Mungkin kita sangat sering menyaksikan orang gila tanpa busana yang berjalan di pinggir jalan. Pemandangan seperti itu kita pandang sebagai sesuatu yang sudah lumrah dan sangat biasa. Paling-paling kita hanya berteriak kaget atau buang muka pada awalnya, untuk selajutnya kita berlalu sambil tidak peduli. Kondisi seperti ini, hampir merata di seluruh negeri, seolah hal itu bukan suatu masalah.
Mungkin ada di antara kita yang memandang bahwa masalah orang gila adalah masalah keluarga orang gila tersebut. Atau kita menganggap bahwa masalah orang gila adalah urusan Departemen Sosial, dari pusat sampai daerah. Pandangan itu, tentu tidak salah seluruhnya, akan tetapi fakta yang nyata adalah bahwa tidak semua masalah orang gila, telah diselesaikan oleh keluarga orang gila atau Departemen Sosial.
Kita pernah mendengar, bahwa di sebuah daerah, sekumpulan orang gila liar (termasuk yang telanjang) ditangkapi oleh petugas dari Dinas Sosial. Operasi penangkapan ini mestinya dalam rangka mengumpulkan orang gila pada sebuah tempat terapi, sekaligus menjamin kehidupannya. Kitapun berharap dengan penangkapan ini, maka kehidupan masyarakat tidak terganggu dengan terkonsentrasinya orang gila di suatu tempat. Tapi yang terjadi kemudian ternyata rombongan orang gila ini bukan dimasukkan ke tempat penampungan dan rehabilitasi, akan tetapi dilepaskan di daerah tetangga dari daerah tersebut. Jadi yang dilakukan hanya sekedar memindahkan masalah orang gila dari satu daerah ke daerah lainnya.
Pernah suatu kali, Menteri Sosial menyarankan untuk membantu kesejahteraan pegawai Departemen Sosial yang bertugas di panti rehabilitasi orang gila. Menurut beliau, sungguh kasihan nasib petugas Departemen Sosial yang ditugaskan di panti rehabilitasi orang gila. Karena golongan dan level jabatannya sama, maka gajinya sama besar dengan pegawai Deparatemen Sosial yang bertugas di kantor pusat yang nyaman. Menurut beliau, kadang beliau merasa iba, karena tantangan petugas di panti rehabilitasi orang gila itu luar biasa. Baik tantangan fisik, psikis dan tentu saja, setiap saat jiwa mereka terancam.
Menurut petugas Departemen Sosial, sebenarnya banyak orang gila yang sudah mengalami terapi di panti rehabilitasi orang gila yang kemudian membaik dan dapat dikatakan sembuh. Akan tetapi ketika orang gila yang sudah waras ini dikembalikan kepada keluarganya, mereka tidak mendapatkan penanganan yang benar. Akibatnya mereka menjadi gila lagi dan untuk selanjutnya mereka menjadi liar dan menggelandang di jalanan lagi.
Pernah suatu kali terjadi di sebuah daerah, ada orang gila telanjang berdiri persis di pinggir jalan. Di seberangnya ada pawai gerak jalan yang diikuti ibu-ibu dan anak-anak yang jumlah hampir mencapai 1000 orang. Dengan posisinya yang persis di seberang jalan pawai gerak jalan, maka orang gila ini menjadi tontonan ibu-ibu dan anak-anak yang sebagian besar berusia balita. Ini adalah kejadian yang sungguh memprihatinkan, karena begitu banyak anak-anak yang dalam usia sangat muda telah disuguhi pemandangan yang tidak pantas.
Kehadiran orang gila telanjang di jalanan adalah sebuah maksiat dalam pandangan ajaran Islam. Bila melihatnya, setiap orang Islam Fardhu Kifayah untuk melindungi auratnya atau memindahkannya ke lokasi yang tertutup dari pandangan manusia lain. Manakala kita membiarkan satu Kewajiban Kifayah dan tidak ada satu orang lain pun yang mengatasinya, maka berdosalah seluruh orang yang mengetahuinya.
Bila keluarga orang gila dan Departemen Sosial masih belum mampu menangani masalah orang gila, maka menjadi kewajiban kita untuk membantunya. Kita dapat membantu dengan pemikiran kita untuk memberikan solusi penyelesaian, membantu dengan tenaga dengan melibatkan diri dalam penanganan orang gila, atau dengan dana untuk membiayai kegiatan penanganan orang gila atau dengan fasilitas berupa tempat atau lahan yang dapat dimanfaatkan untuk penanganan orang gila. Bila di dalam hati kita tidak tergerak sedikitpun untuk ikut memikirkan persoalan orang gila ini, maka sungguh berdosalah kita. Ya Allah, Ampuni Kami Semua !
No comments:
Post a Comment