilitas yang dimiliki. Jadi kegiatan pengelolaan dana sosial Islam berfungsi mengatasi kesenjangan dan mencegah konflik sosial. 6. Menjaga Persatuan Bangsa. Dengan adanya keterikatan yang semakin kuat antara kelompok miskin dan kelompok kaya, sebagai akibat terjadinya proses perasaan bahwa orang miskin hidup secara adil dan tumbuh bersama karena dibantu dengan dana sosial Islam, ini akan menumbuhkan kohesi, yaitu menumbuhkan keterikatan antar sesama anak bangsa, sehingga bangsa ini menjadi lebih kuat. Apalagi jika penyaluran bantuan dana sosial Islam ini bisa dilakukan di daerah perbatasan yang mereka hidupnya awalnya penuh kekurangan, ketika kemudian dibantu dengan dana sosial Islam, mereka akhirnya bisa merasa sebagai satu bangsa, yang terikat sebagai bangsa Indonesia. 7. Mewujudkan Kesejahteraan dan Kemakmuran Bangsa Pengelolaan dana sosial Islam juga berguna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, dalam arti bahwa kekurangan-kekurangan Pembangunan, kekurangan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh keseluruhan anak bangsa ini maka kekurangannya akan ditutup dengan dana sosial Islam. Dimana orang-orang yang berpendapatan lebih menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membantu saudara-saudaranya yang secara ekonomi belum beruntung. Menjadi penting bagi orang-orang kaya yang punya penghasilan lebih untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membantu saudara-saudaranya yang hidup masih dalam kondisi kekurangan atau tertinggal. Dalam hal ini kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang-orang kaya, tapi kemakmuran harus dinikmati oleh sebanyak mungkin orang pada komunitas bangsa. 8. Mendorong Perwujudan Indonesia sebagai Produsen Halal Terkemuka di Dunia. Cita-cita kita adalah bagaimana agar bangsa Indonesia bisa berposisi di tengah-tengah bangsa-bangsa di dunia, bukan hanya sebagai negara yang menjadi konsumen semata, tetapi bisa menjadi negara produsen halal terkemuka. Kita memiliki penduduk sangat banyak, tetapi banyaknya penduduk Jangan hanya bisa mengkonsumsi saja, tetapi juga bisa menghasilkan atau memproduksi sesuatu yang bisa dijual keluar negeri. Kita harus pandai memproduksi dan menghasilkan suatu barang yang halal kemudian dapat dijual kepada bangsa-bangsa di dunia. Selanjutnya akan menghasilkan pendapatan yang besar bagi bangsa ini dan cita-cita ini Tentunya tidak bisa dilepaskan juga dengan peran kegiatan pengelolaan dana sosial Islam. Peran pengelolaan dana sosial Islam adalah untuk melakukan proses pemberdayaan kepada UMKM terutama yang berasal dari dari kelompok masyarakat bawah, agar mereka naik kelas. Jika sebelumnya pengusaha mikro bisa berkembang menjadi usaha kecil, selanjutnya menjadi pengusaha menengah dan besar. Jika sebelumnya jualan yang hanya kepada tetangga, selanjutnya bisa dijual kepada masyarakat Indonesia di berbagai pulau bahkan Akhirnya bisa ekspor ke berbagai negara. Tentu saja pendampingan kepada usaha mikro ini harus mengarahkan pengusaha mikro ini menjual produk yang sudah tersertifikasi halal. Ketika produk halal ini bisa dijual kepada berbagai negara, artinya kegiatan pengelolaan dana sosial Islam juga berkontribusi mendatangkan devisa bagi bangsa Indonesia. **************************************************************** Penulis : Ahmad Juwaini (Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS)

14 July, 2023

Tantangan Penghimpunan Zakat Nasional

Kalau kita lihat perilaku berzakat orang Indonesia saat ini, orang Islam di Indonesia melakukan pembayaran zakat melalui : 1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yaitu organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah dari pusat atau Nasional, Provinsi sampai Kabupaten/Kota. 2. Lembaga Amil Zakat (LAZ), yaitu organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dari Nasional, Provinsi, sampai Kabupaten/Kota. 3. UPZ (Unit Pengelola Zakat yang berada di instansi pemerintah, perusahaan, masjid) yang menginduk kepada BAZNAS. 4. Perwakilan LAZ (Perwakilan Lembaga Amil Zakat atau Mitra Pengelola Zakat yang berada di perusahaan, masjid atau organisasi yang menginduk kepada LAZ) 5. Lembaga Zakat tidak terdaftar, termasuk juga ke Masjid, Panti Yatim, Pesantren dan organisasi sosial Islam lainnya. 6. Langsung dibayarkan ke Mustahik (Fakir, Miskin, Riqab, Gharimin, Muallaf, Ibnu Sabil, Fii sabilillah dan lain-lain). Merujuk kepada data penghimpunan zakat nasional dari BAZNAS, keseluruhan zakat yang terhimpun dari BAZNAS dan LAZNAS pada tahun 2022, angkanya baru mencapai 22,47 Trilyun atau berada di kisaran 6,8% dari potensi zakat di Indonesia (327 Triliun). Dengan merujuk pada data penghimpunan dan perhitungan potensi zakat di Indonesia tersebut, artinya ada sekitar 93,2% dana zakat yang dibayarkan melalui selain BAZNAS (termasuk UPZ) dan LAZNAS (termasuk Perwakilan LAZ). Masih sangat banyak pembayaran zakat yang melalui lembaga zakat tidak terdaftar dan langsung dibayarkan kepada mustahik (tempat membayar zakat No.5 dan No.6 di atas). Ini artinya, sangat besar jumlah pembayaran zakat yang tidak tercatat dalam data zakat nasional. Masih besarnya potensi zakat yang belum tergarap, menghadirkan satu tantangan besar untuk kita, yaitu bagaimana caranya kita meningkatkan jumlah penghimpunan zakat nasional (dan tercatat secara resmi) ? Untuk meningkatkan angka penghimpunan zakat nasional, kita harus menjawab beberapa tantangan yang ada. Urutan prioritas tantangan yang harus ditangani agar permasalahan penghimpunan zakat di Indonesia bisa diatasi adalah : 1. Tantangan Ketaatan Membayar Zakat Sampai dengan saat ini, berapa persen umat Islam di Indonesia yang memiliki penghasilan/harta mencapai nishab dan secara rutin mengeluarkan zakatnya. Kita memperkirakan minimal 90% umat Islam di Indonesia sudah membayarkan zakatnya secara rutin. Sosialisasi dan edukasi kesadaran wajib zakat masih diperlukan. Sosialisasi dan edukasi jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya juga masih diperlukan, meskipun proporsi orang Islam yang belum menunaikan kewajibannya berzakat sudah mengecil. 2. Tantangan Membayar Zakat Formal Setelah kewajiban membayarkan zakat dipenuhi, tantangan berikutnya yang harus ditangani adalah bagaimana membimbing dan mengarahkan umat agar membayarkan zakat melalui organisasi pengelola zakat yang resmi. Organisasi pengelola zakat yang resmi adalah organisasi pengelola zakat yang telah mendapat izin dari pemerintah karena telah memenuhi serangkaian persyaratan tertentu dan bersedia mengelola zakat dengan pedoman atau ketentuan tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Organisasi pengelola zakat yang resmi artinya pengelolaan zakatnya telah sesuai dengan standar pengelolaan zakat yang baik, sebagaimana diatur oleh Undang-undang dan ketentuan lain yang ditetapkan pemerintah. Organisasi pengelola zakat yang resmi juga telah memiliki mekanisme pelaporan kinerja secara periodik, sehingga data laporannya dapat dikonsolidasikan sebagai data nasional. 3. Tantangan Konsolidasi Data Semua Titik Pembayaran Zakat Tantangan selanjutnya yang harus dijawab adalah bagaimana mengarahkan umat agar membayarkan zakat ke titik-titik pembayaran zakat yang datanya terkonsolidasi secara nasional. Pada saat yang sama, kita juga perlu menyiapkan dan melengkapi semua titik pembayaran zakat dengan alat, platform atau aplikasi yang memungkinkan semua pembayaran dan penyaluran zakat, datanya terkonsolidasi secara nasional. Untuk semua pengelola zakat yang belum resmi dan datanya terhubung secara nasional, secara bertahap juga diarahkan menjadi lembaga pengelola zakat resmi (baik sebagai BAZNAS dan UPZ, atau sebagai LAZ dan Perwakilan LAZ). ************************************************************************ Penulis : Ahmad Juwaini (Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS)

