01 April, 2010

Dari Pembantu Menjadi Majikan

Saat ini lebih dari 125.000 wanita Indonesia menjadi pekerja migran di Hongkong. Jenis pekerjaan yang dijalaninya adalah sebagai Domestic Helper, alias pembantu rumah tangga. Profesi sebagai pembantu rumah tangga ini rela dijalani karena menjanjikan balas jasa yang menggiurkan bagi banyak penduduk Indonesia. Gaji minimal sebagai Domestic Helper di Hongkong saat ini adalah HK$ 3580 atau setara dengan Rp 3,9 juta.

Bagi banyak wanita dari kalangan masyarakat bawah, angka upah yang nyaris setara Rp 4 juta itu terasa sangat banyak. Jika sebelumnya saat di Indonesia, perempuan-perempuan tersebut hidup dengan kesusahan, setelah di Hong Kong, mereka merasa menjadi orang yang mampu. Mengalirlah uang tersebut untuk berbagai keperluan. Dari mulai belanja baju, kosmetik, keperluan rumah tangga, sampai membeli barang elektronik. Bagi yang tidak mampu mengelola, uang hasil bekerja itu hanya habis untuk belanja sesaat untuk kesenangan. Bagi sebagian yang prihatin dan peduli, uang itu digunakan untuk membantu keluarga di Indonesia dan sisanya ditabung.

Tanpa terasa, banyak di antara Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Hongkong yang sudah menjalani kerja lebih dari 10 tahun. Banyak di antara TKI tersebut yang sesunguhnya ingin pulang ke Indonesia dan mengakhiri tugas sebagai Domestic Helper di Hongkong. Akan tetapi godaan untuk menerima gaji yang lumayan itu, membuat mereka terpasung di rumah tangga yang dihuni para majikan mereka. Banyak juga TKI asal Hongkong yang kembali ke Indonesia, namun sesampainya di kampung halaman, tidak tahu harus bekerja apa. Lama kelamaan uang simpanan hasil bekerja di Hongkong habis juga. Muncullah godaan untuk kembali bekerja di Hongkong sebagai pembantu rumah tangga.

Hampir semua TKI pada saat berangkat ke Hongkong berpikir bahwa profesi yang dijalaninya hanyalah sementara. Pada suatu hari mereka ingin kembali ke Indonesia dan hidup lebih baik. Namun dalam perjalanan waktu, banyak TKI yang akhirnya tidak memiliki perencanaan dan pengelolaan yang baik. Jadilah akhirnya mereka menjalani siklus : menganggur - menjadi TKI - menganggur lagi - menjadi TKI lagi, begitu seterusnya.

Memahami kondisi tersebut, Dompet Dhuafa (DD) bersama beberapa organisasi TKI di Hongkong dan melibatkan mitra ekonomi di Indonesia memfasilitasi program guna mewujudkan kemandirian TKI. Yang dimaksud kemandirian adalah sebuah kondisi dimana para TKI sepulang dari Hongkong akan mampu hidup dalam kondisi ekonomi yang cukup aman untuk menopang kehidupannya. Program tersebut meliputi penyadaran dan sosialisasi dalam pengelolaan keuangan pribadi, pelatihan keterampilan kerja, pengembangan kewirausahaan dan bimbingan berinvestasi yang halal, aman serta menguntungkan sebagai investor.

Banyak di antara TKI yang kini mulai merintis dan mengembangkan usaha di Indonesia. Sebagian usaha ini dikelola oleh keluarga TKI atau mitra terpercaya di Indonesia. Sebagian yang lain mulai menanamkan uangnya dalam berbagai investasi untuk pendirian dan pengembangan lembaga keuangan syariah yang terbukti menguntungkan. Kini sebagian TKI telah menjadi investor dalam pendirian dan pengembangan usaha Baitul Mal wa Tamwil.

Jika semua program perintisan kemandirian TKI ini berjalan dengan baik, maka TKI akan mampu hidup lebih baik pasca purna tugas di Hongkong. Keberhasilan ini juga akan mengantarkan perubahan TKI dari pembantu menjadi majikan.

No comments: