05 June, 2008

Matinya Nurani ?


Sebuah berita mengejutkan tersaji di sebuah media ibu kota minggu ini, bahwa Pertamina akan mengadakan turnamen golf pada awal juni 2008. Informasi ini tentu menarik perhatian, karena di tengah derita rakyat yang begitu berat sebagai akibat kenaikan harga BBM, perusahaan penjual minyak nasional ini, malah melaksanakan event yang umumnya hanya diikuti oleh orang-orang dari golongan kaya. Sebuah kegiatan olahraga yang di masyarakat awam dikenal sebagai jenis olahraga mewah.

Tentu saja Sang Pelaksana bisa berdalih bahwa kegiatan ini dilaksanakan tanpa subsidi pendanaan dari APBN dan APBD, atau menyatakan bahwa kegiatan ini dilakukan dengan kesederhaan. Tapi di mata rakyat yang sedang terhimpit beban kehidupan, kegiatan seperti ini hanya menambah luka. Persoalan intinya adalah bahwa kegiatan ini dilakukan pada kondisi masyarakat yang sedang kesusahan karena menanggung tuntutan hidup yang semakin tak terjangkau.

Seharusnya di tengah krisis kehidupan ekonomi yang sedang menggelayuti rakyat sedemikian rupa ini, para pemimpin dan tokoh-tokoh bangsa menunjukkan keteladanannya. Mereka dengan insiatif sendiri atau dengan kebijakan yang dibuat menampilkan kesetiakawanannya. Sampai hari ini kita belum menyaksikan seorang pemimpin negara menyatakan bahwa fasilitas negara yang diterima pejabat pemerintah akan dikurangi atau dipotong guna membantu kesulitan hidup rakyat. Atau sekurang-kurangnya mereka meningkatkan alokasi dana sosial mereka dari gaji yang mereka terima dari negara itu sebagai perwujudan solidaritas sosial.

Barangkali, mengapa kebijakan kenaikan harga BBM yang menyengsarakan rakyat ini diambil juga karena para pengambil keputusan ini sudah kehilangan daya peduli. Mereka dengan mudahnya menafikan penderitaan rakyat sebagai akibat melonjaknya harga barang dan jasa di semua sektor dengan tambalan ‘gula-gula” Bantuan Langsung Tunai (BLT). Mereka seolah lupa bahwa BLT hanya diberikan dalam beberapa bulan, sementara dampak kenaikan BBM itu bersifat jangka panjang dan sangat luas.

Kebijakan yang penuh simplifikasi dan cenderung membela kepentingan para pelaku pasar asing ini, muncul karena kita telah kehilangan nurani. Kita mungkin telah menjadi manusia-manusia sistemik dan robotik dalam rangkain hukum-hukum teoritik bersifat linier. Yang dibumbui oleh tekanan dan rayuan sehingga membuat kita tak berkutik dan menyerah pada kenyamanan dan keenakan.

Sudah seharusnya apabila kita menata kembali hati kita dengan menyuburkan kasih sayang dan kepedulian. Sekaligus menajamkan komitmen dan daya juang dalam membela nasib rakyat, khususnya memperjuangkan mereka yang hidup dalam lapis terbawah. Kita harus memompakan energi yang mampu melawan setiap kekuatan jahat yang akan menggerogoti kemandirian dan potensi kesejahteraan bangsa. Sebuah energi yang juga akan melahirkan tindakan dan perilaku yang santun dalam membantu mereka yang hidup dalam kesulitan.

No comments: