20 September, 2007

BAZNAS : Pusat Zakat Indonesia


Mungkinkah di Indonesia hanya ada lembaga zakat
tunggal yang mengelola zakat seperti di beberapa
negara di Timur Tengah ? Jawabnya tentu saja mungkin.
Bahkan sebagian kita menjawabnya bukan hanya
"mungkin", tapi barangkali : "Harus !" Memiliki
Keinginan seperti itu tentu tidak salah, karena memang
sejak zaman Nabi dan para sahabat, pengelolaan zakat
memang dilakukan oleh satu lembaga saja, yaitu Baitul
Mal. Akan tetapi kalau keinginan tersebut ingin
diwujudkan seketika, yaitu dilakukan hari ini juga,
maka tampaknya kita perlu mencermati situasi dan
kondisinya lebih dahulu. Sebab menerapkan suatu
keinginan, tanpa melihat realitas di lapangan yang
ada, maka itu hanya akan menjadi mimpi atau
halusinasi.

Ada sebagian kita menginginkan agar Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) bisa menjadi lembaga tunggal
pengelola zakat di Indonesia. Keinginan ini
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Baznas adalah
organisasi pengelola zakat yang dibentuk atas dasar
Undang-Undang yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Juga karena
kepengurusan BAZNAS ditetapkan melalui Keputusan
Presiden No. 8 tahun 2001 (Kemudian direvisi dengan
Keppres No. 103 tahun 2004), dimana dalam Keppres ini
juga disebutkan bahwa Baznas menjadi koordinator
pengelolaan zakat di Indonesia. Baznas diharapkan
dapat mengkoordinasikan sekurang-kurangnya 33 Badan
Amil Zakat (BAZ) tingkat propinsi dan 18 Lembaga Amil
Zakat (LAZ) tingkat Nasional yang sudah dikukuhkan.
Penempatan Baznas sebagai kordinator zakat di
Indonesia juga diharapkan mampu mengoptimalkan potensi
zakat di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan
mencapai 19,3 Trilyun. Dimana dalam realisasi zakat
yang dihimpun oleh organisasi pengelola zakat resmi
masih kurang dari Rp 1 Trilyun.

Setelah lebih dari enam tahun beroperasi, ternyata
Baznas yang diharapkan ampuh melaksanakan titah
negara, ternyata masih digelayuti banyak kendala.
Baznas masih menjadi organisasi dengan kapasitas
organisasi sangat terbatas, baik karena perolehan dana
tahunannya masih kecil maupun dari besarnya subsidi
pemerintah (melalui APBN) untuk operasional Baznas
juga sangat terbatas. Dengan keterbatasan kapasitas
ini, maka ruang gerak baznas juga menjadi tidak
leluasa. Kendala lain yang dihadapi Baznas adalah
menyangkut tumpang tindihnya peran yang dimainkan.
Pada satu sisi Baznas ingin kita tempatkan sebagai
koordinator pengelolaan zakat, namun di sisi lain
Baznas juga menjadi operator yang langsung mengelola
zakat. Hal ini membuat Baznas menjadi rikuh di hadapan
lembaga-lembaga pengelola zakat yang hendak diaturnya.

Juga karena kelahiran Baznas yang belakangan
dibandingkan beberapa organisasi pengelola zakat (OPZ)
yang sudah ada sebelumnya. Sebutlah misalnya BAZIS DKI
yang usianya sudah lebih dari 30 tahun, YDSF yang
sudah berusia lebih dari 17 tahun atau Dompet Dhuafa
Republika yang sudah berusia 14 tahun. Pada
kenyataannya, beberapa organisasi pengelola zakat yang
lahir lebih dahulu dari Baznas tersebut telah malang
melintang di dunia zakat dan diterima oleh berbagai
lapisan masyarakat. Sementara Baznas juga tidak segera
menunjukkan kelasnya yang tinggi untuk dapat dipercaya
sepenuhnya oleh masyarakat. Tentu saja akhirnya
membuat Baznas menjadi tidak mudah untuk cepat dapat
diterima sebagai pengatur tunggal.

Upaya Baznas untuk mempercepat peningkatan kapasitas
organisasinya dengan menggandeng Dompet Dhuafa
Republika (DD) melalui kerjasama sinergis juga telah
dipersepsi secara tidak tepat oleh berbagai kalangan.
Ada sebagian kalangan khawatir bahwa kerjasama Baznas
– Dompet Dhuafa akan menjadikan aset dan uang negara
hanya dimanfaatkan oleh DD. Sebagian kalangan lembaga
pengelola zakat juga "merasa" terhambat untuk
melakukan sinergi dengan Baznas, karena adanya
kerjasama Baznas – Dompet Dhuafa. Mereka khawatir
bahwa kerjasama Baznas – Dompet Dhuafa akan membuat
Baznas dimonopoli oleh kepentingan DD. Mekipun Pada
kenyataannya semua itu tentu saja tidak benar.

Menyadari akan tugas besar mengintegrasikan
pengelolaan zakat Indonesia pada masa depan, maka cara
yang paling layak adalah dengan melakukan tahapan
proses guna mewujudkannya. Semua langkah itu harus
disusun secara bertahap dan sistematis dengan
memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang ada.
Harus ada rintisan langkah yang mampu memadukan antara
keinginan dan realitas yang berkembang di dunia zakat.
Semua bentuk hambatan atau rintangan harus disiasati
dengan cara komunikatif, santun, elegan dan tidak
menimbulkan permusuhan atau antipati. Semua tindakan
yang hanya mendasarkan kepada sikap arogan atau
kekuasaan belaka harus dijauhi. Apalagi kalau
cara-cara itu tidak didukung oleh pengetahuan dan
perkembangan dunia zakat yang ada di Indonesia, maka
hal itu harus ditinggalkan.

Salah satu tahapan penting dan strategis saat ini
sekaligus sebagai perbaikan atas sinergi Baznas – DD
adalah menjadikan Baznas sebagai "Pusat Zakat
Indonesia". Apa yang dimaksud dengan Pusat Zakat
Indonesia adalah sebuah fungsi (baca : bukan lembaga)
untuk mengkordinasikan seluruh lembaga zakat di bawah
payung Baznas. Pola koordinasi dilakukan melalui
pewadahan "manajemen perwakilan" yang merupakan
representasi dari kesertaan lembaga zakat yang
terlibat dalam koordinasi.

Fungsi Utama dari Pusat Zakat Indonesia adalah
mengkoordinasikan program pendayagunaan lembaga zakat,
meningkatkan kapasitas Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ), Melakukan standarisasi manajemen OPZ, termasuk
juga menjadi pusat data zakat terintegrasi seluruh
Indonesia. Karena Pusat Zakat Indonesia ini lebih
bersifat "directing management", maka fokus
kegiatannya adalah langsung pada optimalisasi
aktifitas guna peningkatan pengelolaan zakat secara
riil (nyata).

Kesediaan dan pengorbanan DD untuk menyertai
"metamorfosis" Baznas untuk mencapai peran puncaknya
adalah bentuk komitmen DD untuk mendukung cita-cita
mulia zakat di Indonesia. Semoga juga selalu ada insan
dan institusi yang mau menyambut kebaikan guna
mewujudkan cita mulia zakat.

____________________________________________________________________________________
Luggage? GPS? Comic books?
Check out fitting gifts for grads at Yahoo! Search
http://search.yahoo.com/search?fr=oni_on_mail&p=graduation+gifts&cs=bz

17 September, 2007

DD Sebagai Organisasi Komunitas


Kalau kita bertanya kenapa DD (Dompet Dhuafa Republika) lahir ? Jawabannya mungkin beragam. Beberapa kemungkinan jawabannya adalah : karena ingin menolong orang yang tidak mampu, meningkatkan kualitas kehidupan umat, memberdayakan masyarakat, melakukan dakwah, mengembangkan model pengelolaan Baitul Mal seperti di zaman Rasul atau mungkin mengembangkan ekonomi syariah. Pilihan apapun dari semua jawaban tersebut mereflesikan Visi dan Misi besar DD, khususnya dalam jangka panjang. Jawaban ini juga menyiratkan nilai-nilai yang dikandung dan mewarnai DD.

Sehingga kalau kita selami lebih lanjut, kenapa DD sekarang bentuknya menjadi LSM, atau Amil Zakat, atau menjadi Jejaring Multi Koridor atau menjadi Grant Making atau entah apa lagi ? Maka jawabnya adalah : semua itu adalah bentuk wadah atau media implementatif dari keinginan mewujudkan Visi, Misi dan nilai-nilai yang dikembangkan DD. Bentuk organisasi hanyalah sarana dalam mengupayakan pencapaian Visi dan Misi.

Yang akan abadi dalam kehidupan DD adalah Nilai, Visi dan Misi, sedangkan bentuk organisasi mungkin akan terus mengalami perubahan. Kesadaran ini sesungguhnya secara mendalam memberi pemahaman kepada kita tentang apa yang harus terus kita perjuangkan dan bagaimana kita mengembangkan nilai-nilai yang akan memandu kita berperilaku, baik sebagai individu maupun sebagai organisasi.

Berkait dengan perkembangan bentuk organisasi, maka kalau kita lihat dari sisi orientasi organisasi, maka DD telah melewati dua fase perkembangan,, yaitu sebagai Organisasi Sosial dan Organisasi Korporat. Organisasi Sosial adalah fase orientasi organisasi yang sangat sederhana, dimana organisasi hanya berorientasi bisa menolong orang lain, mampu berperan membantu masyarakat dan dilakukan dengan sambilan (part time) dalam arti sambil menjalankan fungsi utama organisasi, maka juga sekaligus melaksanakan fungsi sosial. Yang penting masih bisa beramal baik. Umumnya bentuk organisasa sosial juga menjadi bagian atau sayap dari sebuah organisasi lain, seperti perusahaan misalnya. Fase ini pernah dialami DD pada tahap yang sangat awal ketika masih menjadi bagian langsung Harian Republika.

Fase kedua, yaitu fase Organisasi Korporat yaitu fase dimana sebuah organisasi dikelola dengan azas-azas perusahaan modern. Fase ini juga ditandai dengan istilah yang populer dan melembaga, yaitu “profesional”. Dimana setiap orang mengelola organisasi layaknya sebuah perusahaan. Kultur yang dikembangkan pada fase organisasi korporat adalah “Siapa yang memberi sumbangsih besar bagi organisasi, maka ia layak mendapatkan balas jasa yang besar”. Setiap orang terikat dalam pola hubungan “kontrakting” dengan organisasi. Bagi siapapun yang yang sudah tidak memiliki kontribusi secara langsung terhadap organisasi, maka ia layak mundur atau keluar dari organisasi.

Setelah melewati dua fase perkembangan organisasi ini, maka sudah saatnya apabila DD memasuki fase Organisasi Komunitas. Fase ini adalah fase dimana organisasi telah berubah menjadi wadah berhimpunnya manusia karena memiliki Visi, Misi dan Nilai-nilai yang sama. Bersatunya manusia dalam organisasi ini bukan karena terikat “kontrak kerja”, akan tetapi terikat karena idealisme dan perjuangan Visi dan Misi. Alasan sederhananya adalah bahwa untuk memperjuangkan tercapainya Visi dan Misi tidak harus dalam wadah bernama “Amil Zakat” atau “Holding Institution” DD. Pada hakikatnya setiap bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengangkat harkat hidup mustahik dan meningkatkan kualitas hidup umat Islam adalah bagian dari kerja besar DD.

Untuk dapat membayangkan seperti apa bentuk nyata dari Organisasi komunitas ini, maka kita bisa “Benchmarking” pada organisasi parpol. Pada sebuah parpol, komunitas partai itu terbagi tiga, yaitu yang pertama adalah Pengurus (dari mulai DPP sampai DPRa), yang kedua adalah Kader (pendukung inti partai dan yang mengikuti pola pembinaan khusus bersifat reguler) dan yang ketiga adalah Simpatisan, yaitu hanya para pendukung lepas. Kita bisa membayangkan bahwa Amil DD yang sekarang terlibat dalam DD Holding adalah Pengurus. Sementara personil kita pada jejaring, mitra dan mantan Amil DD adalah Kader. Dan masyarakat relawan kita (Caring Community) adalah simpatisan.

Sederhananya adalah, Amil DD yang ada di Holding mendapatkan balas jasa keamilan DD sebagaimana berlaku dan juga mengikuti pola pembinaan khusus. Sedangkan Jejaring, mitra dan mantan Amil DD adalah orang-orang yang memiliki penghasilan sesuai tempatnya beraktifitas mencari nafkah tetapi telah atau sedang mengikuti pembinaan khusus. Sedangkan relawan (Caring Community) hanyalah mendapatkan pembinaan umum serta turut berpartisipasi dalam kegiatan DD.

Inti dari Organisasi Komunitas adalah Nilai yang kemudian diturunkan menjadi Visi dan Misi. Tugas besar organisasi komunitas adalah mengembangkan dan menyebarluaskan nilai-nilai yang dianut organisasi kepada sebanyak mungkin orang (Value Transformation). Untuk selanjutnya siapapun yang telah menganut nilai-nilai tersebut diharapkan untuk mengupayakan perwujudan nilai-nilai tersebut di manapun ia berada, khususnya di lingkungan di mana ia beraktifitas. Wallahu A’lam !

(Tulisan ini pertama kali dibuat 10 Rabiul Awal 1426 / 19 April 2005, tapi sampai sekarang masih relevan untuk kita kaji dan selami)

14 September, 2007

Zakat Untuk Rumah Sehat

Hari ini, akan ada perhelatan penting bagi Baznas Dompet Dhuafa, dan Insya Allah bagi dunia zakat pada umumnya. Karena pada hari ini akan diresmikan Rumah Sehat Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) hasil kerjasama dengan Masjid Sunda Kelapa di Menteng Jakarta Pusat. Mengapa peristiwa ini penting ? Karena peresmian Rumah Sehat LKC ini menjadi salah satu batu pijak dari upaya masyarakat zakat di Indonesia untuk mengimplementasikan pemanfaatan dana zakat untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar masyarakat mustahik, yaitu pemenuhan layanan kesehatan.

