22 July, 2007

Kesejahteraan Amil



Amil zakat (pengelola zakat) adalah profesi yang sungguh menyenangkan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Amil itu tidak mengenal susah. Waktu masih menganggur, ia berhak mendapatkan dana zakat, karena tergolong fakir miskin. Saat bekerja, ia mendapatkan dana zakat dari hak Amil dan kalau terjadi PHK, kemudian menjadi penganggur, maka ia berhak lagi dapat dana zakat, karena menjadi fakir miskin kembali.

Tetapi menjadi Amil zakat juga sebuah beban. Kalau kelihatan sedikit saja mulai sejahtera, maka Sang Amil akan menjadi “tertuduh”. Bahwa di tengah kemiskinan yang masif di Indonesia, seorang Amil sangat tidak pantas terlihat hidup nyaman. Bahkan banyak masyarakat mengharapkan agar Amil senantiasa hidup prihatin. Kondisi ini selalu menjadi dilema bagi semua Amil.

Standar yang digunakan oleh semua Organisasi Pengelola Zakat (OPZ), untuk membiayai kesejahteraan amil adalah alokasi ashnaf (hak amil) dari harta zakat. Beberapa ahli Fikih zakat menyebutkan bahwa hak amil atas harta zakat adalah 1/8 atau 12,5 % dari keseluruhan total dana yang berhasil dikumpulkan. Tentu saja ada OPZ yang berpandangan bahwa besarnya alokasi untuk Amil tidak harus 12,5 %, karena dasar 12,5 % bukanlah bersandar kepada ayat Al-Quran dan Al-Hadits, akan tetapi hanya ijtihad para ulama.

Bagi sebagian kalangan amil yang berpandangan bahwa merujuk 12,5 % sebagai satu-satunya acuan, maka bagaimanapun kondisi amil atau OPZ, maka 12,5 % harus tetap menjadi dasar pemenuhan kesejahteraan amil. Apabila hal ini dilaksanakan, maka Sang Amil mungkin bisa hidup menderita, karena pada banyak OPZ yang hanya mampu mengumpulkan dana kurang dari 10 juta per bulan, maka 12,5 % untuk menyejahterakan amil, tentu jauh panggang dari api. Apalagi pada OPZ yang baru dirintis atau didirikan, tentulah 12,5 % adalah sebuah angka yang sangat tidak memadai.

Kemungkinan kedua manakala OPZ hanya mengacu kepada dasar 12,5 % untuk kesejahteraan amil adalah amil akan berfoya-foya. Pada beberapa OPZ yang sudah mampu menghimpun dana zakat yang besar dari masyarakat, sementara jumlah amilnya tidak banyak, maka dengan 12,5%, kesejahteraan amilnya akan sangat berlebih. Tentu saja pada akhirnya batas alokasi hak amil 12,5% ini harus diteropong dalam kelayakan, kecukupan dan kewajaran.

Banyak OPZ yang hanya mampu memberikan kesejahteraan kepada amilnya sangat minimalis. Pada kondisi ini banyak amil yang bekerja setengah hati. Bekerja menjadi amil dilakukan sambil menyambi dengan melakukan kegiatan lain dalam rangka mencukupi kehidupan rumah tangga amil. Pada kondisi ini, tidak ada sedikit pun kebanggaan menjadi amil zakat. Bahkan kadang-kadang untuk meningkatkan kesejahteraan, para amil ini berlaku “curang” dengan memanfaatkan alokasi tujuh ashnaf yang lain, baik secara terbuka, maupun dengan cara sembunyi-bunyi.

Tidak sedikit OPZ yang sudah mampu memberikan kesejahteraan memadai kepada amilnya. Penghasilan para amil ini tidak kalah dengan penghasilan pegawai negeri atau beberapa perusahaan swasta. Kesejahteraan yang cukup ini tentu menggembirakan dan membanggakan dunia zakat. Karena hal ini telah membuktikan bahwa profesi amil zakat bukanlah profesi marjinal lagi. Menjadi amil zakat kini bisa menjadi profesi sebagai titik pijak untuk meraih kenyamanan dalam hidup.

Akan tetapi tingkat kesejahteraan memadai yang diperoleh amil haruslah dibarengi dengan sikap kesederhanaan dan rendah hati. Tanpa itu, maka amil zakat akan menjadi angkuh, konsumtif dan demonstratif. Amil zakat seperti ini akan kehilangan makna kepedulian kepada masyarakat miskin yang ada di sekitarnya. Sangatlah mulia apabila amil zakat hidup selalu mawas diri. Meskipun dia mendapatkan penghasilan cukup, akan tetapi ia senantiasa hidup sederhana dan lebih banyak memberikan manfaat dengan membantu kesulitan orang lain.



(Ikuti Polling Kesejahteraan amil di www.amilzakat.blogspot.com)

02 July, 2007

Mantan Preman yang Budiman


Pak Sisco mungkin pada waktu kecil tidak pernah membayangkan bahwa pada suatu hari akan tinggal di Australia. Tumbuh sebagai anak jalanan dan pengamen mengantarkan Pak Sisco menjadi preman di kawasan Blok M Jakarta. Karena terlibat beberapa kali bentrokan dengan preman lainnya, akhirnya Pak Sisco dikejar-kejar oleh sekelompok orang untuk dihabisi nyawanya. Pelariannya dari Blok M Jakarta menuju Surabaya dan kemudian sampai di Bali. Di Pulau Dewata, Pak Sisco bertemu dengan Kathy warga Negara Australia yang kemudian menjadi istri beliau.

Dari pernikahan dengan Bu Kathy inilah yang kemudian mengantarkan Pak Sisco menginjakkan kaki di negeri Koala. Setelah merintis beberapa usaha, akhirnya Pak Sisco mampu membuka usaha restoran di kawasan Prahran, sebuah kawasan bisnis di Melbourne Australia. Restoran itu diberi nama “New Blok M”. Restoran ini kemudian terkenal di kalangan masyarakat Indonesia di Australia, khususnya masyarakat Indonesia di Melbourne. Dengan restorannya ini, belakangan Pak Sisco lebih dikenal sebagai Pak’E (dalam bahasa jawa yang artinya Bapak saya).

Karena kekhasan makanan Indonesia yang disajikan dan gaya kekeluargaan yang ditampilkan, menjadikan restoran New Blok M makin terkenal. Setiap kali ada orang Indonesia berkunjung ke Melbourne dan merindukan masakan Indonesia, maka Restoran Pak’E lah sebagai pengobatnya. Tak terhitung banyaknya pejabat dan artis Indonesia yang sudah berkunjung dan menikmati kelezatan makanan olahan Pak’E. Bahkan tidak sedikit orang Asia di luar Indonesia yang ada di Melbourne menyambangi restoran Pak’E untuk sekedar mencicipi makanan selera Indonesai.

Suatu kali setelah beliau tinggal di Melbourne, beliau berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi di Monash University. Dari perkenalan dan perbincangan dengan sang mahasiswa inilah Pak’E menjadi mengenali dan mendalami Islam. Hati beliau kemudian terpaut dengan keindahan dan keunggulan Islam. Untuk selanjutnya beliau tergerak menjadi seorang muslim yang taat.

Meskipun sudah begitu mencintai Islam, sampai sekarang penampilan keseharian Pak’E tidak berubah. Dengan rambut gondrong, baju kaos dan dibalut dengan celana jeans. Bahkan rambut gondrong beliau tidak dipotong, meskipun pada suatu kesempatan oleh Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia beliau didaulat menjadi khatib Jum’at. Pernah suatu kali ada orang yang bertanya mengapa beliau berambut gondrong ? Jawaban yang meluncur dari bibir beliau adalah bahwa rambut gondrong memudahkan beliau untuk tidur, ketika tidak ada bantal atau alas lain untuk tidur. Rambut gondrong masih menurut beliau juga bermanfaat untuk melindungi kepala dari cuaca dingin, khususnya di Melbourne yang memiliki musim dingin. Tetapi yang lebih penting bagi beliau adalah karena rambut gondrong membuat beliau merasa nyaman.

Tetapi yang lebih menarik dari perilaku Pak’E sekarang adalah kepeduliannya kepada kesulitan orang lain. Setiap kali ada orang Indonesia yang mengalami kesulitan, maka dengan mudahnya beliau mengulurkan bantuan. Dari mulai sekedar mengantarkan orang yang tidak tahu alamat yang mau didatangi di Melbourne, memberikan penampungan sementara kepada orang Indonesia yang misalnya terlunta-lunta atau juga mencarikan pekerjaan kepada orang Indonesia yang menganggur dan mengalami kesulitan hidup. Pendeknya dengan kemurahan hati beliau sekarang, perannya di Melbourne seperti menjadi “Konjen Bayangan” saja.

Pernah suatu kali rombongan pejabat berkunjung ke restoran beliau di sela-sela tugas mereka di Melbourne. Setelah Pak’E berkenalan dan menceritakan perjalanan hidup dan perkembangan bisnis restorannya, ada seorang pejabat yang memintanya untuk berkunjung ke rumah beliau. Setelah bertemu di rumah beliau, rupanya sang pejabat tadi tertarik keberhasilan restoran New Blok M dan menawari kerjasama bisnis pengembangan restoran beliau. Dan beliau menjawab seperti ini : “Maaf Pak, saya tidak begitu tertarik dengan penawaran Bapak. Bukannya saya tidak ingin mengembangkan bisnis saya, tapi saya merasa cukup dengan apa yang selama ini sudah saya rasakan”.

Menurut Pak’E, yang dirasakan penting sekarang adalah bersyukur dan tetap bersahaja, karena sudah begitu banyak nikmat yang beliau rasakan dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT dan banyak menolong orang lain.

Keterangan Gambar :

Yang diapit ahmad juwaini & arif adalah Konjen RI di Melbourne. Pak Sisco adalah yang berdiri sebelah kanan ahmad juwaini yang memakai kaos bergambar mbah Marijan & bercelana jeans

Peradaban Zakat menguak Australia


Ruang seminar Australian Defence Force Academy dari University of New South Wales (UNSW) menjadi saksi sebuah pergelaran pengalaman pengelolaan zakat Baznas Dompet Dhuafa selama hampir 14 tahun, khususnya dalam penanggulangan bencana. Seminar internasional yang merupakan bagian dari The Asia Pacifik Seminar Series ini dihadiri oleh perwakilan pakar Indonesianis dari Australian National University (ANU), Para pengurus Canberra Islamic Center (CIC), Para profesor dari UNSW, perwakilan dari Kedutaan Besar Indonesia dan mahasiswa-mahasiswi UNSW.

Tampil sebagai pembicara mewakili Baznas Dompet Dhuafa adalah Ahmad Juwaini dan Arif Abdullah yang secara lugas memaparkan pentingnya mobilisasi dan pendayagunaan dana Zakat, Infak dan Sedekah dalam penanggulangan bencana. Pada kesempatan seminar itu juga dibicarakan mengenai besarnya proporsi dana zakat terhadap keseluruhan dana pada saat terjadi bencana, universalitas penanggulangan bencana yang tidak mengenal ras dan agama, potensi dana sosial Australia untuk membantu bencana di Indonesia serta manfaat program sosial Baznas Dompet Dhuafa dalam membantu orang miskin di Indonesia.

Dan akhirnya, sebagai puncak dari diskusi dalam seminar tersebut juga dibicarakan kemungkinan kerjasama Baznas Dompet Dhuafa untuk melakukan edukasi dan mengembangkan pengelolaan zakat di Australia pada umumnya dan di Canberra pada khususnya.

Harapan masyarakat Australia tentang peningkatan pengelolaan zakat di negaranya menjadi sangat relevan. Karena bersamaan dengan seminar ini, utusan Baznas Dompet Dhuafa juga melakukan serangkaian kunjungan ke berbagai organisasi dan komunitas muslim yang memiliki potensi untuk diajak kerjasama dalam pengembangan zakat di Australia. Organisasi dan komunitas muslim yang diajak kerjasama oleh Baznas Dompet Dhuafa menyebar dari mulai wilayah Adelaide, Melbourne, Canberra dan Sydney.

Begitu antusias berbagai organisasi dan komunitas muslim tersebut menyambut ajakan untuk pengembangan Zakat di Australia. Beberapa di antara organisasi dan komunitas muslim tersebut malah langsung meminta dibuatkan program mobilisasi dana zakat dan pemanfaatannya melalui asistensi dari Baznas Dompet Dhuafa. Sebagian yang lain meminta tambahan informasi dan wawasan zakat yang selama ini banyak tidak mereka ketahui.

Australia, benua yang didiami oleh minoritas muslim itu, kini mulai menggeliat dengan sentuhan zakat. Irama kegairahannya dalam mengembangkan zakat perlahan akan semakin menggelegak. Jika itu terus dipacu, maka pada suatu waktu perkembangannya akan menjadi lompatan yang tinggi. Sebagaimana seekor kanguru yang melompati bebatuan tinggi, sehingga membuat terbelalak orang-orang yang melihatnya.