Film-film hollywood sudah sering menuturkan tentang kehidupan
masyarakat masa depan yang serba digital dan robotik. Semua orang tinggal
memanfaatkan teknologi untuk melakukan kegiatan dan menyelesaikan masalah dalam
hidupnya. Diam-diam, kita pun mulai memimpikannya. "Enak bener kehidupan
seperti itu", gumam hati dan pikiran kita. Serba mudah, cepat, akurat dan
aman. Kita pun membayangkan kehidupan itu akan datang 10 - 50 tahun lagi.
Tiba-tiba pandemik Covid-19 merajalela. Kebijakan Work From
Home, School From Home, Pray From Home, Shopping from home, dan semua kegiatan
from home. Masyarakat mengalami aksi pingitan massal berminggu-minggu. Semua
pola hidup tiba-tiba mengalami perubahan cepat. Semua harus diubah dengan cara
hidup jarak jauh (social distancing atau physical distancing). Teknologi
membantu kita melakukan revolusi cara berkomunikasi dan berinteraksi kita.
Sebuah evolusi yang normalnya berjalan dalam rentang waktu 5 - 50 tahun, tiba2
mendadak harus dilakukan hari ini (tidak perlu menunggu besok). Kita pun
dikarbit untuk memasuki masyarakat pasca era teknologi. Karena terpaksa, kita
pun mencoba bertahan dengan penuh kegagahan untuk menjalaninya. Tapi diam2,
hati dan perasaan kita masih rindu pertemuan fisik. Kita pun melow untuk
bercengkerama dalam tongkrongan manual. Jiwa kumpul berjamaah kita
meronta-ronta di antara smarphone dan laptop. Sentuhan tangan, salaman, saling
rangkul bahu, bergandengan dalam tawuran rasa, pikiran dan kata di suatu ruang
fisik, seperti beban rindu Romeo kepada Juliet. Kitapun mulai merasakan bahwa
meeting online tidak mampu menukar semua gelora emosi meeting ragawi. Kini kita
terpuruk dalam kangen massal untuk kembali seperti keadaan semula, dengan
berharap virus corona segera mengucap sayonara.
No comments:
Post a Comment