Beberapa hari yang lalu, saat sore hari sepulang dari beraktivitas di Jakarta Pusat, saya menyusuri jalan HR. Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan. Berbarengan dengan jam pulang kantor seperti itu, kawasan ini sudah langganan dipadati kendaraan yang menyebabkan jalanan menjadi macet. Saya bersama seorang teman mengendarai mobil kantor yang dibadannya tertulis nama Dompet Dhuafa Republika dan nomor telepon kantor kami. Dalam situasi macet seperti itu, tentu saja kendaraan kami hanya bisa berjalan perlahan diselingi berhenti sejenak.
Tanpa kami sadari, rupanya di belakang kami ada pengendara sepeda yang mengejar mobil yang kami kendarai. Entah berapa lama pengendara sepeda tersebut membuntuti mobil kami, sampai kemudian, tiba-tiba dia telah berada di samping pintu mobil, dimana saya duduk di dalamnya. Saya baru mengetahuinya, ketika kaca mobil samping kami diketok-ketok dengan keras oleh pengendara sepeda tersebut. Dengan rasa kaget, saya berusaha untuk membuka kaca mobil dengan hati-hati. Saya ingin mengetahui apa yang diinginkan orang tersebut. Begitu kaca mobil kami terbuka, orang tersebut berkata : “Ada brosur Dompet Dhuafa, Pak ? Saya mau tahu nomor rekening Dompet Dhuafa, karena saya ingin menyumbang melalui Dompet Dhuafa”.
Mendengar perkataan orang tersebut, saya segera berpikir keras, apakah di mobil kami ada brosur dan ada informasi nomor rekening lembaga kami. Saya segera mengingat kartu nama saya yang tersimpan di saku baju saya. Di balik kartu nama kami, selalu tercantum nomor rekening lembaga kami. Saya pun segera menyerahkan kartu nama saya kepada orang tersebut. Selang beberapa detik kemudian, teman saya sudah menemukan brosur lembaga kami yang tersimpan di belakang jok kursi mobil yang kami duduki. Brosur itu pun segera saya serahkan juga kepada orang tersebut. Begitu orang tersebut menerima brosur dari saya, dia berkata : “Terima kasih, Pak..!” sambil berlalu dengan sepedanya. Saya masih sempat membaca dibelakang sadel sepeda orang tersebut tertulis : Bike to Work. Sepeda dengan pengendaranya melesat dan hilang di antara kerumunan mobil yang merayap di jalan kawasan Kuningan.
Besok paginya, begitu saya sampai di kantor, saya menyempatkan diri membuka-buka email yang masuk di kotak surat saya. Di dalamnya saya menemukan sebuah email dengan judul Terima kasih. Rupanya pengendara sepeda itu telah berkirim email melalui alamat email yang tercantum pada kartu nama saya yang saya serahkan kepada beliau. Bunyi emailnya seperti ini :
Ass. Wr. Wb,
Pak, maaf kalau kejadian tadi saat aku mengetuk pintu mobil Bapak
di Jl. Rasuna said mengagetkan Bapak.
Ini terpaksa karena saat itu saya pengen berinfak ke DD tapi tak punya no. Rekening-nya.
Terima kasih. Dari kami, pengendara sepeda yg mengetuk pintu mobil Bapak.
Wassalaam.
Maman
Saya pun membalas email tersebut dengan menuliskan :
Waalaikum salaam..
Terima kasih atas perhatian Pak Maman,
Saya dapat memahami dan memaklumi kejadian itu Pak, jadi hal itu tidak
menjadi masalah buat kami. Kami justru senang dan bangga telah mendapatkan
perhatian dan kepercayaan dari Bapak. Kami senantiasa terinspirasi untuk
senantiasa menjaga amanah masyarakat, melalui perhatian orang-orang seperti
Bapak.
Terima kasih,
Wassalaam
Ahmad Juwaini
Selesai membalas surat tersebut, saya dengan haru bersyukur, karena ternyata masih begitu banyak masyarakat yang menaruh harapan dan kepercayaan kepada lembaga kami. Menjadi tugas kami untuk secara sungguh-sungguh menjaga kepercayaan itu dengan sebaik-baiknya.
No comments:
Post a Comment