27 October, 2007

JELANG KONFERENSI ZAKAT ASIA TENGGARA II


Tanggal 30 Oktober sampai 3 November 2007 ini, di Padang akan dilangsungkan Konferensi Zakat Asia Tenggara ke-2 (KZAT 2). Konferensi ini merupakan kelanjutan dari KZAT 1 yang berlangsung pada tanggal 13 – 15 Maret 2006 di Kuala Lumpur. Di pilihnya kota Padang sebagai tuan rumah, karena Padang telah menjadi kota percontohan pengembangan zakat di Indonesia. Dimana pada tahun 2005 dan 2006 pengumpulan zakat yang dimotori oleh Walikota Padang Fauzi Bahar melalui BAZ Padang mampu mencapai kenaikan fantastis 1000 %.
Pada KZAT 1 telah dicanangkan kelahiran Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT) sebagai organ penghubung institusi zakat dan masyarakat zakat di kawasan serumpun. DZAT juga diharapkan menjadi “majelis syuro” terhadap masalah-masalah zakat sekaligus penetap standarisasi manajemen zakat di wilayah nusantara.
Dalam perkembangannya, karena lingkup aktivitas DZAT telah melampaui batas-batas negara, maka atas desakan perwakilan Singapura dan Brunei, DZAT dimintakan untuk mendapatkan legitimasi dari Majelis Agama Islam Brunei, Indonesia Malaysia dan Singapura (MABIMS) sebuah wadah kerjasama menteri-menteri agama negara-negara Asia Tenggara yang memiliki penduduk muslim dalam jumlah besar.
Melalui berbagai upaya dan langkah, akhirnya pada bulan November 2006 dalam pertemuan MABIMS di Kuala Lumpur, DZAT diikhtiraf sebagai wadah resmi kerjasama zakat Asia Tenggara dalam lingkup MABIMS. Dengan pengakuan DZAT oleh MABIMS, maka untuk selanjutnya DZAT akan menjadi organisasi kerjasama zakat Asia Tenggara yang lebih bersifat resmi antar negara (G to G).
Meskipun DZAT telah menjadi organisasi kerjasama antar negara, akan tetapi fungsi penghubung organisasi zakat dan masyarakat zakat ingin coba dipertahankan. Karena bagaimanapun kelahiran DZAT tidak bisa dilepaskan dari kiprah organisasi zakat dan masyarakat zakat yang telah menggagas dan mempelopori kelahiran DZAT. Oleh karena itu, DZAT juga diupayakan untuk tetap bisa menjadi organisasi yang aspiratif, akomodatif, efisien serta cepat dalam mengambil keputusan dan melangkah.
KZAT 2 di padang kali ini menjadi peristiwa penting karena akan menjadi forum untuk menetapkan platform organisasi, model struktur organisasi, lokasi sekretariat dan personil yang akan memegang amanah sebagai Sekretaris Jenderal. Hasil keputusan penting KZAT 2 ini akan disampaikan dalam sidang MABIMS pada tanggal 13 -16 November 2007.
Untuk menyukseskan kegiatan KZAT 2 ini Walikota Padang beserta segenap panitia dan masyarakat Padang telah bekerja keras. Pada pembukaan akan dikerahkan 20.000 orang yang berasal dari kalangan muzakki dan mustahik, sekaligus akan dilantunkan Asmaul Husna oleh 10.000 pelajar kota Padang. Sementara untuk acara pembukaan pihak panitia telah bekerja keras untuk menghadirkan Presiden atau Wakil Presiden. Konferensi ini juga akan diisi dengan seminar yang menghadirkan para ulama dan pakar zakat dari Timur Tengah, Eropa, Australia dan tentu saja dari Asia Tenggara. Dan untuk lebih meramaikan suasana, KZAT 2 ini juga dihiasi dengan Zakat Expo dan Islamic Fair.
Semoga KZAT 2 betul-betul akan menjadi salah satu tonggak kecemerlangan zakat di Asia Tenggara. Pada akhirnya KZAT 2 juga diharapkan menjadi bagian dari ibadah kepada Allah SWT melalui perwujudan peradaban zakat di dunia.

TUNAIKAN ZAKAT DENGAN BERMARTABAT



Pada tanggal 9 Oktober 2007, beberapa hari yang lalu, seorang pengusaha Semarang yang bergerak di sektor migas membagikan zakat kepada kaum dhuafa. Sekitar 5000 orang dengan berdesakan di bawah terik matahari siang bolong rela menunggu giliran untuk menerima amplop. Untuk orang dewasa diberikan Rp 12.000,- sementara untuk anak-anak Rp 5.000,- . Sepintas terlihat betapa mulianya perilaku Sang Pengusaha tersebut yang memiliki komitmen dalam melaksanakan salah satu rukun Islam.
Akan tetapi kalau diselami lebih lanjut, sesungguhnya praktek mendistribusikan zakat dengan pola “pameran kebajikan” ini hanyalah memuaskan ego spiritual Sang Pelaku. Betapa bahagia dan puasnya seorang pembayar zakat apabila menyalurkan zakat kepada orang-orang miskin. Apalagi orang yang menerima zakat tersebut menyambutnya dengan penuh bahagia dan diiringi doa kebaikan bagi “Sang Sinterklas” Zakat. Meskipun sesungguhnya setiap orang miskin yang hendak menerima zakat tersebut harus berjuang mempertaruhkan nyawa untuk mengejar sekedar uang Rp 12.000,-
Sang Pengusaha ini mungkin lupa bahwa beberapa tahun yang lalu, di Jakarta telah terjadi tiga orang meninggal di tempat karena berdesakan untuk menerima zakat dari seorang kaya. Karena begitu antusiasnya orang-orang miskin untuk mendapatkan pembagian zakat, maka nyawapun dikorbankan. Haruskah ego spiritual kita dipuaskan dengan mengorbankan orang-orang miskin ?
Kalau kita mau jujur, sebenarnya menyalurkan zakat secara langsung memang tidak efektif. Sekedar menyampaikan zakat kepada yang berhak pun belum terjamin sepenuhnya. Karena umumnya dengan mendistribusikan zakat dengan pola “Pameran Kebajikan” penerimanya pun tidak melalui proses seleksi. Dalam kasus Sang Pengusaha di Semarang, ia hanya menempelkan pengumuman bahwa pada hari tertentu akan dibagikan zakat. Sehingga siapa saja yang masuk dalam antrian tidak terseleksi lagi. Sangat mudah bagi orang-orang yang sesungguhnya bukan mustahik akan masuk ke dalam barisan antrian.
Belum lagi dalam konteks optimalisasi sumber daya zakat, menyalurkan zakat secara langsung layaknya ombak yang bergulung di tengah lautan, akan tetapi kemudian terhempas di pantai tanpa bekas. Zakat yang ditunaikan oleh setiap individu muslim yang jumlahnya kecil tidak akan dapat didayagunakan untuk sebuah manfaat yang monumental. Karena uang zakat itu tercerai-berai dalam pembayaran masing-masing individu. Akan berbeda apabila dana zakat itu dapat dimobilisasi untuk kemudian dimanfaatkan secara kolektif untuk membiayasi fungsi strategis guna melayani dan memberdayakan kaum dhuafa. Maka dampaknya akan luar biasa dan nyata.
Kalau hanya zakat sebesar Rp 60 juta (5.000 orang x Rp 12.000), tentulah sangat sulit untuk dapat digunakan untuk membiayai pemberdayaan kaum dhuafa secara optimal. Akan tetapi kalau uang 60 juta ini disatukan dengan uang zakat lainnya, maka bisa terhimpun dana Milyaran. Bahkan bisa mencapai 19,3 Trilyun sebagaimana potensi zakat di Indonesia. Dengan uang yang besar tersebut, tentu bisa dibantu orang miskin secara lebih permanen. Kita bisa menyediakan Rumah Sehat, sekolah unggulan, sentra usaha mandiri, industri berbasis sumber daya lokal, pelatihan keterampilan kerja dan permodalan usaha, serta peningkatan pendapatan dan pengembangan usaha untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
Kita seharusnya malu pada Bapak Fulan, seorang Presiden Komisaris sebuah perusahaan besar di Jakarta, yang menunaikan zakatnya sebesar Rp 500 juta melalui lembaga zakat. Karena Pak Fulan itu menyadari bahwa untuk dapat menghasilkan manfaat yang berlipat ganda maka zakat seharusnya ditunaikan melalui lembaga yang mampu memobilisasi dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya. Pola penunaian zakat seperti dilakukan oleh Pak Fulan inilah yang dimaksud dengan menunaikan zakat secara bermartabat.

06 October, 2007

Tanda Puasa Berhasil


Kita telah mengetahui semua, bahwa ibadah puasa yang diwajibkan kepada kita bertujuan membentuk manusia yang bertakwa. Takwa adalah puncak derajat seorang hamba di hadapan Khaliq-Nya. Makna ketakwaaan seringkali kita uraikan dalam rangkaian kata yang luas dan abstrak. Karena luasnya pemaknaan, seringkali kita malah tidak bisa menjadikannya sebagai patokan.

Dari sekian banyak penguraian makna bertakwa, maka sesungguhnya ada yang bisa kita jadikan pengukur keberhasilan kita berpuasa. Sekurang-kurangnya ada tiga ukuran sederhana untuk mengukur apakah puasa kita telah berhasil. Yang pertama adalah : Apakah selama berpuasa di bulan Ramadhan ini, jumlah konsumsi makanan dan minuman kita lebih sedikit ? Atau untuk mudahnya, apakah volume makanan dan minuman yang kita nikmati selama Ramadhan ini lebih rendah di banding bulan lain ? Jika ternyata jumlah konsumsi makanan dan minuman yang kita nikmati selama Ramadhan ini sama atau lebih banyak dari bulan yang lain, berarti puasa kita belum berhasil.

Alat ukur sederhana yang kedua dari keberhasilan kita berpuasa adalah jumlah berat badan kita. Apabila berat badan kita tidak berkurang selama puasa Ramadhan ini, berarti puasa kita belum berhasil. Sebab jika kita berpuasa dengan benar, berarti terjadi pengurangan jumlah konsumsi makanan kita. Karena biasanya kita makan tiga kali sehari, sementara selama bulan puasa ini kita hanya makan dua kali sehari, yaitu pada saat sahur dan berbuka. Padahal mengendalikan nafsu makan adalah salah satu hawa nafsu paling dasar yang harus kita kuasai selama kita berpuasa.

Apalagi kalau ternyata kemudian justru pada bulan Ramadhan berat badan kita meningkat, maka bisa dipastikan bahwa kita adalah makhluk “pendendam”. Siang hari kita tahan nafsu makan kita, tetapi malam hari, nafsu itu tumpah tak terkendali, bahkan cenderung liar. Ini artinya bahwa puasa kita belum berhasil.

Tanda ketiga bahwa puasa kita berhasil adalah zakat (fitrah), Infak dan amal sosial lainnya. Logika sederhana yang bisa mendasari tanda ketiga ini adalah bahwa karena selama Ramadhan kita makan dari tiga kali menjadi dua kali. Artinya setiap hari kalau kita berpuasa dengan benar telah menghemat satu kali makanan. Bahasa sederhananya setiap hari kita menabung senilai satu kali makan. Sehingga di akhir bulan Ramadhan akan sangat mudah bagi kita untuk berzakat fitrah 3,5 liter beras. Karena kita sudah menabung 30 hari (30 kali) genggam beras. Bahkan lebihnya bisa kita jadikan sebagai sedekah kepada kaum dhuafa.

Belum lagi bila kita kaitkan dengan didikan rasa lapar dan haus yang kita rasakan selama kita menjalani puasa Ramadhan, akan menimbulkan empati dan solidaritas sosial kepada mereka yang sangat sering hari-harinya merasakan lapar dan haus. Dengan puasa Ramadhan seharusnya begitu mudah hati kita tersentuh oleh penderitaan mereka yang tidak berpunya. Apalagi kepada mereka yang saat ini hidup di tenda-tenda pengungsian di kawasan bencana. Mereka ini selain menderita karena kehilangan rumah tinggalnya, mereka pun ketiadaan sumber pangan pada bulan suci yang mulia ini.

Menjelang akhir Ramadhan ini, marilah kita tingkatkan kualitas puasa kita. Sekaligus mengisinya dengan memperbanyak amal sosial untuk membantu saudara kita yang kekurangan.