05 April, 2023

Karakteristik dan Peran Strategis Wakaf

Wakaf dalam ajaran Islam artinya adalah menahan pokoknya dan menyedekahkan manfaat atau hasilnya. Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, menyebutkan tentang pengertian wakaf yaitu: “wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah”. Sudah sejak lama umat Islam di Indonesia mempraktekkan wakaf dalam kehidupan sehari-hari. Pada masa lalu, masyarakat Islam Indonesia, telah mempraktekkan wakaf untuk keperluan pembangunan masjid dan madrasah, serta penyediaan makam serta fasilitas sosial dan peribadatan lainnya. Dalam perkembangannya, semakin disadari bahwa harta wakaf bukan hanya untuk keperluan sosial dan peribadatan semata, akan tetapi juga diperlukan untuk pengembangan ekonomi masyarakat. Wakaf diharapkan memiliki manfaat dalam menggerakkan ekonomi, sekaligus memberikan hasil yang dapat digunakan untuk membantu kegiatan sosial dan kebajikan lainnya (mauquf alaih). Kesadaran ini mendorong kemunculan pengembangan wakaf yang bersifat produktif, yaitu pemanfaatan wakaf yang memiliki dimensi usaha atau investasi, dimana hasil usaha atau investasinya disalurkan untuk membantu kegiatan amal kebajikan. Untuk melihat, bagaimana posisi dan kedudukan wakaf dihubungkan dengan dana sosial Islam dan elemen keuangan Islam lainnya, berikut ini adalah karakteristik wakaf yang secara khas membedakan dengan lainnya : 1. Mengubah Private Property dan Public Property menjadi God Property. 2. Berorientasi Jangka Panjang. 3. Bersifat Akumulatif. 4. Berorientasi Produktif dan Investatif. 5. Memerlukan 3 Kompetensi Inti : 1) Fundarising (Waqfraising), 2) Investasi 3) Distribusi imbal hasil 6. Menjadi Sumber daya ekonomi dan bisnis. 7. Tujuannya adalah Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan. Dengan karakteristiknya yang khas tersebut, maka wakaf harus dikembangkan secara produktif melalui instrumen investasi dan bisnis, untuk selanjutnya, keuntungan atau imbal hasilnya digunakan untuk membiayai kegiatan sosial dan kegiatan kebajikan lainnya (Mauquf alaih). Wakaf adalah instrumen keuangan dan instrumen ekonomi dalam Islam yang memungkinkan umat Islam untuk mengakumulasikan aset (milik Allah SWT) untuk kepentingan publik dan mendukung peningkatan kualitas umat dan pencapaian umat dalam berbagai kegiatan pada kancah global. Wakaf dapat digunakan untuk membiayai berbagai keperluan umat Islam, sehingga umat Islam mampu meningkatkan posisi tawarnya di tengah berbagai bangsa dan komunitas di dunia. Menyadari kedudukan dan peran strategis wakaf bagi umat Islam, maka sudah seharusnya apabila umat Islam lebih bersemangat untuk berwakaf dan terus semakin memperbesar aset wakaf yang merupakan harta dan aset milik umat. Apalagi karena karakteristik wakaf tidak habis (bersifat akumulatif), maka dengan semakin bertambahnya umat Islam yang berwakaf, maka akumulasi wakaf akan semakin bertambah besar. Sebagaimana bola salju yang terus menggelinding, maka akumulasi wakaf uang tidak akan berkurang, namun akan terus bertambah besar dari waktu ke waktu. ***************************************************************** Penulis : Ahmad Juwaini (Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS)