12 July, 2022
Belajar dari Kasus ACT
Sejak hari sabtu, 2 Juli 2022, ranah media sosial dibanjiri pesan dan perbincangan tentang ACT (Aksi Cepat Tanggap). Bahkan pada hari minggu, di twitter, isu ACT telah menjadi trending topic. Gemuruh pesan dan perbincangan itu diawali oleh rilis majalah Tempo edisi 4-10 Juli 2022, dengan laporan utama “Kantong Bocor Dana Umat”. Dimana pada edisi tersebut, Tempo menulis sepanjang 43 halaman seputar dugaan penyalahgunaan dana masyarakat pada organisasi pengelola sumbangan masyarakat ACT.
Pemberitaan Tempo tersebut sontak ditanggapi publik secara luar biasa. Bagaimanapun karena ACT digadang-gadang sebagai Lembaga filantropi dengan penghimpunan dana terbesar saat ini. Ini artinya ACT dipandang sebagai lembaga kemanusiaan yang menghimpun dana masyarakat dan bisa disebut sangat dipercaya masyarakat. Namun, bangunan prestasi dan besarnya kepercayaan ini, seketika runtuh oleh isi pemberitaan Tempo. Dalam laporannya, Tempo menuliskan begitu banyak dugaan kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan ACT atas amanah dana masyarakat. Seolah-olah setiap halaman lembaran Tempo pada isu ACT tersebut, ada cerita tentang dugaan penyelewengan ACT.
Hebohnya masyarakat sebagai akibat dari pemberitaan Tempo ini kemudian diiikuti dengan tanggapan ACT melalui Press Conference yang dilakukan tanggal 4 Juli 2022, sore hari. Berbagai kalangan, termasuk beberapa unsur pemerintah terkait, juga memberikan tanggapan yang dirilis melalui berbagai media. Selang sehari setelahnya, Kementerian Sosial mencabut izin ACT untuk melakukan pengumpulan uang dan barang. Dalam surat Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tersebut disebutkan alasan pencabutan izin adalah karena ACT terindikasi melakukan pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan. Pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan". Dalam hal ini, pada saat press conference ACT sehari sebelumnya, Pimpinan ACT menyatakan bahwa biaya operasional lembaganya adalah sebesar 13,7%.
Dampak pemberitaan Tempo dengan pencabutan Izin ACT untuk mengumpulkan uang dan barang, ternyata masih berlanjut. Selang sehari sesudahnya, setelah pencabutan izin ACT dari Kemensos, tanggal 6 Juli 2022, PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) juga kemudian membekukan 60 rekening ACT. Selang sehari selanjutnya, tanggal 7 Juli 2022, bahkan PPATK membekukan 300 rekening ACT. Praktis dengan pembekuan 300 rekening tersebut, ACT betul-betul tidak dapat melaksanakan operasional kegiataannya.
Meskipun kasus ACT ini masih mungkin akan terus bergulir, termasuk apakah nantinya akan ada pembuktian kesalahan yang dilakukan ACT secara hukum, namun dari kasus ACT ini kita juga bisa belajar banyak. Kasus ACT ini menjadi semacam peringatan bagi semua Lembaga filantropi Islam untuk melakukan pembenahan secara mendasar. Pembenahan penting yang dapat diambil dari kasus ACT ini adalah menyangkut perbaikan dan penguatan GCG (Good Corporate Governance). Lalu, bagaimanakah bentuk perbaikan dan penguatan GCG di kalangan Lembaga filantropi Islam yang diperlukan saat ini ?
Perbaikan GCG
Terjadinya kasus ACT, bukanlah terjadi pada periode kekosongan hukum yang mengatur seputar pengelolaan dana filantropi Islam. Apalagi dalam konteks zakat, sesungguhnya kita memiliki banyak sekali aturan dan panduan pengelolaan zakat. Kita memiliki UU pengelolaan Zakat (UU No. 23 Tahun 2011), Peraturan Pemerintah (PP No. 14 Tahun 2014), Peraturan Menteri Agama (PMA No. 52 Tahun 2014, PMA No. 69 Tahun 2015, dan PMA No. 5 Tahun 2016), puluhan Peraturan BAZNAS dan panduan pengelolaan zakat tingkat dunia (Zakat Core Principles).
Dalam konteks hukum dan peraturan agama yang mengatur zakat, saat ini juga sudah ada lebih dari 30 Fatwa MUI terkait zakat. Jika kita lihat pada pedoman dalam etika, maka Kode Etik Amil Zakat juga sudah diterbitkan oleh Forum Zakat (asosiasi organisasi pengelola zakat se-Indonesia). Namun dalam kondisi banyak sekali pengaturan, ternyata masih terjadi kasus dimana diduga ada penyimpangan manajemen dan penyalahgunaan dana sumbangan masyarakat oleh Lembaga filantropi Islam.
Salah satu sebabnya adalah karena adanya berbagai pengaturan tersebut masih belum memadai. Kandungan pengaturan yang sudah ada masih menyisakan lubang besar akibat banyak hal yang dipandang penting belum memiliki pengaturan atau belum ada panduannya. Dalam kondisi seperti ini, mau tidak mau kita harus memperbaiki tata Kelola Lembaga filantropi Islam. Kita harus menguatkan GCG (Good Corporate Governance) lembaga filantropi Islam dengan menambahkan berbagai pengaturan yang memungkinkan kualitas pengelolaan Lembaga filantropi Islam semakin lebih baik.
Beberapa Isu yang harus termuat dalam Tata Kelola Lembaga filantropi Islam itu antara lain adalah : Pertama, tentang Isu kelembagaan. Pada isu kelembagaan ini perlu diatur tentang badan hukum Lembaga filantropi Islam, yaitu bahwa badan hukum Lembaga filantropi Islam adalah Yayasan atau Perkumpulan yang bersifat nirlaba. Pada badan hukum Yayasan, Pendiri, Pembina dan Pengawas tidak mendapatkan gaji. Selanjutnya bahwa jabatan Pembina, Pengawas dan Pengurus tidak boleh dirangkap. Perlu diatur juga bahwa lembaga filantropi itu manajemen pengelolanya bersifat kolektif kolegial. Selanjutnya pada manajemen Lembaga filantropi Islam harus terbangun situasi check and balance (saling mengingatkan dan mengoreksi).
Kedua, tentang isu Kinerja. Pada isu Kinerja perlu diatur batas minimal dana tersalur dari yang terhimpun pada tahun tersebut (minimal 70%).
percakapan itu sebagai salah satu aturan Apakah itu undang-undang Peraturan Menteri Agama kemudian secara syariat juga dapat wa-nya itu cukup banyak itu tapi kenapa kejadian seperti ini masih terjadi itu pertanyaan besarnya seperti kira-kira saya melihatnya bahwa ini adalah karena memang yang dimaksud dengan nilai tali gaji besar itu kemudian tidak secara spesifik termaksud atau tercantum di dalam semua peraturan-peraturan saya kalau Apakah kita sepakat bahwa sesuatu yang dinilai buruk seperti itu yang tadi yang angkanya kalau misalnya Katakanlah beberapa ratus juta itu gitu ya yang disebut apakah kita mayoritas bangsa ini umat Islam yang itu melihat bahwa itu juga kita juga tahu kalau kita itu artinya kalau kita perlu pengaturan suatu panduan satu bait Allah kalau bukan suatu lembaga filantropi Islam itu pimpinannya pun tidak boleh melampaui itu mencapai itu berarti kan gitu Itu harus ada aturan itu lahirnya gitu karena kalau nggak kita kita nggak apa-apa jelekin satu lagi itu memberi motivasi kerja dan sebagainya jadi sesuatu itu kita sepakati sesuatu yang tidak boleh dilakukan orang lain dalam satu panduan kemarin itu kebetulan ada acara berkunjung ke desa saya di sela-sela pertemuan itu saya bicara dengan salah seorang ulama di sana gitu sebenarnya boleh nggak sih kita itu membuat panduan itu yang mencantumkan misalnya karena kondisi sekarang ini kita tidak setuju orang bergaji lembaga-lembaga 100000000 misalnya kita tulis gajian paling tinggi badan 100 juta boleh nggak sih seperti itu itu boleh itu sebaiknya begitu begitu saya ini sebenarnya suatu diskusi awal bahwa ketika nanti kita atur pengaturan pengaturan supaya kemudian ketika ada itu kita ke depan itu yang berikutnya dalam biaya operasional yang kita lihat itu Jadi kalau kemudian kita menggunakan misalnya panduan tembaga yang dipakai adalah 12% ini yang dikenal di kalangan para pelaku percakapan dan memang itu yang disebut dewan pengawas koperasi Sebesar sebesar 12% Tentukan sebagai aturan sebagai pedoman lembaga-lembaga yang itu kalau menggunakan rujukan organisasi sosial yaitu ada pedoman yang 10% itu gitu nah jadi menurut saya pedoman-pedoman seperti ini harus kita angkat dalam kita dia kalau bahasa kita tuh harus dibuat kemudian kalau perlu di di di di di di
kalau misalnya Jakarta diatur dengan 12% itu sehingga akhirnya mau tidak mau setiap lembaga filantropi Islam itu akan menerapkan bahwa Apakah dia akan menggunakan pedoman operasional nya untuk zakat di bawah 12% itu kan karena itu 11 pedoman kemudian Bagaimana gitu kan masih ada sekarang ini apakah disamakan dengan 12% atau lebih tinggi dari 12% itu akan menjadi suatu pedoman yang ke depan ini kemudian yang paling penting juga kalau menurut saya penting kita semua ini lembaga-lembaga Islam Iya saya kini kelahiran itu semua dengan semangat bilang tropik dalam arti sosial yang membantu masyarakat semangatnya juga ada semangat 3 untuk mencari keuntungan lah semua untuk mencari keuntungan beramal baik kepada masyarakat karena itu menurut saya tidak boleh Lembaga filantropi ini kemudian memberikan gaji kepada pengelolanya misalnya lebih tinggi dari lembaga komersial kita jadi ini terus ini penegasan terhadap jati diri dan watak dari pada organisasi yang tidak berorientasi profit gitu bahwa tidak boleh kemudian masa lembaga non profit lembaga profit misalnya jadi yang harus kita kita kita apa itu namanya kode etik Apakah itu nantinya peraturan-peraturan yang dibuat konten-konten seperti itu kamu saya supaya Apa itu dan kita juga punya pedoman dalam menilai pro kontra di masyarakat kita bersama karena tukar-tukar atau yang disamakan dengan ASN atau PNS dengan kira-kira di kalangan PNS dan ASN lah karena bapaknya tidak komersial gitu kurang lebih sebesar itulah kira-kira gitu kan dia kan macam-macam gajinya saya di bidang operasional dan biaya dimasukkan ke dalam pengelolaan lembaga dan trophy ke depan ini kemudian hari berikutnya lagi yang terkait dengan hubungan organisasi manajemen ya mungkin saya ngomongnya tidak beraturan tapi sayang aja Kita kalau kita menyatakan bahwa organisasi kalau kita sepakat itu ya Berarti mau nggak mau kita bahwa yang tidak terbangun karena dia itu kemudian yang berikutnya lagi adalah tentang menepati janji janji dari Mitra yang menyerahkan dana ya Misalnya dari Mitra donor atau siapapun itu kan ada akan datang Nah itu dikatakan dia juga itu salah satunya harus dipenuhi kemudian berikutnya lagi adalah terkait perilaku dan penampilannya karena beberapa pihak sudah menyampaikan menanggapi dengan tanggapan katanya Apa itu orang-orangnya penampilan sederhana tidak boleh dong ini kata-kata yang diucapkan Jadi maksudnya kalau emang itu tidak sederhana ini sesuatu yang penting kita kalau memang bisa diganti kata lain ya tapi saya kesananya dengan kata-kata seperti itu penampilan itu perilakunya seperti itu misalnya dan yang terakhir dari saya adalah Yopi Ini Cinta Harus Memiliki pengaturan tentang hubungan kegiatan bisnis dan kegiatan filantropi nya itu karena salah satu yang di sore yang ditulis media itu juga beberapa hubungan kegiatan lembaga filantropi kegiatan bisnisnya karena itu maksud saya di dalam pedoman GCG yang bisa dibuat tentang hubungan antara kegiatan bisnis dengan ini saya sampaikan sebagai bahan diskusi di malam hari ini Terima kasih wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment