Sejak wacana pendidikan gratis dan pengobatan gratis berkembang deras, khususnya sejak menjadi tema favorit kampanye pasangan kandidat di berbagai pilkada, pertanyaan kritis dan gugatan pun tumbuh sumbur. Bahkan bukan hanya sekolah gratis dan rumah sakit gratis yang dipersoalkan, tetapi juga semua hal yang diberikan secara gratis kepada masyarakat dinilai sebagai sebuah aib.
Di Harian Kompas (28/04/08), N Widi Wahyono membuat tulisan opini dengan judul “Sekolah Gratis, Pepesan Kosong”. Di dalamnya dimuat pandangan betapa bahwa segala sesuatu yang gratis itu tidak mendidik. Karena segala sesuatu yang diberikan secara gratis itu membuat mental masyarakat malas, kehilangan etos kerja, tidak mau berkorban dan menghasilkan kondisi keterbatasan dalam menghasilkan sebuah kualitas. Bahkan ketidaksetujuan terhadap konsep gratis itu juga muncul pada “obrolan warung kopi” dengan kalimat : “Zaman sekarang kok, sekolah digratiskan, kencing saja, di Jakarta ini bayar Rp 1.000,-“
Kalau kita mau jujur dan menyelami lebih dalam, sesungguhnya konsep gratis bukanlah sebuah konsep baru. Penggratisan sesuatu bukanlah hal buruk yang pernah ada dalam kehidupan manusia. Gratis adalah sebuah pesan kehidupan yang selama ini sudah ada dan berkembang di sekitar kita. Konsep gratis memiliki pesan-pesan yang mendidik kita semua.
Pesan pertama yang dibawakan oleh konsep gratis adalah pesan kasih sayang dan kepedulian. Allah SWT selaku pemilik alam semesta telah memberikan udara untuk nafas kepada kita sejak kita lahir dengan gratis. Allah Yang Maha Pemberi juga telah menganugerahi anggota tubuh kepada kita secara gratis. Allah Yang Maha Kuasa memberikan itu semua kepada kita sebagai bentuk kasih sayang-Nya. Sebagaimana seorang ayah dan seorang ibu sejak kecil memberikan makan, pakaian, tempat tinggal, biaya transportasi, dan biaya sekolah kepada anak-anaknya secara gratis. Itu pun lahir dari kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
Semua pemberian karena kasih sayang dan kepedulian yang diterima semua manusia itu tidak pernah kita pertanyakan. Kita juga tidak pernah menilai bahwa semua pemberian itu akan menyebabkan manusia menjadi malas dan memiliki etos kerja rendah.
Pesan kedua yang dibawakan oleh konsep gratis adalah pesan optimalisasi pengelolaan sumber daya. Setiap hari kita mendengarkan siaran radio dan menonton televisi secara gratis. Kita tidak mengeluarkan biaya untuk menikmati itu semua. Bahkan pada era digital seperti sekarang ini, kita juga begitu banyak menikmati layanan gratis di dunia internet. Dari mulai email, mesin pencari, web hosting, web-blog dan banyak lagi fasilitas secara gratis.
Semua layanan itu kita nikmati secara gratis, karena perusahaan penyelenggara siaran radio, televisi dan penyedia jasa internet mampu mengelola sumber daya dengan baik. Sumber penerimaan yang umumnya berasal dari iklan atau sponsor digunakan untuk menutup fasilitas gratis yang mereka berikan. Perusahaan penyedia jasa itu telah mampu memanfaatkan sumber daya yang menghasilkan penerimaan untuk menutup pengeluaran dengan benar. Kita pun tidak pernah khawatir bahwa semua orang yang menikamti layanan siaran dan dunia maya secara gratis itu akan menjadi malas dan kehilangan etos kerja
Kalau seandainya pemerintah mampu mengelola sumber daya (kekayaan alam, industri, perdagangan, pajak) dengan benar, maka memang sudah seharusnya apabila sekolah dan rumah sakit menjadi gratis. Bahkan seharusnya dengan pengelolaan sumber daya yang baik, maka menikmati jalan raya juga menjadi gratis. Tidak seperti sekarang dimana untuk menikmati jalan tol kita harus membayar dengan mahal.
Jadi menyediakan sekolah gratis dan rumah sakit gratis bukanlah sebuah hal yang buruk. Ini justru bisa menjadi pemicu dan pemacu kita untuk senantiasa memberikan perhatian, kasih sayang dan kepedulian kepada masyarakat, khususnya bagi mereka yang tidak mampu. Sekaligus menjadi media bagi kita untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan sumber daya, khususnya dalam meningkatkan kemampuan mengelola sumber penerimaan dan pengeluaran. Faktanya, ternyata gratis itu mendidik !
No comments:
Post a Comment