Pada masa lalu, zakat selalu dipandang sebelah mata. Perannya hanya dibingkai pada waktu akhir bulan Ramadhan dan digunakan hanya untuk memberikan makanan kepada fakir miskin pada Hari Raya Idul Fitri. Mungkin karena saat itu konsentrasi masyarakat barulah pada zakat fitrah. Sehingga pemanfaatan zakat tidak pernah menyentuh persoalan dasar masyarakat secara luas.

Pada tanggal 5 November 2001, Dompet Dhuafa Republika sudah mengawalinya dengan meresmikan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma di daerah Ciputat Tangerang. Klinik semi rumah sakit ini diresmikan oleh Wakil Presiden saat itu, yaitu Hamzah Haz. Saat ini, LKC Ciputat ini telah memiliki anggota lebih dari 50.000 jiwa yang dilayani. Meskipun pada awalnya, sebagian masyarakat ragu, apakah LKC akan mampu terus bertahan melayani masyarakat yang terus bertambah, sementara sumber dananya hanyalah ”ketidakpastian” penerimaan zakat ? Waktu, ternyata membuktikan bahwa bukan hanya mampu bertahan, tetapi LKC malah terus beranak pinak. Dari mulai Klinik LKC di Ciledug, Klinik LKC di Bekasi, Rumah Bersalin Cuma-Cuma di Bandung, dan kini menyusul Rumah Sehat LKC Masjid Sunda Kelapa.

Rumah Sehat LKC Sunda Kelapa akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai simbol pengakuan bahwa menolong mereka yang kesulitan adalah tanggung jawab semua orang. Peresmian oleh Presiden juga menandai bahwa masalah pengelolaan zakat telah menjadi bagian komitmen pemerintah untuk mendukung dan mengembangkannya. Apalagi meskipun berlokasi di kawasan yang terbilang elit, belum genap satu minggu beroperasi sudah lebih dari 2.500 mustahik terdaftar sebagai anggota. Rupanya di balik kawasan yang terkenal ”sejahtera” tersebut tersimpan potensi orang miskin yang banyak. Ke depan, Rumah Sehat LKC Sunda Kelapa ini akan menjadi media interaksi langsung yang sangat efektif antara kalangan masyarakat berpunya dan masyarakat miskin.

Kami juga sengaja memilih nama Rumah Sehat, bukan Rumah Sakit, karena kami ingin sejak awal ”rumah sakit” ini berorientasi positif dan membangunkan semangat kebaikan. Kita menginginkan orang yang sakit dan paramedis yang menanganinya memiliki motivasi yang kuat untuk mengupayakan menjadi sehat. Karena bukankah setiap kata atau nama yang kita ucapkan juga memiliki pengaruh dalam jiwa kita ? Kami berharap bahwa kehadiran LKC di Masjid Sunda Kelapa akan menjadi bagian dari upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Peresmian ini juga sengaja dilakukan pada awal bulan Ramadhan untuk lebih menguatkan pesan kepedulian yang dibawakan. Ramadhan adalah bulan mulia yang di dalamnya penuh dengan ibadah kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT. Melayani dan menolong orang-orang lemah adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat mulia. Bahkan tidak sempurna ibadah Ramadhan kita, manakala tidak mampu menumbuhkan solidaritas sosial kepada mereka yang kekurangan.

Semoga, manakala ada di antara kita ada yang ingin bersedekah, berwakaf atau menunaikan zakat harta, maka melalui sarana seperti Rumah Sehat akan lebih menajamkan pemenuhan ibadah yang tidak semata-mata mengejar pahala berlipat di bulan mulia, akan tetapi juga yang memiliki dimensi pemberian manfaat yang nyata kepada mustahik.

Manakala masyarakat terus memberikan amanah zakat atau dana sosial lain melalui segenap institusi zakat dan dari waktu ke waktu semakin meningkat, maka kami memiliki cita-cita, selain terus mereplikasi klinik-klinik kecil di daerah kumuh atau tertinggal, kamipun bermimpi untuk membangun Rumah Sehat berskala rumah sakit internasional sebagai rumah sakit rujukan yang didedikasikan bagi masyarakat miskin. Dimana seluruh layanannya betul-betul kita gratiskan. Menjadi kewajiban kita semua untuk mengupayakan sekaligus mengawasi agar Rumah Sehat LKC Masjid Sunda Kelapa berjalan baik dan menghias indah lukisan zakat di Indonesia.