26 June, 2009

Membangunkan Kekuatan Zakat Indonesia

Islam ditegakkan melalui lima tiang utama yang disebut sebagai Rukun Islam. Fondasi utama Islam ini terdiri dari Syahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan Haji. Zakat adalah ajaran Islam yang pernah mewarnai sejarah perkembangan Islam sejak zaman Nabi Muhammad saw, sampai kepada generasi sahabat dan para khalifah sesudahnya. Khalifah Abu Bakar Siddiq pernah memaklumkan perang kepada kaum muslimin yang ingkar menunaikan zakat. Sementara Khalifah Umar Bin Khattab telah mengembangkan Baitul Mal sebagai sarana pengelolaan zakat dan keuangan umat Islam.

Zakat pernah membuktikan telah menjadi faktor penting dalam mengatasi kemiskinan. Sebagaimana pernah terjadi pada masa Khalifah Umar Bin Abdul Azis, sehingga dalam waktu singkat telah mampu memberantas kemiskinan. Saat itu nyaris tidak ditemukan lagi orang miskin yang berhak menerima zakat. Keberhasilan pengelolaan ekonomi dan pengurusan zakat, sehingga zakat mengalami kesulitan untuk didistribusikan, karena semua orang merasa tidak layak lagi menerima zakat.

Zakat sebagai sumber daya ekonomi umat yang besar akan senantiasa hadir dengan kekuatannya manakala disadari dan dikelola dengan tepat. Tetapi kaum muslimin pernah melalaikannya, karena salah paham dan tidak mengelolanya dengan baik. Kesalah pahaman zakat menjadikan zakat tidak ditunaikan dan didistribusikan dengan tepat. Sementara pengelolaan zakat yang bersifat individualis dan sesaat menyebabkan zakat tidak dapat dimobilisasi dan didayagunakan dalam rangka mendanai keperluan strategis umat. Jadilah zakatpun seperti tidak pernah menampilkan keindahannya di tengah-tengah umat. Zakat seperti raksasa besar yang masih tidur dalam lelapnya, meskipun sudah menggeliat tapi dampaknya belum banyak berarti.

Berdasarkan hasil perhitungan dan survey, sesungguhnya potensi zakat di Indonesia memiliki jumlah yang besar. Seperti hasil survey potensi zakat (termasuk sumbangan lainnya) yang dilakukan oleh Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN pada tahun 2005 menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai 19,3 Trilyun per tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa kekuatan zakat di Indonesia sangat besar. Banyak hal bisa dilakukan untuk menolong dan menyejahterakan umat dengan dana zakat sebesar itu. Belum lagi potensi kelembagaan zakat yang sangat besar, yang dapat dijadikan sebagai jaringan kepedulian dan pengentasan kemiskinan.

Dengan menyadari akan besarnya potensi kekuatan zakat di Indonesia, maka segenap komponen umat Islam di Indonesia harus melakukan berbagai langkah dalam rangka optimalisasi kekuatan zakat tersebut. Semua elemen kepentingan zakat di Indonesia harus bahu-membahu untuk mengambil langkah dalam rangka membangunkan kekuatan zakat Indonesia.

Peningkatan Mobilisasi Zakat
Selama ini umat Islam di Indonesia telah berupaya untuk melaksanakan kewajiban berzakat. Pada umumnya yang dipahami oleh umat Islam di Indonesia adalah pembayaran zakat itu sebatas pembayaran zakat fitrah yang ditunaikan pada bulan Ramadhan sampai menjelang sholat Idul Fitri. Masih banyak umat Islam yang lalai membayar zakat harta (Mal). Lingkup zakat harta yang dipahami umat Islam juga umumnya adalah harta-harta sebagaimana yang tersebut secara formal dalam kitab fikih klasik. Banyak umat Islam yang memiliki penghasilan dan kekayaan telah memenuhi syarat kewajiban zakat, akan tetapi enggan membayarkan zakatnya. Ada sebagian umat yang memang tidak mengetahui bahwa di dalam hartanya ada kewajiban zakat, ada juga yang memang lalai atau ingkar dalam melaksanakan zakat.

Bagi umat Islam yang telah memahami kewajiban berzakat, umunya lebih senang membayarkan zakat sendiri-sendiri, langsung dibagi-bagi kepada mustahik atau orang miskin, mereka tidak lagi menyalurkan zakat kepada pengelola zakat yang amanah untuk didayagunakan dalam rangka membantu mengatasi kemiskinan. Umat Islam begitu bangga beribadah zakat sendiri-sendiri , sehingga tidak termobilisasi dan habis begitu saja setiap kali dibagikan, tanpa sisa, bagai ombak tinggi di tengah lautan yang terhempas habis menjadi buih di pantai.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan dalam rangka peningkatan mobilisasi zakat. Langkah yang bisa diambil antara lain adalah : Peningkatan Law Enforcement zakat, dengan cara misalnya melakukan revisi Undang-undang pengelolaan zakat (UU No. 38 tahun 1999) yang didalamnya dicantumkan sanksi bagi para muzakki (orang yang wajib berzakat) yang tidak menunaikan zakatnya. Dengan adanya sanksi ini, maka diharapkan semakin banyak orang kaya yang melaksanakan kewajiban membayar zakat. Peningkatan Law Enforcement zakat ini juga bisa dilakukan melalui pemberlakuan Peraturan Daerah (Perda) tentang zakat yang memuat klausul sanksi bagi muzakki yang ingkar.

Langkah lain yang juga bisa dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi tentang kewajiban dan harta-harta yang dikenai zakat. Terutama menyangkut objek zakat pada zaman modern ini. Perlu ada penjelasan yang rinci, mengapa itu diwajibkan, apa landasan atau dalilnya, bagaimana cara menghitungnya dan kapan waktu pembayarannya. Sosialisasi dan edukasi ini harus dilakukan secara meluas, sehingga bisa dipastikan bahwa sebagian besar potensi muzakki telah mengetahui informasi tentang kewajiban dan harta objek zakat.

Yang lebih penting lagi adalah diupayakan agar para muzakki (wajib zakat) senantiasa membayarkan zakatnya melalui organisasi pengelola zakat yang sah. Pembayaran zakat dari muzakki seharusnya melalui Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat yang sudah dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan termobilisasinya zakat melalui organisasi pengelola zakat yang sah, maka diharapkan optimalisasi zakat akan mampu dilakukan. Karena dengan terkonsentrasinya zakat pada organisasi zakat yang sah, maka sebaran zakat dapat diketahui, sekaligus dapat dipantau efektivitas penyalurannya.

Tentu saja, semua BAZ dan LAZ harus meningkatkan kinerja pengelolaan zakatnya, sehingga mencapai kualitas amanah dan profesional. Intinya semua pengelola zakat, baik BAZ atau LAZ harus dapat dipercaya oleh masyarakat, khususnya oleh para muzakki (pembayar zakat).

Penataan Kelembagaan
Untuk membangkitkan kekuatan zakat di Indonesia, yang perlu segera dilakukan juga adalah penataan kelembagaan zakat di Indonesia. Penataan kelembagaan yang sudah dimuat di dalam UU No. 38 tahun 1999 dan ditindaklanjuti oleh keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1999 dan direvisi dengan Keputusan Menteri Agama No. 373 tahun 2003 ternyata belum cukup optimal mengatur kelembagaan zakat di Indonesia.

Salah satu kelemahan mendasar yang belum cukup diatur dalam tata perundang-undangan zakat di Indonesia adalah menyangkut pengaturan tentang posisi regulator, operator dan pengawas. Meskipun pemerintah selama ini telah memposisikan dirinya sebagai regulator, akan tetapi pelaksanaan fungsi regulator ini belum berjalan dengan efektif. Pemerintah semestinya lebih aktif lagi membuat pengaturan-pengaturan sehingga mampu menciptakan harmoni dan optimalisasi pengelolaan zakat di Indonesia.

Dalam konteks pengaturan sebagai operator, berdasarkan undang-undang, fungsi operator telah dimandatkan kepada BAZ dan LAZ. Operator adalah organ yang melakukan kegiatan pengelolaan zakat secara langsung. Akan tetapi pengaturan yang ada di UU No. 38 tahun 1999, masih memiliki kelemahan, seperti ketidakjelasan hubungan dan pengaturan kewenangan antara BAZNAS, BAZ Provinsi dan BAZDA. Ketidakjelasan lain adalah mengenai hubungan BAZ dan LAZ. Muatan regulasi yang ada tidak cukup mengatur hubungan antara BAZ dan LAZ. Puncaknya adalah berdasarkan regulasi yang ada tidak diatur atau ditentukan siapakah yang berperan sebagai koordinator dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Seharusnya ada organisasi yang berfungsi mengkordinasikan para operator zakat di Indonesia ini.

Pada bidang pengawasan sangat jelas terlihat bahwa selama ini, fungsi pengawasan tidak berjalan sama sekali. Adanya pengelola zakat “liar” yang berpotensi melakukan penyelewengan atau penyimpangan dana zakat, tidak ada yang mengawasi. LAZ-LAZ yang telah dikukuhkan, akan tetapi kinerjanya tidak memenuhi kelayakan standar persyaratan masih bebas dan leluasa tanpa pengawasan. Perilaku pengelola zakat yang menyalahi ketentuan dan etika, juga dibiarkan tanpa pengawasan sama sekali. Sehingga kondisi pengawasan zakat saat ini sangat mendesak untuk segera diefektifkan.

Dari gambaran tersebut di atas, sangat jelas terlihat bahwa penataan kelembagaan zakat harus segera dilakukan. Penataan kelembagaan zakat adalah instrumen yang mengalirkan arus zakat dari muzakki, amil dan mustahik secara benar. Penataan kelembagaan zakat juga akan memperkuat fungsi mobilisasi dan penciptaan profesionalitas BAZ dan LAZ. Dengan penataan kelembagaan, maka semua operator zakat akan diarahkan untuk memenuhi suatu standar mutu sebagai pengelola zakat. Jika kita menginginkan untuk membangkitkan kekuatan zakat di Indonesia, maka salah satu langkah yang harus kita lakukan adalah melakukan penataan kelembagaan zakat di Indonesia.

Sinergi Program
Langkah ketiga yang juga harus diambil untuk membangunkan kekuatan zakat Indonesia adalah melakukan sinergi program di antara para pengelola zakat. Adanya beberapa operator zakat yang memiliki keunggulan dan kekhasannya masing-masing mengharuskan kita untuk saling memperkuat keunggulan di antara para pengelola zakat. Sinergi program juga ditujukan dalam rangka memanfaatkan keunggulan dari setiap pengelola zakat untuk dapat menutupi kekurangan atau kelemahan pengelola zakat yang lain.

Sinergi program bisa dilakukan dalam rangka pengumpulan dana zakat. Seperti dengan cara melakukan pengaturan tentang sebaran atau area muzakki dikaitkan dengan organisasi pengelola zakat yang tepat untuk menggalangnya. Sinergi program penghimpunan dana zakat juga bisa dilakukan dengan melakukan kegiatan promosi bersama untuk menghindari tumpang tindihnya kampanye zakat untuk komunitas muzakki yang sama. Atau dengan cara melakukan kerjasama pengaturan gerai dan agen-agen penerimaan zakat.

Dalam kaitan penyaluran atau pendayagunaan zakat, sinergi program bisa dilakukan dengan cara melakukan kerjasama pelaksanaan program. Seperti misalnya pada saat bencana, organisasi pengelola zakat membuat posko bersama penanggulangan bencana. Membuat program bersama pelatihan keterampilan kerja bagi para penganggur., dimana penerima manfaat program bisa ditentukan dari mustahik yang diutus dari masing-masing organisasi pengelola zakat. Atau sinergi program juga bisa dilakukan dengan cara satu atau dua lembaga mengelola manajemen operasional program, sementara organisasi lain turut serta dalam pendanaan program tersebut.

Sinergi program yang utama adalah melakukan kegiatan bersama dalam rangka melaksanakan program strategis umat. Dimana organisasi pengeloa zakat secara bersama-sama dengan dibimbing oleh para ulama dan tokoh-tokoh umat yang representatif menentukan secara periodik hal-hal apa saja yang harus dilakukan secara bersama-sama dalam rangka menolong umat yang kesulitan, memberdayakan, menyejahterakan dan membangunkan kekuatan umat. Program-program strategis umat yang bersifat kolosal ini hanya mungkin dijalankan dengan baik, apabila melibatkan segenap komponen umat, terutama organisasi-organisasi pengelola zakat.

Dengan keberhasilan sinergi program, maka pengelolaan zakat di Indonesia akan lebih efektif dan efisien. Dengan keberhasilan sinergi program, maka sasaran pencapaian peningkatan kualitas umat juga akan segera bisa dicapai. Dan akhirnya, dengan segala langkah yang diambil guna memperbaiki kondisi perzakat di Indonesia, maka kekuatan zakat Indonesia akan mampu hadir kembali. Insya Allah !

No comments: