23 December, 2007

Republik Dhuafa ( Bagian 2)

Republik Dhuafa adalah cita ideal kita semua yang menunjukkan tentang sebuah negara yang begitu peduli dengan nasib orang miskin dan kalangan masyarakat lemah lainnya. Cita Ideal ini diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam bidang politik implementasinya adalah : (1) Hak-hak politik masyarakat miskin dihargai dan dilindungi, (2) Masyarakat miskin harus diarahkan untuk melek politik (3) Masyarakat miskin harus diberikan penyadaran untuk tidak mudah diperalat dan dieksploitasi oleh elit-elit politik (4) Setiap kebijakan dan keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah harus mencerminkan penghargaan terhadap hak dan martabat orang miskin.

Implementasi Republik Dhuafa pada bidang ekonomi adalah : (1) APBN Harus pro rakyat (miskin) (2) Sentra Ekonomi dan sektor usaha yang paling banyak melibatkan orang miskin harus mendapatkan prioritas perhatian dan alokasi anggaran (3) Harus ada peningkatan yang signifikan bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan modal dan akses usaha (4) Sumber daya alam dan kekayaan negara harus dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat (miskin). (5) Setiap kontrak karya harus dipastikan menguntungkan rakyat Indonesia. (6) Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan digunakan untuk menyejahterakan rakyat (miskin). (7) Hutang luar negeri harus terus diminimalisir. (8) Kalau terpaksa harus melakukan hutang luar negeri, maka harus dipastikan untuk kepentingan mendasar rakyat dan jelas metode pelunasannya. (9) Peran ekonomi syariah harus terus diperluas dan nilai proporsi perputaran uangnya harus mengimbangi ekonomi konvensional.

Implementasi Republik Dhuafa pada bidang hukum adalah : (1) Seluruh aturan hukum dan perundang-undangan menjamin perlindungan hukum bagi rakyat (miskin) (2) Harus ada lembaga bantuan hukum untuk melindungi dan membela nasib orang miskin (3) Orang-orang miskin harus mendapatkan jaminan bebas biaya dalam rangka berperkara di pengadilan

Implementasi Republik Dhuafa pada bidang pendidikan adalah : (1) Anggaran pendidikan 20 % harus segera direalisasikan (2) Sekolah SD sampai SLTA negeri harus gratis sepenuhnya (3) Penyediaan bantuan beasiswa bagi rakyat miskin untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi (4) Perlu ada lembaga pendidikan yang memberikan pelatihan keterampilan yang terintegrasi bagi rakyat miskin (5) Gaji guru SD sampai SLTA harus dinaikkan sampai mencapai kondisi yang wajar (6) Guru-guru yang mendidik siswa dengan latar belakang keluarga miskin harus ditingkatkan keahliannya

Impelementasi Republik Dhuafa pada bidang Kesehatan adalah : (1) Harus ada Jaminan Perlindungan Kesehatan Masyarakat bagi rakyat miskin yang preminya diambil dari APBN & APBD (2) Semua puskesmas dan rumah sakit kelas 3 harus digratiskan (3) Orang-orang miskin dimanapun juga apabila melahirkan harus gratis (4) Pengembangan, perluasan dan peningkatan mutu obat generik (5) Dokter-dokter dan paramedis yang bertugas melayani rakyat miskin atau daerah tertinggal harus diprioritaskan untuk dikembangkan komitmen dan keahliannya.

Implementasi Republik Dhuafa pada tata kota adalah : (1) Seluruh jalan protokol di kota-kota besar harus memiliki jalur untuk sepeda dan sepeda motor (2) Seluruh bangunan harus dilengkapi sarana dan fasilitas untuk kemudahan penggunaan oleh orang-orang cacat (3) Harus ada taman dan sarana bermain yang dapat diakses dengan mudah dan gratis oleh masyarakat miskin (4) Harus ada pemakaman yang gratis untuk masyarakat miskin, termasuk layanan jenazahnya (5) Harus ada fasilitas perumahan murah dan akses mudah bagi masyarakat miskin untuk memiliki atau menggunakannya.

01 December, 2007

Republik Dhuafa ( Bagian 1)

Tanpa terasa perjalanan dan perkembangan DD kini hampir menginjak usia 15 tahun. Jatuh bangun telah DD rasakan untuk terus berkiprah dalam ranah pemberdayaan masyarakat. Telah banyak gagasan dan pemikiran berkembang dalam benak keluarga besar DD. Pegiat DD telah mengambil inti sari, hikmah dan butir-butir bernas pengalaman untuk kemudian dihayati, dirasakan, dikuatkan dan disebarluaskan. Inti sari tersebut kemudian diserap sebagai nilai-nilai, pandangan dan gambaran ideal tentang kehidupan.

Pada awalnya gagasan tersebut disemboyani sebagai ”Mazhab Zakat” yaitu pandangan keberagaman Islam yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan semangat zakat. Untuk selanjutnya mazhab zakat ini dilabeli sebagai ”Kecerdasan Sosial” supaya terlihat lebih universal. Dimana baik mazhab zakat atau kecerdasan sosial, pada intinya adalah pandangan atau nilai-nilai yang berisikan ajaran kepedulian dan pemihakan yang jelas terhadap nasib orang-orang miskin. Dalam konteks yang lebih luas, baik mazhab zakat atau kecerdasan sosial adalah sebuah ajaran tentang kepedulian terhadap nasib kaum dhuafa.

Dalam perkembangan selanjutnya, ruh kepedulian yang terus bergelora dalam keluarga besar DD ini telah berubah menjadi cita ideal masa depan. Kristalisasi kejuangan keluarga besar DD ini telah menjadi visi besar tentang mimpi-mimpi indah yang diharapkan akan terjadi. Tidak hanya sekedar dikhayalkan dan diimajinasikan, cita ideal ini sejatinya juga akhirnya menjadi penuntun langkah keluarga besar DD menuju hari esok. Tentu saja bukan hanya dijadikan panutan oleh keluarga besar DD, cita ideal ini juga diharapkan akan menjadi rujukan bagi masyarakat dalam menata kehidupan, karena sesungguhnya di dalamnya terkandung nilai-nilai kebajikan yang berbasis spiritualitas.

Visi besar yang merupakan formulasi cita ideal ini dalam lingkup masyarakat dan negara ini boleh kita sebut dengan Republik Dhuafa. Kata Republik Dhuafa sendiri diambil dari dua kata yang berasal dari rangkain kata Dompet Dhuafa Republika. Arti dari Republik Dhuafa adalah sebuah negara yang memiliki perhatian yang sangat terhadap kaum dhuafa. Sebuah republik yang menjadikan komitmennya kepada kaum dhuafa begitu nyata. Kebijakan dan sistem yang diterapkan pada republik tersebut menunjukkan pembelaan dan perlindungan kepada kaum dhuafa. Bahkan masyarakatnya pun telah terwarnai dengan nilai-nilai dan perilaku yang mendukung dan menolong kaum dhuafa.

Di Republik Dhuafa, hidup kaum dhuafa tidak tersia-sia. Kebutuhan pokok sehari-hari kaum dhuafa telah dipenuhi. Sehingga meskipun mereka hidup tidak sebagai orang kaya, akan tetapi pemenuhan kebutuhan pokok mereka tersedia. Pada kondisi ini bisa dikatakan pada ukuran minimal, kaum dhuafa juga telah mengecap rasa kesejahteraan. Selain itu segala keperluan hidup kaum dhuafa untuk menjalani kehidupan layaknya kelompok masyarakat lainnya juga tersedia

22 November, 2007

Jalan Terjal Sinergi


Rumah indah bernuansa Ukhuwwah Islamiyah yang ingin dirajut organisasi pengelola zakat, ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Upaya dan langkah yang sudah dicoba dilakukan masih belum optimal tercapai. Dari mulai gagasan kebersamaan melalui wadah forum organisasi pengelola zakat (Forum Zakat / FOZ) yang terbentuk pada tahun 1997, telah menjadi jembatan komunikasi & informasi antar Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).


Melalui wadah FOZ pernah dilakukan banyak kegiatan bersama, termasuk sinergi program pendayagunaan dalam bentuk pemberdayaan petani lamongan yang melibatkan lebih dari 1500 petani. Tentu saja, dinamika sinergi program melalui FOZ juga mengalami pasang surut. Sinergi program pendayagunaan bersama yang terakhir coba diangkat FOZ adalah rencana pendirian Rumah Sakit Zakat, yang kemudian kandas setelah mengalami beberapa kali perubahan konsep dan altenatif pemecahan masalah.


Upaya untuk melakukan sinergi pengelola zakat juga pernah digagas oleh Dompet Dhuafa Republika (DD) melalui aliansi lima Lembaga Amil Zakat (LAZ) besar, yaitu DD, PKPU, RZI, DPU DT dan YDSF. Akan tetapi gagasan aliansi lima LAZ besar ini juga terhenti sampai tahap sosialisasi yang tidak berlanjut ke tahap implementasi.


Sampai akhirnya muncul gagasan untuk melakukan sinergi operasional atau sinergi manajemen antara Baznas dan Dompet Dhuafa Republika dengan brand Baznas Dompet Dhuafa. Begitu antusias gagasan sinergi Baznas Dompet Dhuafa ini coba diimplementasikan. Melalui penandatangan Mou antara Baznas dan Dompet Dhuafa Republika yang dilakukan pada tanggal 20 September 2006, menggelindinglah “organisasi maya” hasil sinergi Baznas Dompet Dhuafa. Salah satu hasil nyata dari sinergi Baznas Dompet Dhuafa adalah kelahiran Rumah Sehat LKC Masjid Sunda Kelapa.


Karena tekanan berbagai pihak dan munculnya masalah internal yang tidak mudah diselesaikan, sinergi Baznas Dompet Dhuafa juga akhirnya harus diakhiri. Genap satu tahun, tepatnya pada tanggal 20 September 2007 dibuatlah perjanjian kerjasama baru antara Baznas dan Dompet Dhuafa yang mengubah sinergi operasional atau sinergi manajemen menjadi sinergi program. Dimana dengan pola sinergi program, maka kedua lembaga, yaitu Baznas Dompet Dhuafa terikat untuk membiayai dan mengasistensi beberapa program pendayagunaan bersama.


Berakhirnya sinergi manajemen Baznas Dompet Dhuafa sekali lagi menunjukkan bahwa keinginan untuk mewujudkan sinergi memang tidak mudah. Jalan sinergi laksana jalan yang terjal, yang tidak mudah untuk dilalui. Akan tetapi meskipun jalan itu terjal, bagi setiap pejuang sinergi, maka hal itu tidak boleh menyurutkan langkah untuk mencapainya. Karena pada jalan yang terjal itu juga tersedia kemuliaan dan pahala berlipat yang disediakan oleh Allah SWT bagi yang ikhlas menempuhnya.


Pantaslah jika setelah mengetahui bahwa sinergi operasional Baznas Dompet Dhuafa harus berakhir dan terus mengalami erosi, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin, Msi berkomentar : ”Nampaknya jalan (sinergi) masih sangat panjang dan terjal dalam menyatukan visi dan langkah umat. Hanya dengan keimanan, keikhlasan dan kesungguhan Insya Allah kita akan terus membangun sinergi ini, karena memang (sinergi) merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan.”

08 November, 2007

Hasil Konferensi Zakat Asia Tenggara II

KEPUTUSAN

KONFERENSI ZAKAT ASIA TENGGARA KE-2

BISMILLAHIR RAHMAANIR ROHIM

(Dengan nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang)


Konferensi DEWAN ZAKAT Asia Tenggara Ke-2 di Kota Padang, Indonesia dari tanggal 30 Oktober – 02 November 2007 memutuskan sebagai berikut:

Menetapkan kota Jakarta, Indonesia sebagai Sekretariat DEWAN ZAKAT MABIMS yang Pertama kalinya.

  1. Menetapkan Formatur Sekretariat Jenderal DEWAN ZAKAT MABIMS yaitu:
    1. Prof. DR. Nasrun Harun, MA (Direktur Pengembangan Zakat Departemen Agama Republik Indonesia)
    2. Drs. H. Tulus (Staf Ahli Menteri Agama Republik Indonesia)
    3. Prof. DR. K.H. Didin Hafidhuddin, MSc (Badan Amil Zakat Nasional Indonesia)
    4. Drs. Erie Sudewo, MDM (Lembaga Amil Zakat Nasional Dompet Dhuafa Indonesia)
    5. Drh. Hamy Wahjunianto (Ketua Umum Forum Zakat Indonesia)
  2. Mengajukan Rekomendasi sebagai berikut:
    1. Agar pemerintah di Negara-negara MABIMS mendukung, memfasilitasi dan membantu pengembangan DEWAN ZAKAT MABIMS sebagai wadah komunikasi dan kerjasama zakat di kawasan Asia Tenggara.
    2. Agar organisasi atau institusi zakat di Negara-negara MABIMS terus meningkatkan kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan zakat dan optimalisasi pendayagunaannya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik dan mengurangi masalah kemiskinan.
    3. Agar di setiap negara berusaha menjalin koordinasi dan sinergi zakat seluruh organisasi zakat dalam rangka optimalisasi penghimpunan dan pendayagunaannya, sekaligus sebagai upaya penguatan Ukhuwwah Islamiyah dan kesatuan Umat.
    4. Perlu dikaji dan dipertimbangkan agar peran organ pemerintah yang mengatur masalah zakat dapat ditingkatkan kapasitasnya, baik dalam tingkatan Kementerian atau minimal Direktorat Jenderal.
    5. Meminta kepada Pemerintah, DPR, Organisasi Zakat dan Masyarakat luas mengusahakan dan memperjuangkan agar UU yang berkaitan dengan zakat dapat diamandemen/direvisi sehingga zakat berperan secara maksimal sebagai sumber dana pembangunan umat.
    6. Meminta kepada Pemerintah dan DPR agar zakat dapat/boleh mengurangi Pajak/Cukai.
    7. Pengelola zakat dituntut untuk lebih meningkatkan kualitas pengelolaan yang amanah, transparan dan akuntabel.
  3. Mengajukan Kertas Perakuan Mesyuarat Jawatankuasa Teknikal Penubuhan DEWAN ZAKAT MABIMS (DZM) kepada Sidang MABIMS 2007 di Brunei Darussalam sebagaimana terlampir.


Ditetapkan di Padang, Indonesia, 1 November 2007 / 20 Syawal 1428 H

Jabatan Wakaf Zakat Haji (JWZH), Malaysia

Pusat Pungutan Zakat (PPZ), Malaysia

Institut Kajian Zakat (IKaZ), Malaysia

Departemen Agama Republik Indonesia

Badan Amil Zakat Nasional Indonesia

Forum Zakat (FOZ), Indonesia

Institut Manajemen Zakat (IMZ), Indonesia

Dompet Dhuafa Republika, Indonesia

*****************


27 October, 2007

JELANG KONFERENSI ZAKAT ASIA TENGGARA II


Tanggal 30 Oktober sampai 3 November 2007 ini, di Padang akan dilangsungkan Konferensi Zakat Asia Tenggara ke-2 (KZAT 2). Konferensi ini merupakan kelanjutan dari KZAT 1 yang berlangsung pada tanggal 13 – 15 Maret 2006 di Kuala Lumpur. Di pilihnya kota Padang sebagai tuan rumah, karena Padang telah menjadi kota percontohan pengembangan zakat di Indonesia. Dimana pada tahun 2005 dan 2006 pengumpulan zakat yang dimotori oleh Walikota Padang Fauzi Bahar melalui BAZ Padang mampu mencapai kenaikan fantastis 1000 %.
Pada KZAT 1 telah dicanangkan kelahiran Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun. DZAT juga diharapkan menjadi “majelis syuro” terhadap masalah-masalah zakat sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara.
Dalam perkembangannya, karena lingkup aktivitas DZAT telah melampaui batas-batas negara, maka atas desakan perwakilan Singapura dan Brunei, DZAT dimintakan untuk mendapatkan legitimasi dari Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia Malaysia dan Singapura (MABIMS) sebuah wadah kerjasama menteri-menteri agama negara-negara Asia Tenggara yang memiliki penduduk muslim dalam jumlah besar.
Melalui berbagai upaya dan langkah, akhirnya pada bulan November 2006 dalam pertemuan MABIMS di Kuala Lumpur, DZAT diikhtiraf sebagai wadah resmi kerjasama zakat Asia Tenggara dalam lingkup MABIMS. Dengan pengakuan DZAT oleh MABIMS, maka untuk selanjutnya DZAT akan menjadi organisasi kerjasama zakat Asia Tenggara yang lebih bersifat resmi antar negara (G to G).
Meskipun DZAT telah menjadi organisasi kerjasama antar negara, akan tetapi fungsi penghubung organisasi zakat dan masyarakat zakat ingin coba dipertahankan. Karena bagaimanapun kelahiran DZAT tidak bisa dilepaskan dari kiprah organisasi zakat dan masyarakat zakat yang telah menggagas dan mempelopori kelahiran DZAT. Oleh karena itu, DZAT juga diupayakan untuk tetap bisa menjadi organisasi yang aspiratif, akomodatif, efisien serta cepat dalam mengambil keputusan dan melangkah.
KZAT 2 di padang kali ini menjadi peristiwa penting karena akan menjadi forum untuk menetapkan platform organisasi, model struktur organisasi, lokasi sekretariat dan personil yang akan memegang amanah sebagai Sekretaris Jenderal. Hasil keputusan penting KZAT 2 ini akan disampaikan dalam sidang MABIMS pada tanggal 13 -16 November 2007.
Untuk menyukseskan kegiatan KZAT 2 ini Walikota Padang beserta segenap panitia dan masyarakat Padang telah bekerja keras. Pada pembukaan akan dikerahkan 20.000 orang yang berasal dari kalangan muzakki dan mustahik, sekaligus akan dilantunkan Asmaul Husna oleh 10.000 pelajar kota Padang. Sementara untuk acara pembukaan pihak panitia telah bekerja keras untuk menghadirkan Presiden atau Wakil Presiden. Konferensi ini juga akan diisi dengan seminar yang menghadirkan para ulama dan pakar zakat dari Timur Tengah, Eropa, Australia dan tentu saja dari Asia Tenggara. Dan untuk lebih meramaikan suasana, KZAT 2 ini juga dihiasi dengan Zakat Expo dan Islamic Fair.
Semoga KZAT 2 betul-betul akan menjadi salah satu tonggak kecemerlangan zakat di Asia Tenggara. Pada akhirnya KZAT 2 juga diharapkan menjadi bagian dari ibadah kepada Allah SWT melalui perwujudan peradaban zakat di dunia.

TUNAIKAN ZAKAT DENGAN BERMARTABAT



Pada tanggal 9 Oktober 2007, beberapa hari yang lalu, seorang pengusaha Semarang yang bergerak di sektor migas membagikan zakat kepada kaum dhuafa. Sekitar 5000 orang dengan berdesakan di bawah terik matahari siang bolong rela menunggu giliran untuk menerima amplop. Untuk orang dewasa diberikan Rp 12.000,- sementara untuk anak-anak Rp 5.000,- . Sepintas terlihat betapa mulianya perilaku Sang Pengusaha tersebut yang memiliki komitmen dalam melaksanakan salah satu rukun Islam.
Akan tetapi kalau diselami lebih lanjut, sesungguhnya praktek mendistribusikan zakat dengan pola “pameran kebajikan” ini hanyalah memuaskan ego spiritual Sang Pelaku. Betapa bahagia dan puasnya seorang pembayar zakat apabila menyalurkan zakat kepada orang-orang miskin. Apalagi orang yang menerima zakat tersebut menyambutnya dengan penuh bahagia dan diiringi doa kebaikan bagi “Sang Sinterklas” Zakat. Meskipun sesungguhnya setiap orang miskin yang hendak menerima zakat tersebut harus berjuang mempertaruhkan nyawa untuk mengejar sekedar uang Rp 12.000,-
Sang Pengusaha ini mungkin lupa bahwa beberapa tahun yang lalu, di Jakarta telah terjadi tiga orang meninggal di tempat karena berdesakan untuk menerima zakat dari seorang kaya. Karena begitu antusiasnya orang-orang miskin untuk mendapatkan pembagian zakat, maka nyawapun dikorbankan. Haruskah ego spiritual kita dipuaskan dengan mengorbankan orang-orang miskin ?
Kalau kita mau jujur, sebenarnya menyalurkan zakat secara langsung memang tidak efektif. Sekedar menyampaikan zakat kepada yang berhak pun belum terjamin sepenuhnya. Karena umumnya dengan mendistribusikan zakat dengan pola “Pameran Kebajikan” penerimanya pun tidak melalui proses seleksi. Dalam kasus Sang Pengusaha di Semarang, ia hanya menempelkan pengumuman bahwa pada hari tertentu akan dibagikan zakat. Sehingga siapa saja yang masuk dalam antrian tidak terseleksi lagi. Sangat mudah bagi orang-orang yang sesungguhnya bukan mustahik akan masuk ke dalam barisan antrian.
Belum lagi dalam konteks optimalisasi sumber daya zakat, menyalurkan zakat secara langsung layaknya ombak yang bergulung di tengah lautan, akan tetapi kemudian terhempas di pantai tanpa bekas. Zakat yang ditunaikan oleh setiap individu muslim yang jumlahnya kecil tidak akan dapat didayagunakan untuk sebuah manfaat yang monumental. Karena uang zakat itu tercerai-berai dalam pembayaran masing-masing individu. Akan berbeda apabila dana zakat itu dapat dimobilisasi untuk kemudian dimanfaatkan secara kolektif untuk membiayasi fungsi strategis guna melayani dan memberdayakan kaum dhuafa. Maka dampaknya akan luar biasa dan nyata.
Kalau hanya zakat sebesar Rp 60 juta (5.000 orang x Rp 12.000), tentulah sangat sulit untuk dapat digunakan untuk membiayai pemberdayaan kaum dhuafa secara optimal. Akan tetapi kalau uang 60 juta ini disatukan dengan uang zakat lainnya, maka bisa terhimpun dana Milyaran. Bahkan bisa mencapai 19,3 Trilyun sebagaimana potensi zakat di Indonesia. Dengan uang yang besar tersebut, tentu bisa dibantu orang miskin secara lebih permanen. Kita bisa menyediakan Rumah Sehat, sekolah unggulan, sentra usaha mandiri, industri berbasis sumber daya lokal, pelatihan keterampilan kerja dan permodalan usaha, serta peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
Kita seharusnya malu pada Bapak Fulan, seorang Presiden Komisaris sebuah perusahaan besar di Jakarta, yang menunaikan zakatnya sebesar Rp 500 juta melalui lembaga zakat. Karena Pak Fulan itu menyadari bahwa untuk dapat menghasilkan manfaat yang berlipat ganda maka zakat seharusnya ditunaikan melalui lembaga yang mampu memobilisasi dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya. Pola penunaian zakat seperti dilakukan oleh Pak Fulan inilah yang dimaksud dengan menunaikan zakat secara bermartabat.

