19 September, 2008

TRAGEDI ZAKAT 159

Hari Senin 15 September 2008 yang bertepatan dengan 15 Ramadhan 1429 adalah hari kelabu dunia zakat di Indonesia. Sebuah tragedi yang memilukan terjadi. 21 orang meninggal ketika berebut dan mengantri zakat di Rumah H. Syaikhon di Pasuruan Jawa Timur. Ini adalah tragedi zakat terburuk di Indonesia, bahkan mungkin di dunia.

Peristiwa tragedi ini adalah pengulangan tragedi zakat seperti yang sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2003 terjadi tragedi meninggalnya 4 orang ketika berebut zakat di pasar minggu jakarta. Tahun 2007 terjadi lagi tragedi zakat di Gresik Jawa Timur yang mengakibatkan satu orang meninggal. Dengan kejadian tragedi zakat di Pasuruan ini, maka lengkaplah tragedi zakat di Indonesia.

Pertanyaannya adalah : Sampai kapan kasus ini masih harus berulang ? Haruskah selalu ada orang miskin yang menjadi korban, ketika ada orang kaya sedang memuaskan pelaksanaan ibadah zakatnya ?

Menyalurkan zakat secara langsung, tentu saja tidak haram hukumnya. Untuk sekedar menggugurkan kewajiban dan memuaskan dahaga spiritual seorang pembayar zakat, maka menyalurkan zakat langsung adalah kenikmatan luar biasa. Terlebih bila hal itu dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang penuh berkah dan balasan lipatan pahala bagi segala kebajikan.

Siapa sih yang tidak akan bahagia, ketika menyalurkan zakat, kemudian orang miskin yang menjadi penerimanya mencium tangan kita, mengucapkan terima kasih dan merapalkan doa dari bibirnya yang bergetar, diiringi oleh lelehan air mata. Sungguh ini adalah penyejuk jiwa dan pengisi ego spiritual yang dalam.

Tetapi menyalurkan zakat sebatas memuaskan dahaga spiritual dan menggugurkan kewajiban, hanyalah satu bagian dari makna ibadah zakat yang dihadirkan Yang Maha Kuasa bagi manusia di dunia ini. Zakat juga membawa pesan tentang perubahan orang-orang yang diberi zakat. Semestinya zakat yang disalurkan dengan benar memiliki dimensi untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dhuafa dan mengatasi kemiskinan.

Untuk dapat mencapai manfaat zakat dalam dimensi sosial (ekonomi), maka zakat mestilah dikelola dengan sebuah pengelolaan yang piawai. Yaitu pengelolaan yang betul-betul mampu memberi perubahan terhadap nasib orang-orang miskin. Pengelolaan zakat yang ciamik juga menghendaki transparansi dan akuntabilitas publik yang jelas. Pengelolaan zakat harus mampu dipertanggung jawaban kepada para pemberi zakat, terlebih kepada Allah SWT yang Maha Menyaksikan setiap gerak-gerik makhluknya.

Untuk mencapai pengelolaan zakat yang baik, tentulah peran institusi pengelola menjadi tak terhindarkan. Fungsi pengelola (Amil) adalah conditio cine quanon bagi tercapainya tujuan perubahan nasib orang-orang dhuafa melalui zakat. berbanding dengan pengelolaan individual yang bersifat subjektif dan sporadis, maka pengelolaan melalui institusi diharapkan akan mampu mencapai tujuan zakat secara optimal.

Pentingnya penyaluran zakat dengan intermediasi institusi juga dalam rangka dana zakat dapat termobilisasi secara nyata. Potensi dana zakat yang besar, apabila dapat dimobilisasi dan dikonsentrasikan melalui institusi zakat akan terkumpul sangat besar. Dengan dana yang besar, maka segala program dalam rangka mengentas mustahik dari kemikiskinannya dapat dilakukan. Rumah sakit Gratis untuk orang miskin dapat didirikan, sekolah cuma-cuma buat dhuafa dapat dijalankan, toko dan perusahaan dalam rangka menghidupi kaum papa dapat diwujudkan. bahkan jika diperlukan ribuan hektar lahan sawah dan perkebunan dapat digarap dan diambil manfaatnya secara percuma oleh petani juga bukan sekedar mimpi.

Masalahnya, tidak semua masyarakat mempercayai organisasi pengelola zakat. Banyak
institusi zakat yang tidak amanah. Dari mulai pengalokasian program yang tidak tepat, pemilihan program yang asal ada, penggunaan uang zakat untuk operasional yang kelewat batas, tidak adanya transparansi dan pertanggung jawaban, sampai kepada gaya dan perilaku amil zakat yang kadang membuat masyarakat tidak simpati. Kalau sudah begini, maka amil zakat juga harus berbenah. Tidak cukup hanya sekedar meminta muzakki untuk membayar zakat melalui lembaganya, tetapi juga mendahului dengan segala perbaikan lembaga yang membuat setiap muzakki "Falling in Love" melihat gaya dan kinerja para amil.

Semoga Tragedi zakat di pasuruan ini adalah yang terakhir kalinya. Dan Semoga pada hari-hari yang akan datang semakin banyak muzakki yang menyalurkan zakatnya melalui lembaga.

01 September, 2008

MASA DEPAN ZAKAT INDONESIA


Tepat pada bulan September 2008, usia Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 genap melewati 9 tahun. Sebuah perjalanan UU yang tidak bisa disebut pendek. Meskipun masih terdapat kekurangan pada substansi isi UU No. 38 Tahun 1999, akan tetapi dampak kehadirannya sangat besar dalam perkembangan zakat di Indonesia selama waktu yang sudah dilalui.

Setelah 9 tahun berjalan, tentu pada UU No. 38/1999 juga didapati kelemahan dan keterbatasan. Begitu banyak pelaku zakat di Indonesia berharap bahwa UU No. 38/1999 dapat segera direvisi sehingga perannya yang menentukan dalam menata zakat di Indonesia akan dapat optimal. Revisi UU adalah prasyarat bagi terwujudnya masa depan zakat di Indonesia yang lebih baik.

Dengan melihat perkembangan perzakatan di Indonesia saat ini, serta upaya yang masih terus dilakukan oleh para pegiat zakat serta langkah-langkah yang sedang dan akan diambil oleh para pengambil kebijakan zakat, maka kita dapat memperkirakan bahwa masa depan zakat di Indonesia akan menjadi seperti berikut :

1. 1. Regulasi zakat yang optimal
Revisi UU Zakat akan terjadi, dimana isi pengaturan di dalamnya telah mencerminkan penataan yang lebih baik daripada UU No. 38/1999. Seluruh komponen penting yang diperlukan bagi perwujudan penataan zakat yang lebih optimal akan mendapatkan kejelasan pengaturan. Beberapa unsur penataan zakat yang termuat dalam regulasi zakat tersebut adalah : pengaturan tentang subjek zakat, objek zakat, kelembagaan zakat, fungsi pengumpulan zakat, fungsi pendayagunaan zakat, pencatatan dan transparansi OPZ, pertanggungjawaban OPZ, pencegahan penyimpangan dan sanksi atas penyimpangan baik dilakukan oleh muzakki maupun oleh OPZ.

2. Terkoordinirnya organisasi zakat di Indonesia
Pada masa yang akan datang, seluruh OPZ akan dikoordinir oleh suatu badan atau institusi yang kuat, independen dan kredibel. Badan ini memiliki kewenangan mengkoordinir sekaligus mengawasi semua OPZ. Badan ini juga memiliki kewenangan untuk memberikan dan mencabut izin operasinal OPZ. Badan ini akan memiliki peran dalam melakukan mobilisasi dan pengaturan terhadap semua OPZ, sehingga sinergis. Badan ini juga akan menyusun database perzakatan secara menyeluruh. Pada lembaga ini akan terkumpul data lengkap seluruh OPZ, data muzakki, mustahik dan peta kemiskinan serta program pemberdayaan zakat yang dilakukan oleh semua OPZ. Melalui pengkordinasian dan pengawasan OPZ yang efektif, maka akan terwujud OPZ yang amanah dan profesional.

