24 August, 2018

KHUTBAH JUMAT SEBAGAI KURSUS ISLAM BERKELANJUTAN

Setiap muslim (laki-laki) diwajibkan untuk melaksanakan sholat jumat, dimana di dalamnya ada khutbah jumat. Khutbah jumat merupakan satu kesatuan ibadah yang terangkai dengan sholat jumat. Dengan kedudukan khutbah jumat yang merupakan rangkaian langsung dari sholat jumat, dapat diambil kesimpulan bahwa hampir selalu, setiap muslim akan mendengarkan khutbah pada hari jumat (khutbah jumat).
Selama ini, khutbah jumat masih dikelola dengan cara konvensional, dimana khutbah jumat cenderung dipandang sebagai pelengkap berlangsungnya kewajiban melaksanakan sholat jumat. Dengan cara pandang seperti itu, maka khutbah jumat belum dikelola secara optimal sebagai wahana pendidikan umat yang strategis. Agar khutbah jumat memiliki kualitas yang tinggi, maka khutbah jumat perlu dikelola dengan sudut pandang sebagai kursus Islam berkelanjutan.
Khutbah jumat harus dipandang sebagai forum pembinaan umat mingguan di mana setiap muslim akan mengikuti kursus rutin dengan tatap muka sebanyak 52 kali dalam setahun. Setiap pekan sekali, pada hari Jumat secara berkelanjutan, seorang muslim akan mengikuti pendidikan untuk meningkatkan pemahaman Islam. Minimal lamanya tatap muka adalah 15 menit yang dilakukan terus menerus sejak seorang muslim baligh sampai dia meninggal. Jika seorang muslim memasuki baligh pada usia 15 tahun dan meninggal pada usia 60 tahun, maka jumlah jam belajar yang dijalani dengan khutbah jumat minimal adalah 35.100 menit atau 585 jam. Ini adalah jumlah jam belajar yang cukup panjang untuk mempelajari pemahaman Islam.
Untuk dapat memperbaiki kualitas khutbah Jumat, setidaknya ada beberapa faktor yang perlu diperbaiki, yaitu :
1.     Kurikulum. Perlu disiapkan rancangan materi (topik) pembahasan yang akan disampaikan oleh seorang khatib Jumat. Susunan materi ini harus disiapkan sedemikian rupa sehingga menggambarkan urutan pembahasan yang berjenjang dan menyatu. Setidaknya, ada 52 materi pembahasan dalam setahun yang perlu dibuatkan rancangan tatap muka dan bisa dilanjutkan pada jenjang selanjutnya di tahun berikutnya. Rancangan tatap muka khutbah ini bisa disebut sebagai Satuan Acara Khutbah (SAK), yang menjelaskan sub-sub bahasan atau poin-poin penting bahasan yang harus disampaikan dalam satu kali penyampaian khutbah. Selain materi bahasan dan sub bahasan, juga di dalam SAK dijelaskan cara menyampaikan dan sumber rujukan utama materi pembahasan. SAK adalah semacam Term of Reference (TOR) dari proses khutbah yang setiap pekan dilakukan.
2.     Khatib. Perlu disiapkan khatib yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan materi pembahasan sesuai kurikulum yang telah dibuat. Khatib harus memiliki kualifikasi penguasaan materi bahasan dan kemampuan menyampaikan materi bahasan dengan jelas dan menarik.  Dengan kualifikasi Khatib yang bagus, maka materi bahasan juga dapat ditransfer kepada jamaah dengan baik, sehingga menghasilkan pemahaman yang benar sesuai maksud kurikulum. Pun dengan kemampuan khatib yang menarik akan mengurangi jumlah jamaah yang tertidur saat khutbah berlangsung.
3.     Sarana dan Prasaran. Perlu disiapkan sarana dan prasarana untuk mencapai dukungan proses penyampaian informasi dan pesan-pesan khutbah yang memiliki dampak kepada jamaah. Sound system harus diatur agar menghasilkan suara yang jernih dan nyaman bagi jamaah. Sudah saatnya untuk menyediakan fasilitas layar presentasi, agar materi bahasan semakin dimengerti. Ruangan yang dikondisikan agar dapat membuat jamaah khusyuk mendengarkan khutbah jumat. Lebih bagus lagi, kalau selesai sholat jumat, jamaah dapat membawa bulletin atau lembaran yang berisi catatan pembahasan khutbah (hand out).
4.     Proses. Pada akhirnya setiap masjid harus memperbaiki proses pengelolaan dan layanan jamaah. Untuk mencapai suatu proses pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan interaksi yang dekat antara pengelola atau pengurus masjid dengan jamaahnya. Guna mencapai tujuan kursus berkelanjutan, pada akhirnya pengelola masjid harus mengenali jamaah yang terus menerus atau sangat sering sholat jumat di masjid itu dengan yang hanya sekali atau sesekali datang karena kebetulan melintas dekat masjid itu pada saat sholat jumat. Masjid pada akhirnya harus mengembangkan sistem database masjid. Masjid juga harus meningkatkan kualitas pengelolaan sehingga menciptakan kondisi masjid yang makmur. 
s   Semua faktor itu sangat menentukan keberhasilan dalam pencapaian khutbah jumat sebagai kursus Islam berkelanjutan. Jika tidak ada upaya sungguh-sungguh dalam memperbaiki kualitas khutbah jumat, maka khutbah jumat hanya akan menjadi ritual pekanan yang tidak memiliki dampak dalam peningkatan kualitas pendidikan Diniyah Islam bagi umat. Sebaliknya, jika khutbah jumat ditingkatkan kualitasnya, maka sebagian fungsi pendidikan Diniyah Islam akan dapat dicapai melalui khutbah jumat.





14 August, 2018

Akankah Gempa Lombok Menjadi Bencana Nasional ?

Sampai dengan hari ini (13/8/18), Gempa Lombok yang berkekuatan 7 SR belum ditetapkan sebagai bencana nasional. Sementara kalau kita melihat kondisi di lapangan, dampak gempa ini luar biasa. Gempa ini telah menimbulkan kerusakan di seluruh wilayah Pulau Lombok, bahkan juga memiliki dampak kerusakan sampai ke Pulan Bali.

Berdasarkan data yang dirilis oleh BNPB sampai dengan tanggal 13/8/18, korban meninggal sudah mencapai 436 orang, yang meliputi : di Kabupaten Lombok Utara 374 orang, Lombok Barat 37 orang, Lombok Timur 12 orang, Kota Mataram 9 orang, Lombok Tengah 2 orang dan Kota Denpasar 2 orang.

Gempa ini juga telah mengakibatkan 1.353 orang mengalami luka-luka dan menyebabkan 387.067 orang mengungsi. Ratusan ribu bangunan rusak akibat gempa. Di antara bangunan rusak tersebut adalah rumah sebanyak 67.875 dan 606 bangunan sekolah. Bangunan lainnya yang mengalami kerusakan adalah rumah sakit, puskesmas, masjid, musholla, jembatan dan bangunan lainnya yang jumlahnya mencapai puluhan ribu unit. Secara keseluruhan, gempa ini juga telah menimbulkan kerugian sebesar 5,04 Trilyun Rupiah.

Ada satu pertanyaan, mengapa bencana Lombok ini belum ditetapkan sebagai bencana nasional ? Padahal kalau melihat dampak korban, kerusakan dan berbagai dampak lainnya, Gempa Lombok sudah layak dikategorikan sebagai bencana nasional. Setidaknya kalau dibandingkan dengan Gempa Jogja tahun 2006 dan Gunung Meletus Sinabung tahun 2010, secara area wilayah, korban dan dampak jauh lebih besar Gempa Lombok.

Jika kita merujuk kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dalam Pasal 1 menyebutkan : bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Pasal 7 ayat 1 poin c menyebutkan wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, di antaranya adalah penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
Pada Pasal 7 ayat 2 disebutkan : Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

Jika kita merujuk kepada parameter tersebut, bencana gempa Lombok sangat layak ditetapkan sebagai bencana nasional. Belum lagi kalau kita melihat kondisi di lapangan, kita menyaksikan bahwa sangat banyak korban gempa yang belum tertangani. Sebagian besar bantuan dan penanganan bencana terfokus kepada wilayah Lombok Utara dan Lombok Barat, sementara yang menjadi korban dan pengungsi juga menyebar di Kota Mataram, Lombok Tengah dan Kota Lombok.

Dengan ditetapkan sebagai bencana nasional, maka pemerintah pusat akan mengambil tindakan yang diperlukan dengan sumber daya nasional yang dimiliki. Penggunaan personil dan instansi yang memiliki kewenangan menangani bencana secara nasional juga dilakukan dalam satu koordinasi yang utuh. Pemerintah pusat juga akan membantu dengan memanfaatkan dana di APBN untuk peruntukan penanggulangan bencana. Kita mengetahui semua bahwa dengan besaran APBD Nusa Tenggara Barat (NTB) saat ini yang berjumlah sekitar 5 Trilyun, akan sangat kesulitan untuk mengatasi semua dampak dari gempa Lombok ini.

Penetapan status bencana nasional ini perlu segera dilakukan agar dampak gempa Lombok ini tidak terus bertambah parah. Bisa jadi, pemerintah daerah NTB masih merasa sanggup untuk menangani gempa Lombok ini, sehingga belum dirasakan perlu untuk mendorong ditetapkannya gempa Lombok ini sebagai bencana nasional. Semoga rasa percaya diri ini betul-betul karena perhitungan kemampuan yang matang. Sebab jika tidak, akan berakibat semakin banyak korban dan dampak gempa yang tidak tertangani semakin berkepanjangan.

Ahmad Juwaini
Relawan Gempa Lombok