06 October, 2007

Tanda Puasa Berhasil


Kita telah mengetahui semua, bahwa ibadah puasa yang diwajibkan kepada kita bertujuan membentuk manusia yang bertakwa. Takwa adalah puncak derajat seorang hamba di hadapan Khaliq-Nya. Makna ketakwaaan seringkali kita uraikan dalam rangkaian kata yang luas dan abstrak. Karena luasnya pemaknaan, seringkali kita malah tidak bisa menjadikannya sebagai patokan.

Dari sekian banyak penguraian makna bertakwa, maka sesungguhnya ada yang bisa kita jadikan pengukur keberhasilan kita berpuasa. Sekurang-kurangnya ada tiga ukuran sederhana untuk mengukur apakah puasa kita telah berhasil. Yang pertama adalah : Apakah selama berpuasa di bulan Ramadhan ini, jumlah konsumsi makanan dan minuman kita lebih sedikit ? Atau untuk mudahnya, apakah volume makanan dan minuman yang kita nikmati selama Ramadhan ini lebih rendah di banding bulan lain ? Jika ternyata jumlah konsumsi makanan dan minuman yang kita nikmati selama Ramadhan ini sama atau lebih banyak dari bulan yang lain, berarti puasa kita belum berhasil.

Alat ukur sederhana yang kedua dari keberhasilan kita berpuasa adalah jumlah berat badan kita. Apabila berat badan kita tidak berkurang selama puasa Ramadhan ini, berarti puasa kita belum berhasil. Sebab jika kita berpuasa dengan benar, berarti terjadi pengurangan jumlah konsumsi makanan kita. Karena biasanya kita makan tiga kali sehari, sementara selama bulan puasa ini kita hanya makan dua kali sehari, yaitu pada saat sahur dan berbuka. Padahal mengendalikan nafsu makan adalah salah satu hawa nafsu paling dasar yang harus kita kuasai selama kita berpuasa.

Apalagi kalau ternyata kemudian justru pada bulan Ramadhan berat badan kita meningkat, maka bisa dipastikan bahwa kita adalah makhluk “pendendam”. Siang hari kita tahan nafsu makan kita, tetapi malam hari, nafsu itu tumpah tak terkendali, bahkan cenderung liar. Ini artinya bahwa puasa kita belum berhasil.

Tanda ketiga bahwa puasa kita berhasil adalah zakat (fitrah), Infak dan amal sosial lainnya. Logika sederhana yang bisa mendasari tanda ketiga ini adalah bahwa karena selama Ramadhan kita makan dari tiga kali menjadi dua kali. Artinya setiap hari kalau kita berpuasa dengan benar telah menghemat satu kali makanan. Bahasa sederhananya setiap hari kita menabung senilai satu kali makan. Sehingga di akhir bulan Ramadhan akan sangat mudah bagi kita untuk berzakat fitrah 3,5 liter beras. Karena kita sudah menabung 30 hari (30 kali) genggam beras. Bahkan lebihnya bisa kita jadikan sebagai sedekah kepada kaum dhuafa.

Belum lagi bila kita kaitkan dengan didikan rasa lapar dan haus yang kita rasakan selama kita menjalani puasa Ramadhan, akan menimbulkan empati dan solidaritas sosial kepada mereka yang sangat sering hari-harinya merasakan lapar dan haus. Dengan puasa Ramadhan seharusnya begitu mudah hati kita tersentuh oleh penderitaan mereka yang tidak berpunya. Apalagi kepada mereka yang saat ini hidup di tenda-tenda pengungsian di kawasan bencana. Mereka ini selain menderita karena kehilangan rumah tinggalnya, mereka pun ketiadaan sumber pangan pada bulan suci yang mulia ini.

Menjelang akhir Ramadhan ini, marilah kita tingkatkan kualitas puasa kita. Sekaligus mengisinya dengan memperbanyak amal sosial untuk membantu saudara kita yang kekurangan.

20 September, 2007

BAZNAS : Pusat Zakat Indonesia


Mungkinkah di Indonesia hanya ada lembaga zakat
tunggal yang mengelola zakat seperti di beberapa
negara di Timur Tengah ? Jawabnya tentu saja mungkin.
Bahkan sebagian kita menjawabnya bukan hanya
"mungkin", tapi barangkali : "Harus !" Memiliki
Keinginan seperti itu tentu tidak salah, karena memang
sejak zaman Nabi dan para sahabat, pengelolaan zakat
memang dilakukan oleh satu lembaga saja, yaitu Baitul
Mal. Akan tetapi kalau keinginan tersebut ingin
diwujudkan seketika, yaitu dilakukan hari ini juga,
maka tampaknya kita perlu mencermati situasi dan
kondisinya lebih dahulu. Sebab menerapkan suatu
keinginan, tanpa melihat realitas di lapangan yang
ada, maka itu hanya akan menjadi mimpi atau
halusinasi.

Ada sebagian kita menginginkan agar Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) bisa menjadi lembaga tunggal
pengelola zakat di Indonesia. Keinginan ini
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa Baznas adalah
organisasi pengelola zakat yang dibentuk atas dasar
Undang-Undang yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Juga karena
kepengurusan BAZNAS ditetapkan melalui Keputusan
Presiden No. 8 tahun 2001 (Kemudian direvisi dengan
Keppres No. 103 tahun 2004), dimana dalam Keppres ini
juga disebutkan bahwa Baznas menjadi koordinator
pengelolaan zakat di Indonesia. Baznas diharapkan
dapat mengkoordinasikan sekurang-kurangnya 33 Badan
Amil Zakat (BAZ) tingkat propinsi dan 18 Lembaga Amil
Zakat (LAZ) tingkat Nasional yang sudah dikukuhkan.
Penempatan Baznas sebagai kordinator zakat di
Indonesia juga diharapkan mampu mengoptimalkan potensi
zakat di Indonesia yang jumlahnya diperkirakan
mencapai 19,3 Trilyun. Dimana dalam realisasi zakat
yang dihimpun oleh organisasi pengelola zakat resmi
masih kurang dari Rp 1 Trilyun.

Setelah lebih dari enam tahun beroperasi, ternyata
Baznas yang diharapkan ampuh melaksanakan titah
negara, ternyata masih digelayuti banyak kendala.
Baznas masih menjadi organisasi dengan kapasitas
organisasi sangat terbatas, baik karena perolehan dana
tahunannya masih kecil maupun dari besarnya subsidi
pemerintah (melalui APBN) untuk operasional Baznas
juga sangat terbatas. Dengan keterbatasan kapasitas
ini, maka ruang gerak baznas juga menjadi tidak
leluasa. Kendala lain yang dihadapi Baznas adalah
menyangkut tumpang tindihnya peran yang dimainkan.
Pada satu sisi Baznas ingin kita tempatkan sebagai
koordinator pengelolaan zakat, namun di sisi lain
Baznas juga menjadi operator yang langsung mengelola
zakat. Hal ini membuat Baznas menjadi rikuh di hadapan
lembaga-lembaga pengelola zakat yang hendak diaturnya.

Juga karena kelahiran Baznas yang belakangan
dibandingkan beberapa organisasi pengelola zakat (OPZ)
yang sudah ada sebelumnya. Sebutlah misalnya BAZIS DKI
yang usianya sudah lebih dari 30 tahun, YDSF yang
sudah berusia lebih dari 17 tahun atau Dompet Dhuafa
Republika yang sudah berusia 14 tahun. Pada
kenyataannya, beberapa organisasi pengelola zakat yang
lahir lebih dahulu dari Baznas tersebut telah malang
melintang di dunia zakat dan diterima oleh berbagai
lapisan masyarakat. Sementara Baznas juga tidak segera
menunjukkan kelasnya yang tinggi untuk dapat dipercaya
sepenuhnya oleh masyarakat. Tentu saja akhirnya
membuat Baznas menjadi tidak mudah untuk cepat dapat
diterima sebagai pengatur tunggal.

Upaya Baznas untuk mempercepat peningkatan kapasitas
organisasinya dengan menggandeng Dompet Dhuafa
Republika (DD) melalui kerjasama sinergis juga telah
dipersepsi secara tidak tepat oleh berbagai kalangan.
Ada sebagian kalangan khawatir bahwa kerjasama Baznas
– Dompet Dhuafa akan menjadikan aset dan uang negara
hanya dimanfaatkan oleh DD. Sebagian kalangan lembaga
pengelola zakat juga "merasa" terhambat untuk
melakukan sinergi dengan Baznas, karena adanya
kerjasama Baznas – Dompet Dhuafa. Mereka khawatir
bahwa kerjasama Baznas – Dompet Dhuafa akan membuat
Baznas dimonopoli oleh kepentingan DD. Mekipun Pada
kenyataannya semua itu tentu saja tidak benar.

Menyadari akan tugas besar mengintegrasikan
pengelolaan zakat Indonesia pada masa depan, maka cara
yang paling layak adalah dengan melakukan tahapan
proses guna mewujudkannya. Semua langkah itu harus
disusun secara bertahap dan sistematis dengan
memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang ada.
Harus ada rintisan langkah yang mampu memadukan antara
keinginan dan realitas yang berkembang di dunia zakat.
Semua bentuk hambatan atau rintangan harus disiasati
dengan cara komunikatif, santun, elegan dan tidak
menimbulkan permusuhan atau antipati. Semua tindakan
yang hanya mendasarkan kepada sikap arogan atau
kekuasaan belaka harus dijauhi. Apalagi kalau
cara-cara itu tidak didukung oleh pengetahuan dan
perkembangan dunia zakat yang ada di Indonesia, maka
hal itu harus ditinggalkan.

Salah satu tahapan penting dan strategis saat ini
sekaligus sebagai perbaikan atas sinergi Baznas – DD
adalah menjadikan Baznas sebagai "Pusat Zakat
Indonesia". Apa yang dimaksud dengan Pusat Zakat
Indonesia adalah sebuah fungsi (baca : bukan lembaga)
untuk mengkordinasikan seluruh lembaga zakat di bawah
payung Baznas. Pola koordinasi dilakukan melalui
pewadahan "manajemen perwakilan" yang merupakan
representasi dari kesertaan lembaga zakat yang
terlibat dalam koordinasi.

Fungsi Utama dari Pusat Zakat Indonesia adalah
mengkoordinasikan program pendayagunaan lembaga zakat,
meningkatkan kapasitas Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ), Melakukan standarisasi manajemen OPZ, termasuk
juga menjadi pusat data zakat terintegrasi seluruh
Indonesia. Karena Pusat Zakat Indonesia ini lebih
bersifat "directing management", maka fokus
kegiatannya adalah langsung pada optimalisasi
aktifitas guna peningkatan pengelolaan zakat secara
riil (nyata).

Kesediaan dan pengorbanan DD untuk menyertai
"metamorfosis" Baznas untuk mencapai peran puncaknya
adalah bentuk komitmen DD untuk mendukung cita-cita
mulia zakat di Indonesia. Semoga juga selalu ada insan
dan institusi yang mau menyambut kebaikan guna
mewujudkan cita mulia zakat.

____________________________________________________________________________________
Luggage? GPS? Comic books?
Check out fitting gifts for grads at Yahoo! Search
http://search.yahoo.com/search?fr=oni_on_mail&p=graduation+gifts&cs=bz

17 September, 2007

DD Sebagai Organisasi Komunitas


Kalau kita bertanya kenapa DD (Dompet Dhuafa Republika) lahir ? Jawabannya mungkin beragam. Beberapa kemungkinan jawabannya adalah : karena ingin menolong orang yang tidak mampu, meningkatkan kualitas kehidupan umat, memberdayakan masyarakat, melakukan dakwah, mengembangkan model pengelolaan Baitul Mal seperti di zaman Rasul atau mungkin mengembangkan ekonomi syariah. Pilihan apapun dari semua jawaban tersebut mereflesikan Visi dan Misi besar DD, khususnya dalam jangka panjang. Jawaban ini juga menyiratkan nilai-nilai yang dikandung dan mewarnai DD.

Sehingga kalau kita selami lebih lanjut, kenapa DD sekarang bentuknya menjadi LSM, atau Amil Zakat, atau menjadi Jejaring Multi Koridor atau menjadi Grant Making atau entah apa lagi ? Maka jawabnya adalah : semua itu adalah bentuk wadah atau media implementatif dari keinginan mewujudkan Visi, Misi dan nilai-nilai yang dikembangkan DD. Bentuk organisasi hanyalah sarana dalam mengupayakan pencapaian Visi dan Misi.

Yang akan abadi dalam kehidupan DD adalah Nilai, Visi dan Misi, sedangkan bentuk organisasi mungkin akan terus mengalami perubahan. Kesadaran ini sesungguhnya secara mendalam memberi pemahaman kepada kita tentang apa yang harus terus kita perjuangkan dan bagaimana kita mengembangkan nilai-nilai yang akan memandu kita berperilaku, baik sebagai individu maupun sebagai organisasi.

Berkait dengan perkembangan bentuk organisasi, maka kalau kita lihat dari sisi orientasi organisasi, maka DD telah melewati dua fase perkembangan,, yaitu sebagai Organisasi Sosial dan Organisasi Korporat. Organisasi Sosial adalah fase orientasi organisasi yang sangat sederhana, dimana organisasi hanya berorientasi bisa menolong orang lain, mampu berperan membantu masyarakat dan dilakukan dengan sambilan (part time) dalam arti sambil menjalankan fungsi utama organisasi, maka juga sekaligus melaksanakan fungsi sosial. Yang penting masih bisa beramal baik. Umumnya bentuk organisasa sosial juga menjadi bagian atau sayap dari sebuah organisasi lain, seperti perusahaan misalnya. Fase ini pernah dialami DD pada tahap yang sangat awal ketika masih menjadi bagian langsung Harian Republika.

Fase kedua, yaitu fase Organisasi Korporat yaitu fase dimana sebuah organisasi dikelola dengan azas-azas perusahaan modern. Fase ini juga ditandai dengan istilah yang populer dan melembaga, yaitu “profesional”. Dimana setiap orang mengelola organisasi layaknya sebuah perusahaan. Kultur yang dikembangkan pada fase organisasi korporat adalah “Siapa yang memberi sumbangsih besar bagi organisasi, maka ia layak mendapatkan balas jasa yang besar”. Setiap orang terikat dalam pola hubungan “kontrakting” dengan organisasi. Bagi siapapun yang yang sudah tidak memiliki kontribusi secara langsung terhadap organisasi, maka ia layak mundur atau keluar dari organisasi.

Setelah melewati dua fase perkembangan organisasi ini, maka sudah saatnya apabila DD memasuki fase Organisasi Komunitas. Fase ini adalah fase dimana organisasi telah berubah menjadi wadah berhimpunnya manusia karena memiliki Visi, Misi dan Nilai-nilai yang sama. Bersatunya manusia dalam organisasi ini bukan karena terikat “kontrak kerja”, akan tetapi terikat karena idealisme dan perjuangan Visi dan Misi. Alasan sederhananya adalah bahwa untuk memperjuangkan tercapainya Visi dan Misi tidak harus dalam wadah bernama “Amil Zakat” atau “Holding Institution” DD. Pada hakikatnya setiap bentuk kegiatan yang dilakukan dalam rangka mengangkat harkat hidup mustahik dan meningkatkan kualitas hidup umat Islam adalah bagian dari kerja besar DD.

Untuk dapat membayangkan seperti apa bentuk nyata dari Organisasi komunitas ini, maka kita bisa “Benchmarking” pada organisasi parpol. Pada sebuah parpol, komunitas partai itu terbagi tiga, yaitu yang pertama adalah Pengurus (dari mulai DPP sampai DPRa), yang kedua adalah Kader (pendukung inti partai dan yang mengikuti pola pembinaan khusus bersifat reguler) dan yang ketiga adalah Simpatisan, yaitu hanya para pendukung lepas. Kita bisa membayangkan bahwa Amil DD yang sekarang terlibat dalam DD Holding adalah Pengurus. Sementara personil kita pada jejaring, mitra dan mantan Amil DD adalah Kader. Dan masyarakat relawan kita (Caring Community) adalah simpatisan.

Sederhananya adalah, Amil DD yang ada di Holding mendapatkan balas jasa keamilan DD sebagaimana berlaku dan juga mengikuti pola pembinaan khusus. Sedangkan Jejaring, mitra dan mantan Amil DD adalah orang-orang yang memiliki penghasilan sesuai tempatnya beraktifitas mencari nafkah tetapi telah atau sedang mengikuti pembinaan khusus. Sedangkan relawan (Caring Community) hanyalah mendapatkan pembinaan umum serta turut berpartisipasi dalam kegiatan DD.

Inti dari Organisasi Komunitas adalah Nilai yang kemudian diturunkan menjadi Visi dan Misi. Tugas besar organisasi komunitas adalah mengembangkan dan menyebarluaskan nilai-nilai yang dianut organisasi kepada sebanyak mungkin orang (Value Transformation). Untuk selanjutnya siapapun yang telah menganut nilai-nilai tersebut diharapkan untuk mengupayakan perwujudan nilai-nilai tersebut di manapun ia berada, khususnya di lingkungan di mana ia beraktifitas. Wallahu A’lam !

(Tulisan ini pertama kali dibuat 10 Rabiul Awal 1426 / 19 April 2005, tapi sampai sekarang masih relevan untuk kita kaji dan selami)

14 September, 2007

Zakat Untuk Rumah Sehat

Hari ini, akan ada perhelatan penting bagi Baznas Dompet Dhuafa, dan Insya Allah bagi dunia zakat pada umumnya. Karena pada hari ini akan diresmikan Rumah Sehat Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) hasil kerjasama dengan Masjid Sunda Kelapa di Menteng Jakarta Pusat. Mengapa peristiwa ini penting ? Karena peresmian Rumah Sehat LKC ini menjadi salah satu batu pijak dari upaya masyarakat zakat di Indonesia untuk mengimplementasikan pemanfaatan dana zakat untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar masyarakat mustahik, yaitu pemenuhan layanan kesehatan.

Pada masa lalu, zakat selalu dipandang sebelah mata. Perannya hanya dibingkai pada waktu akhir bulan Ramadhan dan digunakan hanya untuk memberikan makanan kepada fakir miskin pada Hari Raya Idul Fitri. Mungkin karena saat itu konsentrasi masyarakat barulah pada zakat fitrah. Sehingga pemanfaatan zakat tidak pernah menyentuh persoalan dasar masyarakat secara luas.

Pada tanggal 5 November 2001, Dompet Dhuafa Republika sudah mengawalinya dengan meresmikan Layanan Kesehatan Cuma-Cuma di daerah Ciputat Tangerang. Klinik semi rumah sakit ini diresmikan oleh Wakil Presiden saat itu, yaitu Hamzah Haz. Saat ini, LKC Ciputat ini telah memiliki anggota lebih dari 50.000 jiwa yang dilayani. Meskipun pada awalnya, sebagian masyarakat ragu, apakah LKC akan mampu terus bertahan melayani masyarakat yang terus bertambah, sementara sumber dananya hanyalah ”ketidakpastian” penerimaan zakat ? Waktu, ternyata membuktikan bahwa bukan hanya mampu bertahan, tetapi LKC malah terus beranak pinak. Dari mulai Klinik LKC di Ciledug, Klinik LKC di Bekasi, Rumah Bersalin Cuma-Cuma di Bandung, dan kini menyusul Rumah Sehat LKC Masjid Sunda Kelapa.

Rumah Sehat LKC Sunda Kelapa akan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai simbol pengakuan bahwa menolong mereka yang kesulitan adalah tanggung jawab semua orang. Peresmian oleh Presiden juga menandai bahwa masalah pengelolaan zakat telah menjadi bagian komitmen pemerintah untuk mendukung dan mengembangkannya. Apalagi meskipun berlokasi di kawasan yang terbilang elit, belum genap satu minggu beroperasi sudah lebih dari 2.500 mustahik terdaftar sebagai anggota. Rupanya di balik kawasan yang terkenal ”sejahtera” tersebut tersimpan potensi orang miskin yang banyak. Ke depan, Rumah Sehat LKC Sunda Kelapa ini akan menjadi media interaksi langsung yang sangat efektif antara kalangan masyarakat berpunya dan masyarakat miskin.

Kami juga sengaja memilih nama Rumah Sehat, bukan Rumah Sakit, karena kami ingin sejak awal ”rumah sakit” ini berorientasi positif dan membangunkan semangat kebaikan. Kita menginginkan orang yang sakit dan paramedis yang menanganinya memiliki motivasi yang kuat untuk mengupayakan menjadi sehat. Karena bukankah setiap kata atau nama yang kita ucapkan juga memiliki pengaruh dalam jiwa kita ? Kami berharap bahwa kehadiran LKC di Masjid Sunda Kelapa akan menjadi bagian dari upaya mewujudkan masyarakat yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Peresmian ini juga sengaja dilakukan pada awal bulan Ramadhan untuk lebih menguatkan pesan kepedulian yang dibawakan. Ramadhan adalah bulan mulia yang di dalamnya penuh dengan ibadah kepada Sang Maha Pencipta, yaitu Allah SWT. Melayani dan menolong orang-orang lemah adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat mulia. Bahkan tidak sempurna ibadah Ramadhan kita, manakala tidak mampu menumbuhkan solidaritas sosial kepada mereka yang kekurangan.

Semoga, manakala ada di antara kita ada yang ingin bersedekah, berwakaf atau menunaikan zakat harta, maka melalui sarana seperti Rumah Sehat akan lebih menajamkan pemenuhan ibadah yang tidak semata-mata mengejar pahala berlipat di bulan mulia, akan tetapi juga yang memiliki dimensi pemberian manfaat yang nyata kepada mustahik.

Manakala masyarakat terus memberikan amanah zakat atau dana sosial lain melalui segenap institusi zakat dan dari waktu ke waktu semakin meningkat, maka kami memiliki cita-cita, selain terus mereplikasi klinik-klinik kecil di daerah kumuh atau tertinggal, kamipun bermimpi untuk membangun Rumah Sehat berskala rumah sakit internasional sebagai rumah sakit rujukan yang didedikasikan bagi masyarakat miskin. Dimana seluruh layanannya betul-betul kita gratiskan. Menjadi kewajiban kita semua untuk mengupayakan sekaligus mengawasi agar Rumah Sehat LKC Masjid Sunda Kelapa berjalan baik dan menghias indah lukisan zakat di Indonesia.

31 August, 2007

Surat Untuk Menteri Agama


Semoga Bapak selalu diberikan kesehatan dan bimbingan kebaikan dalam menjalani Aktivitas sehari-hari. Kami tahu betapa banyak tanggung jawab diemban Bapak dalam rangka mengurusi sebagian besar persoalan keagamaan di negeri ini. Mudah-mudahan amanah tersebut dapat ditunaikan Bapak dengan sebaik-baiknya sehingga bukan hanya kualitas kehidupan keagamaan di Indonesia semakin meningkat, tapi juga semua itu akan dicatat sebagai ibadah Bapak yang sangat tinggi nilainya di hadapan Allah SWT .

Kami tahu dan mengamati bahwa salah satu masalah yang menjadi perhatian Bapak adalah masalah zakat. Sebuah ibadah wajib bagi setiap muslim dan menjadi salah satu rukun Islam. Bapak juga telah menunjukkan komitmen yang besar untuk memperbaiki kualitas pengelolaan zakat di Indonesia. Kami berharap bahwa komitmen tersebut terus dipelihara dan diimplementasikan dalam kebijakan dan keputusan guna mengarahkan agar zakat dapat termobilisasi dengan baik untuk selanjutnya dapat didayagunakan untuk kepentingan mustahik seluas-luasnya.

Dimana untuk dapat memobilisasi dana zakat secara optimal, selain harus didukung oleh manajemen kelembagaan yang profesional, juga harus mampu menimbulkan kepercayaan masyarakat yang luas. Untuk itu, maka perbaikan institusi zakat menjadi keperluan yang mendesak. Bukan hanya jumlahnya yang bertambah, akan tetapi yang lebih penting adalah meningkatkan kualitas pengelolaan institusi zakat. Karena bukankah masih banyak institusi zakat yang dikelola oleh orang-orang yang tidak memiliki komitmen, pengetahuan dan keahlian yang cukup untuk mengelola zakat ? Hasilnya Bapak juga sudah mengetahui, institusi tersebut tidak berkembang optimal dan pengurusnya hanya menjadi daftar nama saja.

Padahal pada kenyataannya, fakir miskin dan kalangan mustahik lainnya sudah sangat menantikan sentuhan zakat untuk dapat memperbaiki derajat kehidupan mereka. Sebuah sentuhan yang bukan hanya membagi-bagi uang zakat yang langsung habis, akan tetapi juga yang memiliki nilai manfaat yang nyata. Khususnya dalam rangka memperbaiki kesejahteraan hidup mereka. Dan sayapun berdoa agar setiap kebijakan Bapak dalam bidang zakat yang membuat orang-orang miskin terbantu, maka doa yang mereka ucapkan, kebaikan dan pahalanya akan sampai juga kepada Bapak.

Bapak Menteri yang Insya Allah dimuliakan oleh Allah. Saya yakin Bapak juga sudah memikirkan tentang masa depan zakat di Indonesia. Karena hal ini merupakan masalah penting dalam dunia zakat. Karena kita semua pasti sudah berpikir hendak diarahkan kemana model penanganan zakat di Indonesia ? Kami berharap bahwa Bapak akan mendorong dan mengarahkan agar zakat di Indonesia ini dapat terkelola dengan baik. Meskipun ada banyak institusi zakat, akan tetapi semuanya mampu dijalinkan dalam satu jaringan besar pengelolaan zakat yang satu. Barangkali di sinilah peran Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dapat dioptimalkan, sehinga bisa menjadi rumah besar yang mampu menaungi seluruh institusi zakat.

Agar dapat menjadi rumah besar yang mampu meneduhi semua institusi zakat, maka selayaknya Baznas juga diisi oleh orang-orang yang mewakili seluruh kepentingan pengelolaan zakat di Indonesia. Dan tentu saja untuk dapat memperkuat citra pengayom bagi seluruh institusi zakat, Baznas juga harus diisi oleh orang-orang yang memiliki integritas, kredibilitas dan kompetensi yang cukup untuk menangani masalah zakat dengan segala permasalahannya. Saya bermimpi, jika hal ini diwujudkan dengan dilakukannya uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka bagi pimpinan Baznas, maka sungguh ini jauh lebih baik lagi di mata umat.

Akhirnya saya berharap bahwa Bapak akan senantiasa diberikan “amanah” yang lebih tinggi dan lebih baik dalam rangka melayani rakyat Indonesia. Dan semua amanah itu dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dengan bagus, baik kepada pemberi amanah, terlebih lagi di hadapan Al-Khaliq Pemilik alam semesta ini.

Mohon maaf jika surat ini menggangu kesibukan Bapak dan mohon maaf pula jika ada kata-kata yang tidak berkenan.

22 July, 2007

Kesejahteraan Amil



Amil zakat (pengelola zakat) adalah profesi yang sungguh menyenangkan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Amil itu tidak mengenal susah. Waktu masih menganggur, ia berhak mendapatkan dana zakat, karena tergolong fakir miskin. Saat bekerja, ia mendapatkan dana zakat dari hak Amil dan kalau terjadi PHK, kemudian menjadi penganggur, maka ia berhak lagi dapat dana zakat, karena menjadi fakir miskin kembali.

Tetapi menjadi Amil zakat juga sebuah beban. Kalau kelihatan sedikit saja mulai sejahtera, maka Sang Amil akan menjadi “tertuduh”. Bahwa di tengah kemiskinan yang masif di Indonesia, seorang Amil sangat tidak pantas terlihat hidup nyaman. Bahkan banyak masyarakat mengharapkan agar Amil senantiasa hidup prihatin. Kondisi ini selalu menjadi dilema bagi semua Amil.

Standar yang digunakan oleh semua Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), untuk membiayai kesejahteraan amil adalah alokasi ashnaf (hak amil) dari harta zakat. Beberapa ahli Fikih zakat menyebutkan bahwa hak amil atas harta zakat adalah 1/8 atau 12,5 % dari keseluruhan total dana yang berhasil dikumpulkan. Tentu saja ada OPZ yang berpandangan bahwa besarnya alokasi untuk Amil tidak harus 12,5 %, karena dasar 12,5 % bukanlah bersandar kepada ayat Al-Quran dan Al-Hadits, akan tetapi hanya ijtihad para ulama.

Bagi sebagian kalangan amil yang berpandangan bahwa merujuk 12,5 % sebagai satu-satunya acuan, maka bagaimanapun kondisi amil atau OPZ, maka 12,5 % harus tetap menjadi dasar pemenuhan kesejahteraan amil. Apabila hal ini dilaksanakan, maka Sang Amil mungkin bisa hidup menderita, karena pada banyak OPZ yang hanya mampu mengumpulkan dana kurang dari 10 juta per bulan, maka 12,5 % untuk menyejahterakan amil, tentu jauh panggang dari api. Apalagi pada OPZ yang baru dirintis atau didirikan, tentulah 12,5 % adalah sebuah angka yang sangat tidak memadai.

