11 August, 2008

Bersedekah Dengan Cinta


Pak Agus sedang berjalan-jalan bersama istri dan anak-anaknya. Di sebuah tempat keramaian Pak Agus didekati oleh seorang pengemis. Sang Pengemis itu menjulurkan tangannya, sambil mengharap agar ia mendapatkan sekedar sedekah dari Pak Agus. Dengan sigap Pak Agus segera mengambil uang dari dompetnya. Pak Agus menyerahkan selembar uang kertas Rp 5.000,-. Uang itu kemudian diberikan kepada Sang Pengemis. Tentu saja pengemis itu menerimanya dengan gembira.

Ina, salah satu anak dari Pak Agus (berusia 6 tahun) menyaksikan peristiwa ini. Dengan penuh keheranan Ina berkomentar : ”Pak, ngasih ke pengemis seperti itu Rp 5.000,-, banyak banget…., Yah”. Pak Agus kemudian menjawab : ”Tidak apa-apa Nak, Ayah ingin menolong pengemis tadi.” Mendengar jawaban ini, Ina menimpali : ”Menolong kan, tidak harus dengan uang sebanyak itu.” Pak Agus kemudian menjawab lagi : “Ina, Ayah memberikan uang besar kepada pengemis tadi, karena Ayah ingin dicintai oleh Allah.” Mendengar jawaban Pak Agus ini, Ina hanya terdiam sambil mengangguk pelan.

Seringkali kita memandang perbuatan mengeluarkan uang untuk keperluan kebajikan dalam kerangka pikir pendekatan hukum. Misalnya kalau kita akan bersedekah, maka yang pertama kali muncul dalam benak kita adalah hukumnya sedekah yaitu sunnah. Apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Sedangkan apabila kita hendak mengeluarkan zakat, maka pikiran kita segera memunculkan informasi bahwa menunaikan zakat adalah kewajiban yang apabila dikerjakan mendapat pahala, sedangkan apabila ditinggalkan akan berdosa.

Pola perilaku seperti di atas, tidaklah salah tentu saja, akan tetapi dengan pola pendekatan tersebut, maka seluruh amal perbuatan berderma kita terkesan sangat mekanis. Yang selalu muncul dalam setiap amal menyumbang kita adalah pendekatan kewajiban dan tingkatan hukum. Pola perilaku bersedekah seperti itu menimbulkan situasi yang terkesan kaku dalam beramal. Kita akan cenderung menjadi orang yang beramal karena tuntutan atau ancaman.

Kebiasaan lain yang juga sering menjadi pola perilaku kita dalam berderma adalah menghitung-hitung pahala. Kalau saya mengeluarkan zakat, berapa pahala yang akan saya terima ? Kalau saya bersedekah, pahala sebanyak apa yang akan saya dapatkan ? Dan kalau saya berinfak, maka jumlah pahala sebesar apa yang akan saya raih ?

Menghitung-hitung pahala boleh dan pantas kita lakukan. Karena dorongan mendapatkan pahala adalah alasan penting dalam kita beramal kebajikan. Akan tetapi apabila seluruh perbuatan menyumbang kita selalu didekati dengan pendekatan menghitung pahala, maka manakala ada peluang melakukan amal kebajikan yang sudah di depan mata, akan tetapi karena kita perkirakan nilai pahalanya kecil, maka kita akan sisihkan perbuatan tersebut. Kita lebih memilih untuk mencari tempat beramal kebajikan, meskipun jauh lokasinya atau belum kita temui saat itu, karena pahalanya akan lebih besar.

Seharusnya kita lebih mengembangkan perilaku beramal kebajikan dengan pendekatan dua hal yaitu pertama mencari kemuliaan karena mengharapkan cinta dari Allah SWT dan yang kedua menjadikan perilaku tersebut sebagai kebiasaan kita sehari-hari. Dalam konteks mencari kemuliaan karena mengharapkan cinta dari Allah, maka kita beramal kebajikan dengan dorongan semangat berkorban, karena dalam pengorbanan yang semakin besar, kita mengharapkan cinta yang semakin besar dari Allah SWT. Semakin tinggi pengorbanan yang kita lakukan, maka semakin besar cinta dari Allah yang kita harapkan.

Selain dengan semangat mengharapkan cinta dari Allah SWT, beramal kebajikan juga harus diupayakan menjadi kebiasaan kita. Misalnya dengan bersedekah, kita berusaha agar setiap hari kita mampu bersedekah. Tidak ada hari yang kita lewati tanpa di dalamnya ada kegiatan sedekah yang kita lakukan. Meskipun jumlah sedekah yang kita keluarkan cuma sebesar seribu rupiah, akan tetapi selalu kita lakukan setiap hari. Perbuatan amal kebajikan yang kita upayakan menjadi kebiasaan kita adalah cermin dari konsistensi dan keistiqomahan kita. Amal yang dilakukan secara terus menerus adalah salah satu bentuk amal yang dicintai oleh Rasulullah saw.

Jika setiap kita telah berusaha untuk berkorban melalui harta dan amal tersebut dijadikan oleh kita sebagai suatu kebiasaan, maka Insya Allah kita akan menjadikan manusia yang mulia karena cinta dari Allah SWT. Bukankah kita semua ingin menjadi insan yang selalu dicintai oleh Allah ?

01 August, 2008

Pakta Integritas Amil


Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) adalah organisasi yang berkhidmat kepada masyarakat. OPZ karena melayani masyarakat sejatinya merepresentasikan kepentingan publik. OPZ harus menjaga dirinya dari perilaku yang mencederai amanah yang diembannya. OPZ harus senantiasa mengawal agar setiap personil yang terlibat dalam operasional institusinya betul-betul menjaga integritasnya.

Integritas adalah sebuah sikap dan perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat dipengaruhi dan diselewengkan dari tugas dan tanggung jawab utamanya. Integritas juga menunjukkan bahwa yang bersangkutan bersungguh-sungguh dalam melaksakan tugas yang dipikulnya. Setiap amil yang melaksanakan tugas pengurusan dana umat harus memegang teguh pakta integritas.

Pakta Integritas Amil tersebut dapat berbunyi sebagai berikut :

Demi menjaga amanah dan integritas sebagai pengelola dana / sumber daya masyarakat,

kami Organisasi Pengelola Zakat menyatakan bahwa :

  1. Kami akan bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati untuk kepentingan masyarakat miskin, peningkatan kesejahteraannya serta mengutamakan kepentingan lembaga dan ummat, Ikhlas karena Allah SWT.
  2. Kami tidak akan menyalahgunakan posisi dan kedudukan kami dalam rangka mengutamakan kepentingan pribadi, kelompok dan suku di atas kepentingan masyarakat dan pemberi amanah.
  3. Kami tidak akan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam mengelola dana / sumber daya masyarakat, dan kami setiap saat bersedia dikeluarkan dari organisasi, apabila terbukti melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.
  4. Kami tidak akan menerima suap atau bentuk keuntungan lainnya yang dapat disamakan dengan suap dalam seluruh urusan kami dalam mengelola dana / sumber daya masyarakat. Apabila terbukti kami menerima suap atau keuntungan lainnya yang dapat disamakan dengan suap, maka kami bersedia mendapatkan sanksi pemecatan tidak terhormat dari organisasi.
  5. Apabila kami menerima hadiah, sumbangan, komisi atau keuntungan material lainnya yang ditujukan kepada pribadi dan atau keluarga kami, tetapi diduga mengandung suap terhadap posisi dan kedudukan kami di organisasi, maka akan kami beritahukan dan serahkan kepada organisasi untuk selanjutnya dikembalikan atau diserahkan kepada yang berhak menerimanya.
  6. Dalam hal terjadi konflik kepentingan (Conflict of Interest) pribadi dengan organisasi, maka akan kami beritahukan dan serahkan kepada organisasi untuk memutuskannya sesuai dengan asas keterbukaan, keadilan dan kemanfaatan publik.

Pakta integritas ini kami buat dan tanda tangani dengan sepenuh hati dan tanggung jawab

dalam melaksanakannya untuk mencari Ridho dari Allah. Semoga Allah SWT memudahkan dan meridhoi niat tulus ini. Amin.

Pakta Integritas hanyalah sebuah alat untuk mengokohkan komitmen sekaligus mengawal agar setiap amil tidak menyimpang dari jalan yang lurus. Kekuatan Pakta Integritas akan sangat bergantung dengan sejauhmana penghayatan amil terhadap maknanya dan sejauhmana Organisasi Pengelola Zakat menegakkan seluruh kandungannya dalam praktek sehari-hari.

Jika setiap OPZ mampu menjaga integritas amilnya dari segala unsur yang dapat merusak kesucian tugas yang diembannya, maka akan semakin meningkat kepercayaan publik terhadap OPZ tersebut. Akhirnya, dengan semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap sebuah OPZ, maka akan semakin besar dana dan sumber daya yang akan dititipkan oleh masyarakat kepada OPZ tersebut. Semoga !