22 July, 2009

The Meaning of Zakat

What is Zakât?
"Take from their wealth a portion for charity, in order to clean them thereby, and sanctify them."

Literal Meaning: Zakat means grow (in goodness) or 'increase', 'purifying' or 'making pure'. So the act of giving zakat means purifying one's wealth to gain Allah's blessing to make it grow in goodness.
--Source: Definition from the Zakat Collection Center in Kuala Lumpur.

One of the most important principles of Islam is that all things belong to God, and that wealth is therefore held by human beings in trust. The word zakat means both 'purification' and 'growth'. Our possessions are purified by setting aside a proportion for those in need, and, like the pruning of plants, this cutting back balances and encourages new growth.

Zakah not only purifies the property of the contributor but also purifies his heart from selfishness and greed. It also purifies the heart of the recipient from envy and jealousy, from hatred and uneasiness and it fosters instead good-will and warm wishes for the contributors.
--Source: Zakat (the Alms Tax)

ZAKAT: (Alms) The Zakat is a form of giving to those who are less fortunate. It is obligatory upon all Muslims to give 2.5 % of wealth and assets each year (in excess of what is required) to the poor. This is done before the beginning of the month of Muharram, the first of new year. Giving the Zakat is considered an act of worship because it is a form of offering thanks to God for the means of material well-being one has acquired. --An introduction to Islam

Zakât: A certain fixed proportion of the wealth and of the each and every kind of the property liable to Zakât of a Muslim to be paid yearly for the benefit of the poor in the Muslim community. The payment of Zakât is obligatory as it is one of the five pillars of Islam. Zakât is the major economic means for establishing social justice and leading the Muslim society to prosperity and security. [See Sahih Al-Bukhari, Vol. 2, Book of Zakât (24)]. --Glossary

Paying zakat is Fard (compulsory). The Qur'an says that only those who pay zakat are in the "brotherhood of faith". The Holy Qur'an also says that Zakat purifies assets and creates virtue ( SU:9 103 ). Zakat is a 2.5% levy on most valuables and savings held for a full year if their total value is more than a basic minimum known as nisab. At present nisab is $1,050 or an equivalent amount of any other currency. Cash money in your bank and building society accounts, and the release value of bonds, securities and shares in any form are zakatable if they are purchased as an investment. There is no Zakat on family home or household furniture, carpets, car, etc. But if a property ...
--Source: What is Zakat?

Zakat is distributed among 8 asnaf (categories) of people, namely:

1. Fakir - One who has neither material possessions nor means of livelihood.
2. Miskin - One with insufficient means of livelihood to meet basic needs.
3. Amil - One who is appointed to collect zakat.
4. Muallaf - One who converts to Islam.
5. Riqab - One who wants to free himself from bondage or the shackles of slavery. (In Singapore, zakat due to this category of recipients is spent on those who need help to pursue education or to improve their standard of living).
6. Gharmin - One who is in debt (money borrowed to meet basic, halal expenditure).
7. Fisabillillah - One who fights for the cause of Allah.
8. Ibnus Sabil - One who is stranded in journey.

(Source: MUIS in Singapore)

The Holy Qur'an (Sura Al-Tauba: 60) classifies the due recipients of zakat under the following eight categories.

"Zakat is for the poor, and the needy and those
who are employed to administer and collect it,
and the new converts, and for those who are in
bondage, and in debt and service of the cause
of Allah, and for the wayfarers, a duty ordained
by Allah, and Allah is the All-Knowing, the
Wise".

[Source: Guide to Zakat - By Dr. Abdul-Satar Abu Qhodda]

15 July, 2009

Surat Aneh


Surat  Aneh
Beberapa tahun yang silam, ada sebuah surat yang cukup  unik datang ke kantor Dompet Dhuafa (DD).  Biasanya setiap hari lebih dari 20 surat permohonan bantuan singgah ke kantor DD. Pada umumnya, surat permohonan bantuan itu isinya agak panjang, berhubung hendak menceritakan masalah dan mengajukan bantuan. Tidak sedikit dari surat-surat itu yang ditulis panjang lebar dengan narasi yang memilukan. 
Tapi hari itu, datang sebuah surat yang tidak biasanya. Setelah dibuka, isinya ternyata hanya satu kalimat saja. Kalimat itu berbunyi : “Jika diizinkan, saya akan datang ke kantor Dompet Dhuafa.”  Kita semua yang membacanya tentu merasa heran terhadap surat ini. Sepanjang sejarah DD, belum pernah ada surat yang isinya seperti itu. Karena itu kemudian, kita segera membalas surat itu dengan jawaban : “Silakan Bapak datang ke kantor Dompet Dhuafa, Pada hari ... (tertentu), jam ... (tertentu).”
Pada hari dan jam yang dijanjikan, kita telah menanti tamu yang akan datang. Beberapa saat kemudian masuklah seorang lelaki dengan perawakan pendek dan agak kurus. Kedua tangannya (maaf) putus dari pangkal lengan, dan kedua kakinya seperti pernah mengalami sakit polio (dengan bentuk sedikit agak melengkung). Menyaksikan kehadiran lelaki tersebut, segeralah  kita mengerti  mengapa Lelaki tersebut menulis surat seperti itu. Rupanya, dia ingin kita melihat saja secara langsung kondisi dirinya. Batinnya mungkin berkata, “tak perlulah saya menceritakan panjang lebar, cukuplah anda lihat sendiri, barulah anda mengerti apa yang saya maksudkan.”
Melihat kehadiran lelaki tersebut dan mengerti kondisi yang dialami oleh lelaki tersebut, kami pun bergegas menawarkan bantuan kepada beliau. Salah seorang karyawan DD kemudian berkata, “Pak, apa yang bisa DD lakukan, untuk bisa membantu Bapak ?” Lelaki tersebut kemudian menjawab, “Saya mohon DD membantu saya satu...saja, mohon DD membelikan saya satu buah mesin ketik.” Mendengar ungkapan bahwa lelaki itu ingin dibelikan mesin ketik, karyawan DD pun bertanya lagi, “Mohon maaf Bapak, apakah anak Bapak ada yang sedang ditugasi menulis paper atau makalah, seperti itu ?”  Lelaki itu pun menjawab lagi, “Oh..., bukan..., mesin ketik itu bukan untuk anak saya, tapi untuk saya, saya biasa mengetik kok...”  mendengar jawaban tersebut,  karyawan DD pun terperanjat, sehingga terucap, “Mengetik dengan....?” Spontan lelaki itu pun menjawab, “Saya biasa mengetik dengan kaki saya...” Seterusnya lelaki itu pun melanjutkan, “Kalau Bapak berjalan-jalan di kawasan Pasar Senen, di sana akan terlihat banyak kios-kios jasa mengetik, salah satunya adalah kios saya. Saya biasa melayani jasa mengetik. Cuma selama ini mesin ketiknya punya toke saya. Sehingga hasilnya dibagi dua. Saya bermimpi, jika saya punya mesin ketik sendiri, mungkin hasilnya jadi lebih besar...”   
Mendengar penuturan lelaki itu, tiba-tiba saja terasa ada pukulan keras menghantam ulu hati kita yang mendengarnya. Bagaimana tidak, ada seorang lelaki yang mengalami cacat fisik, yang sesungguhnya teramat pantas dikasihani dan disantuni setiap saat, akan tetapi ternyata yang diharapkannya justru adalah bantuan yang membuatnya bisa tetap berusaha dan produktif. Lelaki itu bukan ingin dibantu sehingga tergantung pada belas kasihan orang lain, tetapi justru ingin dibantu yang membuatnya mandiri dan tegak di atas kekuatannya sendiri.
Lelaki itu laksana malaikat yang dihadirkan kepada kita untuk menyampaikan pesan agar kita lebih menghargai diri kita dengan berusaha menjadi manusia yang produktif dan mandiri. Karena pada zaman sekarang ini, betapa banyak anak muda, fisiknya utuh, tubuhnya sehat dan kuat, tetapi jiwanya lemah dengan ingin dikasihani dan mengharap iba dari orang lain. Betapa banyak manusia di dunia ini, yang kondisi fisiknya jauh lebih baik dari Bapak tersebut, tetapi hidupnya ingin bergantung kepada belas kasihan dan santunan orang lain. 
Kepada Bapak tersebut, DD akhirnya membelikan satu buah mesin ketik baru, sambil dalam hati berucap, “Terima kasih Bapak, telah datang dan seolah menasehati kami, sungguh kehadiran Bapak telah membawa kesan mendalam untuk kami.”