Kemungkinan kedua manakala OPZ hanya mengacu kepada dasar 12,5 % untuk kesejahteraan amil adalah amil akan berfoya-foya. Pada beberapa OPZ yang sudah mampu menghimpun dana zakat yang besar dari masyarakat, sementara jumlah amilnya tidak banyak, maka dengan 12,5%, kesejahteraan amilnya akan sangat berlebih. Tentu saja pada akhirnya batas alokasi hak amil 12,5% ini harus diteropong dalam kelayakan, kecukupan dan kewajaran.

Banyak OPZ yang hanya mampu memberikan kesejahteraan kepada amilnya sangat minimalis. Pada kondisi ini banyak amil yang bekerja setengah hati. Bekerja menjadi amil dilakukan sambil menyambi dengan melakukan kegiatan lain dalam rangka mencukupi kehidupan rumah tangga amil. Pada kondisi ini, tidak ada sedikit pun kebanggaan menjadi amil zakat. Bahkan kadang-kadang untuk meningkatkan kesejahteraan, para amil ini berlaku “curang” dengan memanfaatkan alokasi tujuh ashnaf yang lain, baik secara terbuka, maupun dengan cara sembunyi-bunyi.

Tidak sedikit OPZ yang sudah mampu memberikan kesejahteraan memadai kepada amilnya. Penghasilan para amil ini tidak kalah dengan penghasilan pegawai negeri atau beberapa perusahaan swasta. Kesejahteraan yang cukup ini tentu menggembirakan dan membanggakan dunia zakat. Karena hal ini telah membuktikan bahwa profesi amil zakat bukanlah profesi marjinal lagi. Menjadi amil zakat kini bisa menjadi profesi sebagai titik pijak untuk meraih kenyamanan dalam hidup.

Akan tetapi tingkat kesejahteraan memadai yang diperoleh amil haruslah dibarengi dengan sikap kesederhanaan dan rendah hati. Tanpa itu, maka amil zakat akan menjadi angkuh, konsumtif dan demonstratif. Amil zakat seperti ini akan kehilangan makna kepedulian kepada masyarakat miskin yang ada di sekitarnya. Sangatlah mulia apabila amil zakat hidup selalu mawas diri. Meskipun dia mendapatkan penghasilan cukup, akan tetapi ia senantiasa hidup sederhana dan lebih banyak memberikan manfaat dengan membantu kesulitan orang lain.



(Ikuti Polling Kesejahteraan amil di www.amilzakat.blogspot.com)

02 July, 2007

Mantan Preman yang Budiman


Pak Sisco mungkin pada waktu kecil tidak pernah membayangkan bahwa pada suatu hari akan tinggal di Australia. Tumbuh sebagai anak jalanan dan pengamen mengantarkan Pak Sisco menjadi preman di kawasan Blok M Jakarta. Karena terlibat beberapa kali bentrokan dengan preman lainnya, akhirnya Pak Sisco dikejar-kejar oleh sekelompok orang untuk dihabisi nyawanya. Pelariannya dari Blok M Jakarta menuju Surabaya dan kemudian sampai di Bali. Di Pulau Dewata, Pak Sisco bertemu dengan Kathy warga Negara Australia yang kemudian menjadi istri beliau.

Dari pernikahan dengan Bu Kathy inilah yang kemudian mengantarkan Pak Sisco menginjakkan kaki di negeri Koala. Setelah merintis beberapa usaha, akhirnya Pak Sisco mampu membuka usaha restoran di kawasan Prahran, sebuah kawasan bisnis di Melbourne Australia. Restoran itu diberi nama “New Blok M”. Restoran ini kemudian terkenal di kalangan masyarakat Indonesia di Australia, khususnya masyarakat Indonesia di Melbourne. Dengan restorannya ini, belakangan Pak Sisco lebih dikenal sebagai Pak’E (dalam bahasa jawa yang artinya Bapak saya).

Karena kekhasan makanan Indonesia yang disajikan dan gaya kekeluargaan yang ditampilkan, menjadikan restoran New Blok M makin terkenal. Setiap kali ada orang Indonesia berkunjung ke Melbourne dan merindukan masakan Indonesia, maka Restoran Pak’E lah sebagai pengobatnya. Tak terhitung banyaknya pejabat dan artis Indonesia yang sudah berkunjung dan menikmati kelezatan makanan olahan Pak’E. Bahkan tidak sedikit orang Asia di luar Indonesia yang ada di Melbourne menyambangi restoran Pak’E untuk sekedar mencicipi makanan selera Indonesai.

Suatu kali setelah beliau tinggal di Melbourne, beliau berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Monash University. Dari perkenalan dan perbincangan dengan sang mahasiswa inilah Pak’E menjadi mengenali dan mendalami Islam. Hati beliau kemudian terpaut dengan keindahan dan keunggulan Islam. Untuk selanjutnya beliau tergerak menjadi seorang muslim yang taat.

Meskipun sudah begitu mencintai Islam, sampai sekarang penampilan keseharian Pak’E tidak berubah. Dengan rambut gondrong, baju kaos dan dibalut dengan celana jeans. Bahkan rambut gondrong beliau tidak dipotong, meskipun pada suatu kesempatan oleh Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia beliau didaulat menjadi khatib Jum’at. Pernah suatu kali ada orang yang bertanya mengapa beliau berambut gondrong ? Jawaban yang meluncur dari bibir beliau adalah bahwa rambut gondrong memudahkan beliau untuk tidur, ketika tidak ada bantal atau alas lain untuk tidur. Rambut gondrong masih menurut beliau juga bermanfaat untuk melindungi kepala dari cuaca dingin, khususnya di Melbourne yang memiliki musim dingin. Tetapi yang lebih penting bagi beliau adalah karena rambut gondrong membuat beliau merasa nyaman.

Tetapi yang lebih menarik dari perilaku Pak’E sekarang adalah kepeduliannya kepada kesulitan orang lain. Setiap kali ada orang Indonesia yang mengalami kesulitan, maka dengan mudahnya beliau mengulurkan bantuan. Dari mulai sekedar mengantarkan orang yang tidak tahu alamat yang mau didatangi di Melbourne, memberikan penampungan sementara kepada orang Indonesia yang misalnya terlunta-lunta atau juga mencarikan pekerjaan kepada orang Indonesia yang menganggur dan mengalami kesulitan hidup. Pendeknya dengan kemurahan hati beliau sekarang, perannya di Melbourne seperti menjadi “Konjen Bayangan” saja.

Pernah suatu kali rombongan pejabat berkunjung ke restoran beliau di sela-sela tugas mereka di Melbourne. Setelah Pak’E berkenalan dan menceritakan perjalanan hidup dan perkembangan bisnis restorannya, ada seorang pejabat yang memintanya untuk berkunjung ke rumah beliau. Setelah bertemu di rumah beliau, rupanya sang pejabat tadi tertarik keberhasilan restoran New Blok M dan menawari kerjasama bisnis pengembangan restoran beliau. Dan beliau menjawab seperti ini : “Maaf Pak, saya tidak begitu tertarik dengan penawaran Bapak. Bukannya saya tidak ingin mengembangkan bisnis saya, tapi saya merasa cukup dengan apa yang selama ini sudah saya rasakan”.

Menurut Pak’E, yang dirasakan penting sekarang adalah bersyukur dan tetap bersahaja, karena sudah begitu banyak nikmat yang beliau rasakan dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan banyak menolong orang lain.

Keterangan Gambar :

Yang diapit ahmad juwaini & arif adalah Konjen RI di Melbourne. Pak Sisco adalah yang berdiri sebelah kanan ahmad juwaini yang memakai kaos bergambar mbah Marijan & bercelana jeans

Peradaban Zakat menguak Australia


Ruang seminar Australian Defence Force Academy dari University of New South Wales (UNSW) menjadi saksi sebuah pergelaran pengalaman pengelolaan zakat Baznas Dompet Dhuafa selama hampir 14 tahun, khususnya dalam penanggulangan bencana. Seminar internasional yang merupakan bagian dari The Asia Pacifik Seminar Series ini dihadiri oleh perwakilan pakar Indonesianis dari Australian National University (ANU), Para pengurus Canberra Islamic Center (CIC), Para profesor dari UNSW, perwakilan dari Kedutaan Besar Indonesia dan mahasiswa-mahasiswi UNSW.

Tampil sebagai pembicara mewakili Baznas Dompet Dhuafa adalah Ahmad Juwaini dan Arif Abdullah yang secara lugas memaparkan pentingnya mobilisasi dan pendayagunaan dana Zakat, Infak dan Sedekah dalam penanggulangan bencana. Pada kesempatan seminar itu juga dibicarakan mengenai besarnya proporsi dana zakat terhadap keseluruhan dana pada saat terjadi bencana, universalitas penanggulangan bencana yang tidak mengenal ras dan agama, potensi dana sosial Australia untuk membantu bencana di Indonesia serta manfaat program sosial Baznas Dompet Dhuafa dalam membantu orang miskin di Indonesia.

Dan akhirnya, sebagai puncak dari diskusi dalam seminar tersebut juga dibicarakan kemungkinan kerjasama Baznas Dompet Dhuafa untuk melakukan edukasi dan mengembangkan pengelolaan zakat di Australia pada umumnya dan di Canberra pada khususnya.

Harapan masyarakat Australia tentang peningkatan pengelolaan zakat di negaranya menjadi sangat relevan. Karena bersamaan dengan seminar ini, utusan Baznas Dompet Dhuafa juga melakukan serangkaian kunjungan ke berbagai organisasi dan komunitas muslim yang memiliki potensi untuk diajak kerjasama dalam pengembangan zakat di Australia. Organisasi dan komunitas muslim yang diajak kerjasama oleh Baznas Dompet Dhuafa menyebar dari mulai wilayah Adelaide, Melbourne, Canberra dan Sydney.

Begitu antusias berbagai organisasi dan komunitas muslim tersebut menyambut ajakan untuk pengembangan Zakat di Australia. Beberapa di antara organisasi dan komunitas muslim tersebut malah langsung meminta dibuatkan program mobilisasi dana zakat dan pemanfaatannya melalui asistensi dari Baznas Dompet Dhuafa. Sebagian yang lain meminta tambahan informasi dan wawasan zakat yang selama ini banyak tidak mereka ketahui.

Australia, benua yang didiami oleh minoritas muslim itu, kini mulai menggeliat dengan sentuhan zakat. Irama kegairahannya dalam mengembangkan zakat perlahan akan semakin menggelegak. Jika itu terus dipacu, maka pada suatu waktu perkembangannya akan menjadi lompatan yang tinggi. Sebagaimana seekor kanguru yang melompati bebatuan tinggi, sehingga membuat terbelalak orang-orang yang melihatnya.

09 May, 2007

PENDIDIKAN DASAR HARUS GRATIS


Pendidikan adalah sebuah proses transformasi masyarakat dari kebodohan menuju cerdas pandai. Pendidikan juga adalah proses perubahan masyarakat dari ketidakmampuan menjadi keahlian. Sekaligus pendidikan adalah sarana mengubah kemalasan dan kejumudan menjadi kesadaran dan tindakan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi fondasi sangat penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Karena strategisnya kedudukan pendidikan dalam perubahan masyarakat, maka pendidikan harus mendapatkan prioritas yang tinggi dalam pembangunan. Tidak heran apabila UNDP merekomendasikan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) dijadikan sebagai parameter utama dalam menilai keberhasilan pembangunan suatu negara. Perhatian kita terhadap pendidikan juga telah disepakati oleh seluruh pengambil keputusan negara melalui UUD 1945 (hasil amandemen) yang pada pasal 31 ayat 4 mencantumkan bahwa anggaran pendidikan kita harus sekurang-kurangnya mencapai 20 % dari keseluruhan total anggaran pembangunan kita.

Kedudukan UUD yang semestinya dijadikan sebagai acuan dasar berbangsa dan bernegara, justru oleh pemerintah masih belum ditaati. Pemerintah yang seharusnya menjadi penjaga, pelaksana dan pemberi contoh pelaku UUD, malah menjadi “pembangkang” UUD. Selama tiga tahun terakhir pembangunan, alokasi anggaran pendidikan kita dalam APBN masih belum mencapai 20 %. Pada APBN tahun 2007 ini alokasi anggaran pendidikan baru menyentuh angka 11,8 %. Pemerintah juga semakin mengulur waktu pemenuhan angka 20 % tersebut dengan menyatakan bahwa anggaran sebesar itu baru akan dicapai lima tahun lagi. Itu artinya selama masa pemerintahan SBY – JK berkuasa, amanat UUD tersebut tidak akan pernah dicapai. Kalau betul rencana ini akan dilakukan, maka hal ini sungguh memprihatikan.

Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 % sudah sangat mendesak direalisasikan pada saat ini. Karena dengan alokasi sebesar 20 %, maka prioritas pertama yang harus segera dicapai adalah pemberian akses dan penyediaan kesempatan belajar untuk semua orang melalui pembebasan biaya pendidikan tingkat dasar yaitu sekurang-kurangnya pada jenjang SD sampai SLTA . Prioritas kedua adalah pada peningkatan kualitas belajar mengajar, seperti peningkatan kualitas guru, perbaikan rancangan proses belajar, dan penyediaan sarana dan fasilitas belajar. Sedangkan prioritas ketiga adalah pada dukungan pencapaian hasil belajar, peningkatan daya saing bangsa dan implementasi hasil belajar guna memperbaiki kualitas kesejahteraan.

Kita semua tentu mengetahui bahwa untuk meningkatkan kualitas pendidikan diperlukan biaya yang besar. Akan tetapi kalau semua pihak, khususnya pemerintah berkomitmen untuk mewujudkannya, maka biaya pendidikan dasar yang mahal bisa digratiskan. Dan kita juga harus buktikan bahwa sekolah yang gratis itu tetap bermutu. Bukan sekolah gratis yang seadanya atau asal-asalan.

Komitmen alokasi anggaran 20% tersebut harus tercermin pada APBN dan APBD selambatnya pada tahun 2008. Dengan anggaran 20% APBN saja, maka alokasi anggaran pendidikan pada APBN sekurang-kurangnya akan mencapai 120 Trilyun. Itu artinya rata-rata setiap propinsi akan mendapatkan alokasi anggaran pendidikan dari APBN lebih dari 3,6 Trilyun. Belum lagi dari sumber APBD. Jumlah tersebut cukup memadai untuk memulai pendidikan dasar berkualitas yang gratis.

Pemenuhan kesempatan belajar tingkat dasar yang gratis diharapkan akan mempercepat proses perbaikan kualitas bangsa secara menyeluruh. Dan dengan perbaikan kualitas bangsa, akhirnya kita berharap bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat akan segera dapat dicapai.

04 May, 2007

ETIKA MENOLONG


menolong adalah sebuah perbuatan yang mulia. Menolong adalah sebuah bentuk perilaku ketika seseorang terpanggil untuk melakukan atau memberikan sesuatu yang sedang dibutuhkan orang lain. Menolong adalah kesediaan seseorang untuk mengorbankan waktu, tenaga, pikiran atau harta yang dimiliki untuk kebaikan orang lain.

Menolong mekipun termasuk perbutan yang baik, menjadi tidak sempurna atau berubah menjadi perbuatan buruk apabila dilakukan tanpa memenuhi etika. Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan dan diimplementasikan ketika kita menolong, yaitu :

1. Dilandasi keikhalasan. Sebuah perbuatan menolong yang baik adalah yang dilandasi atau ditujukan karena Allah SWT. Yaitu ketika kita menolong bukan semata-mata karena kita kasihan melihat orang lain, akan tetapi karena Allah SWT memerintahkan kita untuk berusaha selalu menolong orang lain. Misalnya ketika kita melihat orang miskin yang berbaju kumal, badannya kurus, mukanya kotor, muncul rasa iba di hati kita. Karena kasihan melihat orang tersebut kita menolong orang miskin tersebut. Sebenarnya Landasan menolong yang paling hakiki dan bersifat ajeg adalah menolong karena Allah SWT. Sehingga meskipun perasaan kita tidak kasihan, tetapi karena Allah SWT meminta kita untuk banyak menolong, maka kita akan tetap menolong orang lain.

2. Menolong dengan sesuatu yang baik. Menolong dengan barang bekas adalah perbuatan baik. Akan tetapi menolong dengan barang yang bagus atau baru jauh lebih baik. Harus dihindari oleh kita menolong dengan sesuatu barang yang kitapun sudah tidak meyukainya atau membencinya. Jangan sampai terjadi ketika kita menolong atau membantu orang lain, kemudian barang yang kita gunakan untuk membantu orang tersebut, bukannya diterima malah ditolak atau dibuang, karena orang yang ditolong merasa tidak memerlukan atau tidak menyukainya. Yang terbaik adalah menolong orang lain dengan barang yang paling disukai oleh orang yang akan menerimanya.

3. Dilakukan dengan cara atau sikap yang baik. Bila ada pengemis meminta bantuan kepada kita, misalnya meminta uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tidak banyak yang dimintanya, misalkan Rp 10.000,- Kemudian kepada pengemis itu kita berikan uang Rp 100.000,- akan tetapi uang itu kita berikan dengan cara dibanting di hadapan pengemis tersebut, sambil kita (maaf !) ludahi. Meskipun jumlah uang tersebut sangat besar jumlahnya dibandingkan yang dimintanya, akan tetapi kalau cara kita memberikannya dengan cara seperti itu, maka bisa jadi pengemis itu tersinggung dan merasa terhina. Bahkan bisa jadi pengemis itu mengurungkan niatnya untuk menerima uang yang kita berikan dengan cara yang sangat merendahkan dan menghinakan tersebut.

4. Dalam keadaan darutat, jangan tanya suku, bangsa atau agamanya. Ketika kita melihat orang yang perlu ditolong dan keadaannya darurat, maka tidak perlu kita bertanya : sukunya apa ? bangsanya apa ? atau agamanya apa ? Dalam keadaan darurat yang paling penting adalah menyelamatkan korban dari keadaannya yang membahayakan. Apalagi kalau keadaan orang yang mau kita tolong tersebut, sudah terancam nyawanya, maka ketika kita hendak menolong tidak perlu kita bertanya suku, bangsa atau agama dari orang tersebut. Karena menyelamatkan nyawa manusia sangat bernilai derajatnya.

5. Jangan diingat-ingat dan jangan disebut-sebut. Kalau kita pernah menolong orang lain, jangan suka diingat-ingat perbuatan kita tersebut. Biarkan perbuatan menolong itu menjadi amal baik kita, jangan terlalu sering kita mengenangnya atau menyebutkannya. Apalagi di hadapan orang yang pernah kita tolong. Jangan sekali-kali kita mengungkit-ungkit perbuatan menolong kita, meskipun orang yang pernah kita tolong itu sedang mengecewakan atau menyakiti kita. Karena banyak di antara kita yang kemudian menyebut-nyebut perbuatan menolong kita, ketika orang yang kita tolong tersebut mengecewakan atau menyakiti kita.

04 April, 2007

KEPEDULIAN MBAH MARIJAN


Mbah Marijan, orang tua yang sangat disegani di kawasan Merapi Jogjakarta wajahnya kini sangat sering muncul di layar kaca. Maklum, sekarang beliau telah menjadi bintang iklan sebuah produk minuman energi. Dengan iklan tersebut, popularitas Mbah Marijan semakin meningkat pesat. Sepintas ada kesan bahwa lelaki yang pernah tetap tenang dan tidak mengungsi saat Merapi mulai “batuk-batuk” pertengahan tahun lalu itu, kini menjadi komersial. Dalam iklan tersebut, keperkasaan Mbah Marijan telah disejajarkan dengan Chris Jhon juara tinju dunia asal Indonesia.

Konon kabarnya, Pada awalnya Mbah Marijan menolak mentah-mentah untuk menjadi bintang iklan produk minuman energi tersebut. Selain karena hal itu akan merusak citra diri beliau, Mbah Marijan juga merasa tidak tergoda untuk menerima sejumah uang yang ditawarkan sebagai balas jasa. Menurut Mbah Marijan, beliau ingin tetap hidup sederhana dan merasa cukup dengan apa yang telah beliau miliki selama ini. Lelaki yang dianggap sakti oleh sebagian warga Merapi ini lebih memilih untuk memperhatikan warga sekitar dan lingkungan alam sekitarnya.

Setelah dibujuk dengan berbagai cara, hati Mbah Marijan akhirnya luluh juga untuk menerima tawaran menjadi bintang iklan tersebut. Kesediaan hatinya terbuka, ketika kepada Mbah Marijan diyakinkan bahwa uang yang bisa diperoleh dengan menjadi bintang iklan tersebut dapat digunakan untuk menolong tetangga-tetangganya yang kekurangan. Juga diyakinkan bahwa uang hasil menjadi bintang iklan bisa digunakan menolong warga di sekitar Merapi yang mengalami kesulitan. Maka, Jadilah Mbah Marijan sebagai bintang iklan.

Kesediaan Mbah Marijan menjadi bintang iklan karena ingin menolong sesama manusia adalah sebuah peristiwa langka. Pada saat kebanyakan manusia sekarang lebih mementingkan urusannya sendiri, Mbah Marijan mencontohkan bahwa uang dan popularitas yang diraih adalah sarana untuk membantu sesama. Kita semua mengetahui saat ini banyak para pemimpin dan wakil rakyat yang bertindak bukan memperjuangkan dan membela nasib rakyat yang diwakilinya, malah sebaliknya lebih sibuk memperjuangkan kepentingan dan kesenangannya sendiri.

Keteladanan Mbah Marijan mengajarkan kepada kita bahwa kita harus senantiasa berkorban dalam rangka menolong orang lain. Mbah Marijan mempraktekkan sebuah perilaku hidup yang berusaha mendahulukan kepentingan orang lain dibanding kepentingan dirinya. Mbah Marijan telah berhasil mewujudkan perilaku bahwa setiap tindakan kita harus senantiasa dilandasi oleh motivasi untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Bahkan sesuatu yang sesungguhnya tidak ingin dilakukan, tapi demi menolong orang lain, akhirnya dikerjakan.

Mbah Marijan adalah sosok pemimpin yang sebenarnya bagi warga di sekitar Merapi. Karena dalam pandangan Mbah Marijan kesejahteraan masyarakat sekitar Merapi telah menjadi tanggung jawab yang juga harus dipikulnya. Kesulitan dan penderitaan masyarakat di sekitar Merapi adalah suara hati yang menggerakkan setiap tindakan dan perilakunya untuk membantu mereka. Mbah Marijan adalah sosok penuh kepedulian, khususnya kepada sesama manusia yang hidupnya penuh kekurangan. Semoga kita semua dapat meniru perilaku hidup seperti Mbah Marijan. Wallahu A’lam !

25 March, 2007

MENTERI ZAKAT


Kita patut bersyukur, karena selama satu dasa warsa terakhir, perkembangan zakat di Indonesia tumbuh begitu pesat. Sejak berdirinya Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat seluruh Indonesia (Forum Zakat) pada tahun 1997 sampai pada tahun ini banyak catatan menggembirakan terjadi dalam ranah zakat Indonesia. Pada tahun 1999 disahkan Undang Undang Pengelolaan Zakat, yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Meskipun masih ditemukan adanya kelemahan dalam UU tersebut, tetapi keberadaannya telah meniupkan kegairahan pengelolaan zakat di Indonesia.

Kehadiran UU pengelolaan zakat, kemudian diikuti dengan munculnya perda zakat di berbagai daerah. Sampai saat ini telah tiga daerah propinsi dan 20 Kabupaten/Kota yang telah memiliki perda zakat. Kehadiran UU pengelolaan zakat juga telah menyuburkan berdirinya organisasi zakat formal yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) sebagai institusi pemerintah yang telah berdiri di 31 Propinsi dan lebih dari 300 Kabupaten/Kota serta 18 Lembaga Amil Zakat (LAZ) sebagai institusi bentukan masyarakat pada tingkat nasional yang telah dikukuhkan oleh Menteri Agama. Belum terhitung LAZ tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota yang sudah dikukuhkan Gubernur dan Bupati atau Walikota.

Dinamika aktivitas organisasi pengelola zakat juga telah berdampak pada perubahan perilaku berzakat masyarakat Indonesia. Jika pada tahun 1997 masyarakat yang membayarkan zakatnya melalui institusi formal kurang dari 3 %, maka pada akhir tahun 2006 cakupannya sudah hampir mencapai 20 %. Hal ini juga ditunjukkan oleh akumulasi penghimpunan dana yang diperoleh organisasi zakat formal. Jika pada tahun 1997 akumulasi total yang dihimpun organisasi zakat formal hanya mencapai 150 Milyar, maka pada akhir tahun 2006 sudah mencapai 800 Milyar.

Akumulasi penghimpunan dana yang telah dihasilkan oleh organisasi zakat formal,masih sangat jauh dari potensi zakat yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia yaitu sebesar 19,3 Trilyun per tahun. Angka inipun masih dapat dieskalasi sampai mencapai 90 Trilyun, apabila zakat telah dikelola dengan sangat baik dan diikuti dengan donasi Infak/Sedekah atau Wakaf yang tergalang dengan optimal.

Tanda-tanda positif dari geliat zakat di Indonesia juga menunjukkan tentang mulai signifikannya urusan zakat dalam tata kelola negara kita. Berdirinya Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pada tahun 2001 melalui SK Presiden No. 8 tahun 2001 dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada awal tahun 2007 ini, semakin menguatkan posisi zakat dalam lingkar pengelolaan negara. Dengan semakin luasnya lingkup persoalan zakat dan semakin besarnya pengaruh zakat, maka sudah seharusnya apabila kini zakat lebih dalam lagi ditempatkan dalam tata kelola negara Indonesia.

Kebutuhan untuk perlunya segera dibentuk Kementerian Zakat dan Wakaf menjadi semakin mendesak. Tentu saja pada tahap awal kementerian ini hanya berupa kementerian negara yang tidak membawahi departemen. Kementerian ini akan memerankan fungsi regulator dan pengawas, sekaligus penentu kebijakan pengelolaan zakat di Indonesia. Orientasi dari kementerian ini adalah mengarahkan agar zakat dapat dimaksimalkan dalam membantu pengentasan kemiskinan, pencapaian organisasi zakat yang profesional dan akuntabel, serta integrasi dan sinergi seluruh organisasi zakat di bawah satu payung kebijakan nasional.

Pola penanganan zakat juga harus mulai diubah, jika sebelumnya hanya didekati dalam platform hukum-hukum agama, maka ke depan harus didekati juga dalam instrumen pengelolaan keuangan dan kebijakan ekonomi. Sebagai sebuah kewajiban masyarakat, maka zakat adalah instrumen fiskal, akan tetapi dalam lingkup pemanfaatan dan pendayagunaan, maka zakat adalah instrumen moneter dan instrumen sosial. Sehingga tidak salah jika penataan dan pengelolaan zakat juga dikaitkan dengan kebijakan makro ekonomi suatu negara.

Kalau sekarang ini tulang punggung pendapatan dalam negeri kita adalah pajak, maka pada suatu ketika zakat juga akan mampu mendanai pembangunan dalam proporsi yang semakin berimbang dengan pajak. Bukankah pada masa lalu di Indonesia jumlah pendapatan pajak juga sangat kecil ? Apalagi kalau kita menengok sejarah Islam pada masa Rasul saw dan Khulafaur Rasyidin, maka kita mendapati bahwa porsi zakat dalam mendanai pembangunan cukup besar. Semoga dengan kehadiran Menteri Zakat, harapan agar peran zakat sangat signifikan dalam membantu mengatasi kemiskinan segera terwujud.

02 March, 2007

RELAWAN JOGJA

Satu hari berselang sejak terjadinya gempa yang melanda Yogya dan Jateng, Agus (bukan nama sebenarnya) bergegas meluncur dari Jakarta ke Yogya untuk memenuhi panggilan tugas. Sudah beberapa tahun ini ia menjadi relawan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sesampainya di Yogya ia bertindak cepat melayani para korban gempa, dengan membagikan makanan dan layanan kesehatan. Tidak lupa juga mendirikan tenda dan membagikan logistik lain yang sangat diperlukan para korban gempa.

Lepas dari penanganan tahap darurat, Agus bersama rekan-rekannya yang lain, mulai memikirkan program lanjutan. Muncullah gagasan untuk membangun rumah tahan gempa. Rancangan rumah tersebut didesain melibatkan arsitek dan ahli teknik sipil. Rumah tahan gempa tersebut disiapkan dengan ukuran 36 meter persegi di atas lahan milik warga sendiri. Seluruh biaya bahan diperkirakan menghabiskan dana 25 juta rupiah. Tenaga kerjanya menggunakan warga dan relawan yang terlibat. Setelah perencanaan selesai, pelaksanaan pembangunan rumah pun dimulai. Relawan dan warga membangun rumah dengan antusias. Penuh kerja keras mereka mendirikan rumah di kawasan reruntuhan gempa yang telah dibersihkan. Dari mulai pagi Sampai pukul sepuluh malam, pembangunan rumah dilakukan. Dari mulai fondasi bangunan sampai bagian atap terus dikerjakan. Seperti tidak kenal lelah, warga dan para relawan ingin segera menyelesaikan pembangunan rumah tersebut.

Setelah tiga minggu, pembangunan beberapa unit rumah telah selesai. Tibalah saat peresmian rumah tersebut. Wajah-wajah para pemilik rumah yang baru dibangun tersebut dihiasi kebahagiaan. Wajah sedih pada saat baru terjadi gempa, kini telah bertukar menjadi ulasan senyuman. Beberapa relawan, termasuk Agus juga dengan puas memandangi rumah yang telah dibangun tersebut. Tampak bahwa rumah tersebut, meskipun berukuran tidak besar, tetapi memancarkan kebersihan dan kebaruannya. Dua hari setelah peresmian rumah tersebut, Agus menyempatkan diri untuk kembali ke Jakarta. Niatnya ingin mengambil barang untuk keperluan program selanjutnya, sekalian evaluasi di kantor LSM-nya. Tidak terasa sudah hampir satu bulan ia meninggalkan Jakarta. Sesampainya di rumah dan beristirahat sejenak, istrinya bercerita : “Mas, tadi siang ada Pak Rifa’i pemilik rumah kontrakan kita, menanyakan tentang kelanjutan kontrak rumah kita. Karena katanya, satu minggu lagi kontrak rumah kita tahun ini sudah habis. Beliau bilang kalau mau diperpanjang, selambatnya lima hari lagi uang kontrakan harus dibayar.” Mendengar tuturan dari istrinya, Agus menjawab : “Ya Nanti, kita usahakan untuk dibayar.”Selesai berdialog dengan istrinya, Agus berpikir dan segera menyadari kembali ternyata ia adalah seorang “kontraktor” yang harus segera membayar uang kontrakan rumah. Seketika itu juga, melintaslah bayangan rumah-rumah di Yogya yang dibangunnya bersama relawan lainnya. Rumah-rumah itu telah menjadi milik warga yang menjadi korban gempa. Selanjutnya, Agus pun sadar bahwa uang yang dia miliki saat ini tidak cukup untuk membayar uang kontrakannya di Jakarta. Agus berpikir keras darimana ia harus menutupi kekurangan pembayaran kontrakan rumahnya. Sambil terus berpikir untuk mencari jalan keluar, selepas sholat ia berdo’a : “Ya Allah, berikanlah petunjuk kepada kami, mudahkan urusan kami dan datangkanlah rezeki dari-Mu sehingga kami dapat membayar kekurangan uang kontrakan kami. Amin...!”