3. Meningkatnya pembayar zakat melalui lembaga
Dengan regulasi zakat yang tepat, maka akan meningkat kesadaran masyarakat dalam penunaian zakat. Berbondong-bondong para muzakki menyerahkan zakatnya melalui OPZ. Jika selama ini lebih banyak masyarakat menyerahkan zakatnya secara langsung kepada mustahik, maka pada masa yang akan datang sebagian besar masyarakat akan menyalurkan zakatnya melalui OPZ. Masyarakat akan semakin sadar bahwa untuk mencapai efektifitas pemanfaatan zakat, prasyarat utamanya adalah termobilisasi dan terkonsentrasinya dana zakat pada OPZ yang terkoordinir secara sistematis. Dengan terkonsentrasinya dana zakat secara optimal akan dimungkinkan pendayagunaan zakat yang lebih baik.

4. Meningkatnya masyarakat miskin yang terbantu
Dengan keberhasilan mobilisasi dana zakat, khususnya yang dihimpun oleh OPZ, maka akan semakin banyak mustahik yang terbantu. Dengan semakin amanah dan profesionalnya para OPZ, maka efektivitas penggalangan dana yang dilakukan oleh semua OPZ akan mencapai titik optimalnya. Pada kondisi penghimpunan dana yang optimal, maka upaya untuk menolong kehidupan orang-orang miskin akan meningkat. Dengan dana zakat yang terhimpun besar, maka semakin banyak kebutuhan dasar mustahik yang terpenuhi seperti layanan kesehatan, pendidikan, pengembangan ekonomi dan pelatihan keterampilan kerja. Di berbagai daerah akan muncul berbagai sarana kesehatan gratis, baik rumah sakit, klinik atau aksi pelayanan kesehatan. Juga akan muncul di berbagai daerah sekolah gratis, taman pendidikan gratis dan sarana belajar-mengajar yang disediakan kepada masyarakat miskin tanpa dipungut biaya. Yang juga akan muncul di berbagai wilayah adalah aktifitas badan-badan usaha dalam rangka memfasilitasi orang miskin untuk memperoleh pendapatan.

5. Zakat menjadi pengurang pajak
Pada masa depan yang akan terwujud adalah zakat menjadi pengurang pajak. Dengan berbagai pertimbangan dan alasan, khususnya pertimbangan perlunya persuasi terhadap pembayaran zakat, pada akhirnya zakat dapat menjadi pengurang pajak. Berlakunya zakat menjadi pengurang pajak akan menjadi momentum bagi muzakki untuk semakin terdorong menyalurkan zakatnya melalui OPZ yang telah diotorisasi untuk dapat mengeluarkan bukti zakat sebagai pengurang pajak. Perusahaan-perusahaan yang dimiliki kaum muslimin juga akan semakin banyak yang menyalurkan zakat perusahaannya melalui OPZ.

6. Meningkatnya peran Indonesia dalam perzakatan global

Dengan semakin mantapnya penataan zakat di Indonesia, melalui penguatan OPZ dan koordinasi dan sinergi antar OPZ, maka peran pelaku zakat di tingkat regional dan internasional juga akan meningkat tajam. Kiprah pelaku zakat di Indonesia dalam mempengaruhi kebijakan zakat di kawasan Asia Tenggara akan semakin signifikan. Bukan hanya di kawasan regional, pada tingkat global, peran masyarakat zakat di Indonesia juga akan sangat menentukan. Peran pelaku zakat dalam perzakatan global akan terwujud dalam bentuk kerjasama dalam rangka pengembangan kelembagaan OPZ dan dalam rangka melaksanakan program pendayagunaan zakat untuk mencapai optimalisasi membantu mustahik di berbagai belahan dunia.